"Bidik... lepaskan!" teriak Raden kepada para pemanahnya.
Seiring dengan perintah itu, langit segera dipenuhi dengan panah yang melesat menuju musuh. Jeritan terdengar di mana-mana saat prajurit musuh terjatuh satu per satu, tertembus panah yang menghujani mereka tanpa ampun. Namun, meski banyak yang jatuh, pasukan musuh tidak gentar. Mereka terus maju, melewati mayat teman-teman mereka, dengan tekad untuk menghancurkan benteng yang berdiri megah di hadapan mereka.
Raden tahu bahwa musuh yang maju ini adalah prajurit terlatih, siap bertarung hingga titik darah penghabisan. "Infanteri, maju ke posisi!" serunya.
Pasukan infanteri Raden, yang terdiri dari para petani dan pejuang sukarelawan yang telah dilatih untuk bertempur, maju ke gerbang utama. Mereka berbaris dengan perisai di depan dan tombak siap untuk melawan gelombang musuh yang segera tiba. Suara dentuman keras terdengar ketika musuh mulai menghantam gerbang benteng dengan alat pemukul besar.
Raden bisa merasakan getaran di tanah di bawah kakinya saat musuh berusaha meruntuhkan gerbang. "Bersiaplah, ini akan jadi pertempuran yang panjang!" serunya untuk memompa semangat pasukan.
Dalam sekejap, gerbang itu pecah dengan dentuman besar, dan musuh menyerbu masuk. Pertempuran sengit segera meletus di halaman benteng. Prajurit dari kedua belah pihak saling bertarung dengan sengit, pedang dan tombak beradu, darah mengalir di atas tanah yang dulu tenang.
Di tengah-tengah pertempuran, Raden dan Bagus bergerak bersama, bertarung dengan setiap musuh yang mendekat. Raden berusaha menjaga semangat pasukannya tetap tinggi, memberikan perintah dengan tegas sambil terus bertarung. Meskipun mereka kalah jumlah, keberanian dan ketangguhan prajurit Raden membuat musuh kesulitan untuk maju lebih jauh.
Namun, musuh terus mendesak. Jumlah mereka yang begitu besar mulai memaksa prajurit Raden mundur sedikit demi sedikit. Di sudut lain benteng, musuh berhasil memasuki salah satu menara, memaksa para pemanah di sana turun dan bergabung dalam pertempuran jarak dekat.
"Bagus, kita harus mengusir mereka dari menara itu!" Raden berteriak di tengah kegaduhan pertempuran.
Bagus mengangguk dan segera memimpin sekelompok kecil prajurit untuk merebut kembali menara. Mereka bergerak cepat, menerobos kerumunan musuh dan memanjat tangga menara dengan hati-hati. Begitu tiba di puncak menara, mereka segera terlibat dalam pertempuran sengit dengan musuh yang telah menduduki tempat itu.
Raden, di sisi lain, memimpin serangan langsung ke tengah pasukan musuh. Dengan pedangnya yang bersinar di bawah sinar matahari pagi, ia bertarung dengan keganasan yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. Satu per satu musuh terjatuh di hadapannya, namun jumlah mereka seakan tak habis-habis.