Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu bentuk pengaruh sosial selain compliance dan obedience adalah conformity (konformnitas). Secara sadar maupun tidak, kita biasanya cenderung untuk mengikuti aturan atau himbauan yang terdapat di lingkungan sosial; seperti ketika memilih menggunakan masker kain yang dijahit sendiri, saat keluar rumah yang sama dengan orang lain dalam lingkungannya karena mengikuti himbauan Pemerintah untuk ber-masker; padahal orang tersebut bisa saja tidak memilih menggunakan masker kain, yang sama dengan orang lain jika ia mau, tetapi ia memilih untuk mengenakan masker kain yang sama dengan orang disekitarnya agar sesuai dengan prilaku kebanyakan orang. Hal inilah yang dikenl dengan konformitas (conformity).
Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial atau kebiasaan yang terjadi (Baron & Byrne, 1994). Ketika seseorang ada dalam suatu kelompok sosial, pasti ia akan mengikuti norma sosial yang ada di dalam kelompok tersebut. Hal ini dilakukan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya supaya bisa diterima dan dianggap tidak menyimpang. Pada dasarnya tingkat konformitas pada seseorang akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepercayaan pada kebenaran suatu kelompok di mana ia melakukan konformitas. Keyakinan kepada kelompok harus diimbangi dengan keyakinan diri sendiri. Bila konformitas terjadi karena adanya pengaruh informasi yang menimbulkan keyakinan bahwa yang dilakukan anggota kelompok adalah benar, maka individu biasanya akan mengubah cara berfikir dan berperilaku yang mereka miliki.
Pengaruh informasi karenanya dapat dilihat sebagai proses rasional yang menyebabkan perilaku orang lain bisa mengubah keyakinan atau interprestasi kita atas suatu situasi, dan konsekuensinya membuat kita bertindak sesuai dengan kelompok itu. Dari pemahaman ini, bisa saya katakan bahwa, konformnitas (mungkin) dapat dijadikan contoh dari bentuk patuh terhadap himbauan Pemerintah agar masyarakat bisa mengikuti PSBB. Supaya masyarakat kita tidak saja 'taat buta' atau melakukan sesuatu karena terpaksa dan tidak memahami apa maksud dibalik anjuran itu, maka konformnitas dalam dinamika kelompok sosial bisa dijadikan rujukan kepada Pemerintah agar pemberlakuan PSBB bisa efektif dan efisien. Ketika suatu kelompok masyarkat benar-benar disadarkan untuk menjalankan anjuran Pemerintah (misalnya, hal menggunakan masker ketika keluar rumah/menghindari keramaian dan jaga jarak) maka sudah pasti, salah satu warga yang tinggal di dalam kelompok masyarakat tersebut, yang awalnya tidak patuh, lambat laun akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan kelompok masyarakat lain dilingkungan sosialnya. Ini bisa terjadi karena adanya pengaruh kelompok masyarakat yang lebih besar. Intinya, kekompakan dan kebersamaan harus ditingkatkan dalam satu kelompok besar, sehingga segelintir orang yang masih belum patuh, bisa tergerak dan termotivasi untuk merubah pola pikir dan perilaku, dan dapat mengikuti kebiasaan umum yang ada, khususnya berbagai anjuran pemerintah seperti; tetap tinggal di rumah, hindari keramaian dan menjaga jarak fisik, termasuk didalamnya pelaksanaan PSBB.
Â
Sumber Bacaan :
 Baron, R.A. dan Byrne, D, 1994. Social Psychology; Understanding Human Interaction. Allyn & Bacon, Inc, Boston
Cialdini, R. B. (2007). Psikologi Persuasif Merekayasa Kepatuhan. Jakarta: Prenada Media Group.
Milgram, S. (1963). Behavioral Study of Obedience. The Journal of abnormal and social psychology, 67(4), 371.
Morselli, D., & Passini, S. (2012). Rights, democracy and values: A comparison between the representations of obedience and disobedience in Italian and Finnish students. International Journal of Intercultural Relations. 36, 682- 693. DOI: 10.116/j.ijintrel.2012.03.008
Myers, J. A. (2015). Obedience across Romans: tracing a book wide theme and illustrating obedience with Greco-Roman literature.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2012). Experience Human Development (12th ed). New York, NY: McGrawHill.