Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mempertanyakan "Eksistensi Tuhan" di Tengah Penderitaan

29 April 2020   07:41 Diperbarui: 29 April 2020   07:49 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini Kami Tuhan, Engkau Mau Apa? | mckeesfamily.com

Sedangkan kejahatan alamiah mengacu pada penderitaan yang muncul dari determinasi alamiah, seperti cacat bawaan, gempa bumi, banjir, tsunami dan bencana alam lain. Kejahatan alamiah ini secara inheren masuk dalam struktur biologis alam, termasuk manusia. Misalnya secara alamiah tubuh kita berproses menuju 'ketiadaan' atau binatang menjadi korban dan pemangsa bagi yang lain. (Taliaferro, 1998). 

Kalau berkaca pada persoalan saat ini, memang informasi yang ada menyangkut asal muasal virus mematikan ini masih simpang siur. Ada banyak spekulasi dan prediksi yang dikemukakan para ilmuan. Dan kita sebagai awam, hanya bisa menunggu kebenaran yang sesungguhnya. Karena itu, sebagai orang yang ber-Tuhan, kiranya baik kalau sejenak merefleksikan hidup yang berlangsung ditengah wabah ini, sembari mencari makna yang diberi Sang 'Ada' atas keinginan-Nya ditengah situasi gabut ini.

Sebuah tulisan klasik dari Epikurus lebih dari 2000 tahun lalu menjelaskan masalah penderitaan atau kejahatan dan adanya 'yang Transenden' (Allah) ini dengan sangat baik. 

Dengan lugas, Epikurus menyatakan bahwa ada empat kemungkinan: (1) Allah mau meniadakan penderitaan tetapi tidak dapat; atau (2) Allah dapat meniadakan penderitaan, tetapi Ia tidak mau; atau (3) Ia tidak dapat dan tidak mau meniadakan penderitaan; atau (4) Ia mau dan dapat meniadakan penderitaan. 

Tiga kemungkinan pertama, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan hakikat Allah yang dikenal sebagai Sang Maha. Sedangkan kemungkinan keempat nampak bertentangan dengan kenyataan bahwa di dunia ini ada banyak sekali kejahatan dan penderitaan. 

Secara sangat sederhana, kontradiksi dilematis kita saat ini dapat dirumuskan sebagai berikut: penderitaan atau tidak dapat atau tidak mau dihindari oleh Allah. Apabila diterima yang pertama, berarti Allah tidak mahakuasa, dan itu berarti sama dengan tidak ada Allah. Sedangkan apabila diterima yang kedua, Allah tidak mahabaik dan mahaadil, dan itu pun tidak dapat diterima oleh orang beriman. 

Terhadap situasi dilematis ini, mungkin orang bisa menghibur diri dengan mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah 'misteri' yang tidak mampu dipahami oleh akal manusia sekarang ini. Atau argumentasi rasional lain ialah bahwa setiap penderitaan senantiasa memiliki makna dan maksud bagi perbaikan dan kebaikan manusia itu sendiri. Atau juga, bahwa semuanya itu adalah ujian iman dari Allah. Entahlah,,, semua itu tergantung perspektif kita masing-masing.

Aliran Kepercayaan besar sering menggambarkan konsep kesempurnaan Tuhan dengan memberi predikat ke-Maha-an. Tuhan itu Mahakuasa, Tuhan itu Mahakasih, Tuhan Mahabesar, dan seterusnya. Kemaha-an Tuhan tersebut mau menunjukkan bahwa Tuhan merupakan 'ADA' yang telah penuh dalam diriNya sendiri. 

Tuhan tidak membutuhkan sesuatu di luar diriNya untuk mencapai kesempurnaanNya. Tuhan itu lengkap, utuh, tidak tergantung pada yang lain. Ia mengatasi dan melampaui ruang dan waktu, ada sejak keabadian, dan kekal. Terdapat pembeda yang jelas antara pencipta dan ciptaan. 

Tuhan sebagai Pencipta tidak membutuhkan ciptaan, sementara ciptaan sangat bergantung pada penciptaNya. Tuhan juga dipahami sebagai penguasa alam semesta, dan penentu terjadinya segala sesuatu. 

Dengan kata lain, dalam agama-agama besar (konvensional), aspek transendensi Tuhan jauh lebih ditekankan dari pada aspek imanensinya. Pemahaman tentang Tuhan seperti ini bisa menjadi suatu yang dilematis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun