Di batas senja, kala matahari bersandar Â
Ada Swastamita, mengukir kisah di langit jingga Â
Cintanya berdesir, seperti angin lembut di pucuk malam Â
Menggema dalam setiap lekuk hati, tak pernah hilang.
Cinta itu lahir di pagi kelabu Â
Ketika embun menari di atas dedaunan basah Â
Di dalam sunyi, suara hati Swastamita menggema Â
Menjaga jiwanya, yang tak bisa lagi berlari dari cinta.
Dia, yang selalu menatap cakrawala Â
Menemukan cintanya di sana, di ufuk tak terhingga Â
Bagai cahaya pertama fajar, yang tak pernah gagal datang Â
Swastamita mencintai dengan segenap jiwa, tak terbagi, tak tersisa.
Setiap langkahnya melukis jejak kenangan Â
Meski bayang cinta tak lagi bersua Â
Gema itu terus ada, menyusup di setiap sudut ruang Â
Tak terpisahkan dari raganya, tak terhapus oleh waktu.
Cinta Swastamita tak mengenal akhir Â
Ia terus berputar, bagai pusaran angin tak terhingga Â
Mengisi relung-relung sepi yang pernah kosong Â
Dan dalam keheningan, ia tetap mendengar gema cinta yang sama.
Di ujung malam, saat bintang-bintang mulai pudar Â
Cinta itu tetap hidup, menyala dalam jiwa Swastamita Â
Menemani tiap nafas, tiap detik yang berlalu Â
Menggema dalam hati, abadi tanpa jeda.
Di awal fajar, mereka bertemu, Â
Di bawah langit yang masih malu, Â
Cinta tumbuh seperti embun di pagi, Â
Diam-diam, namun tak terbendung lagi. Â
Hari demi hari, rintangan datang, Â
Seperti badai menggoncang hati yang tenang, Â
Namun di tengah gelapnya malam, Â
Sinar cinta mereka tetap terang.
Berjalan dalam duka dan nestapa, Â
Di bawah hujan, di antara senja, Â
Namun cinta mereka tak pernah lelah, Â
Seperti matahari yang tak pernah menyerah.
Meski jarak memisah mereka jauh, Â
Dan waktu terasa begitu rapuh, Â
Sinar cinta mereka abadi menyala, Â
Tak padam, meski badai datang menggila.
Cinta mereka adalah cahaya, Â
Yang takkan pernah hilang selamanya, Â
Terus berpijar dalam hati yang setia, Â
Menjadi saksi cinta yang tak pernah sia-sia. Â
Dan meski waktu menua, Â
Cinta mereka tetap muda, Â
Sinar abadi yang takkan pernah surut, Â
Menyinari jalan mereka sampai akhir waktu. Â
"Dalam Pelukan Arunika"
Â
Saat fajar menyingsing di langit kelabu, Â
Swastamita berdiri, merangkul bisu, Â
Kala cahaya lembut Arunika menjalar, Â
Menghangatkan hati yang lama terhampar. Â
Â
Dia mendekapku, pelukan sunyi, Â
Tanpa kata, tanpa janji, Â
Namun di sana, kurasakan teduh, Â
Rasa aman yang menentramkan kalbu. Â
Â
Dalam rengkuhannya, segala kelam luruh, Â
Tak ada beban yang perlu kurengkuh, Â
Di setiap sentuhan, kulihat cahaya, Â
Menghapus luka yang lama tersisa. Â
Â
Arunika, engkau bukan sekadar mentari, Â
Kau pengobat sepi, pelipur lara hati, Â
Bersamamu, aku tak perlu berkata, Â
Sebab kehadiranmu adalah jawabannya. Â
Â
Swastamita menemukan damai, Â
Dalam pelukanmu, di bawah langit nan ramai, Â
Arunika, kau adalah penjaga mimpi, Â
Tempatku bersandar, dalam hidup yang sunyi.
Cilacap, September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H