Kembali ke Kerajaan Cahaya
Perjalanan kembali ke Kerajaan Cahaya adalah sebuah proses pemulihan bagi Alena dan Cedric. Meskipun kemenangan mereka di puncak Gunung Kuno membawa rasa lega, tetapi kelelahan fisik dan emosional masih terasa berat. Di sepanjang jalan, mereka melewati desa-desa yang pernah diliputi kegelapan, dan kini rakyatnya menyambut mereka dengan wajah penuh harapan. Rakyat yang dulunya ketakutan akan bayangan Morgath kini bisa tersenyum lagi.
Alena merasakan kehangatan baru di dalam dirinya, bukan hanya karena kemenangan atas Morgath, tetapi juga karena ia akhirnya sepenuhnya menerima takdirnya. Sebelum perjalanan ini, ia meragukan apakah dirinya layak memegang warisan leluhurnya. Namun, setelah pertarungannya di puncak gunung, Alena tahu bahwa Cahaya Kehidupan adalah bagian dari dirinya---sesuatu yang akan selalu melindungi dunia jika ia menjaga keyakinannya.
Di sampingnya, Cedric berjalan pelan dengan langkah mantap. Meskipun tubuhnya masih lelah akibat pertempuran, semangatnya tidak pudar. Ia terus memperhatikan sekeliling, menjaga agar Alena tetap aman di sepanjang perjalanan. "Kau tahu, Alena," katanya suatu hari, "kemenangan ini bukan hanya karena kekuatan Cahaya. Itu karena keteguhan hatimu. Jika bukan karena keberanianmu, kita tidak akan berhasil."
Alena menatap Cedric dengan lembut. "Aku tidak bisa melakukannya tanpa dukunganmu, Cedric. Kau selalu ada di sisiku, bahkan ketika aku meragukan diriku sendiri."
Cedric tersenyum tipis, meskipun ada rasa sakit di balik senyum itu. "Aku hanya melakukan tugasku, Putri. Tugasku adalah melindungimu, seperti aku melindungi kerajaan."
Perjalanan menuju kerajaan memakan waktu beberapa hari. Setiap malam, mereka beristirahat di desa-desa kecil, di mana penduduk memberikan makanan dan tempat bernaung dengan penuh rasa syukur. Para penduduk juga bercerita bahwa setelah lenyapnya Morgath, ladang mereka mulai kembali subur, dan cuaca yang tadinya kelam dan mencekam kini berubah menjadi cerah. Dunia mulai pulih dari kegelapan yang selama ini menghantuinya.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang, puncak menara-menara istana Kerajaan Cahaya mulai terlihat di kejauhan. Alena merasakan desiran di dadanya saat melihat bangunan megah yang dikelilingi oleh tembok putih bersih, yang berkilauan diterpa sinar matahari. Ini adalah rumahnya, dan ini adalah tempat di mana "Cahaya Kehidupan" harus kembali.
Ketika mereka mencapai gerbang kerajaan, para penjaga yang berjaga langsung memberi hormat dan membukakan jalan. Mereka berjalan dengan kepala tegak, membawa "Cahaya Kehidupan" dengan penuh kehormatan. Di jalan utama menuju istana, rakyat telah berkumpul di sisi kiri dan kanan, bersorak-sorai menyambut pahlawan mereka. Anak-anak melambai-lambaikan bendera kecil, sementara para tetua menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan.
Raja Andros dan Ratu Selene telah menunggu di tangga istana. Wajah mereka dipenuhi kebanggaan dan kebahagiaan saat melihat Alena dan Cedric tiba dengan selamat. "Putriku," Raja Andros berkata dengan suara bergetar, "kau telah membawa harapan kembali ke kerajaan ini."
Alena turun dari kudanya, lalu berjalan ke arah kedua orang tuanya. Ratu Selene memeluknya erat, matanya dipenuhi air mata. "Kami sangat bangga padamu," bisik sang ratu, "kau tidak hanya menyelamatkan kerajaan, tetapi juga dunia."
Setelah menerima sambutan hangat dari orang tuanya, Alena tahu bahwa tugas besar yang menunggunya adalah mengembalikan "Cahaya Kehidupan" ke tempat yang seharusnya---di altar suci yang berada di pusat istana. Malam itu, seluruh kerajaan berkumpul di halaman besar istana, di mana sebuah upacara sakral telah disiapkan.
Altar besar di tengah-tengah lapangan dikelilingi oleh pilar-pilar batu yang dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno yang menceritakan sejarah leluhur Kerajaan Cahaya. Di atas altar, bunga-bunga putih yang harum mengelilingi lilin-lilin besar yang berkedip-kedip, menerangi suasana malam yang tenang. Di tangan Alena, "Cahaya Kehidupan" bersinar lembut, namun kekuatannya terasa hingga ke seluruh penjuru kerajaan.
Alena berdiri di hadapan altar, dan semua mata tertuju padanya. Para bangsawan, rakyat jelata, prajurit, hingga para pemimpin dari berbagai daerah yang datang untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Raja Andros dan Ratu Selene berdiri di belakang Alena, memberikan restu dan dukungan mereka.
Dengan tangan yang mantap, Alena mengangkat artefak itu, dan cahaya di dalamnya mulai berdenyut, seolah merespon kehadiran altar suci. "Hari ini," kata Alena dengan suara tegas yang menggema di seluruh lapangan, "aku mengembalikan "Cahaya Kehidupan" ke tempat yang seharusnya. Cahaya ini adalah warisan leluhur kita, dan selama kita menjaga kebaikan dalam hati kita, cahaya ini akan melindungi kita semua dari kegelapan."
Dengan gerakan penuh hormat, Alena menempatkan "Cahaya Kehidupan" di atas altar. Sesaat setelah artefak itu menyentuh permukaan altar, ledakan cahaya yang lembut namun penuh kekuatan menyebar ke segala arah. Langit malam yang sebelumnya gelap berubah terang seketika, dan rakyat yang menyaksikan tidak bisa menahan sorak-sorai kegembiraan mereka. Cahaya itu memancar tinggi ke langit, mengelilingi kerajaan dengan perlindungan yang tak terlihat namun terasa kuat.
Alena menundukkan kepala, merasa beban yang telah lama ia pikul akhirnya terangkat. Namun, di balik semua sukacita ini, Alena sadar bahwa tanggung jawabnya baru dimulai. "Cahaya Kehidupan" mungkin telah kembali ke tempatnya, tetapi ancaman kegelapan tidak akan pernah benar-benar lenyap. Ia tahu bahwa dunia ini membutuhkan penjaga yang kuat dan bijaksana---seseorang yang siap memimpin dengan hati yang penuh cahaya dan keberanian.
Raja Andros melangkah maju dan menepuk pundak Alena. "Kerajaan ini telah aman berkatmu, Putriku. Namun, aku tahu kau juga merasakan apa yang kurasakan. Tugas kita sebagai pelindung belum selesai."
Alena mengangguk, menatap "Cahaya Kehidupan" yang kini bersinar dengan damai di altar. "Aku akan menjaga keseimbangan ini, Ayah. Kegelapan mungkin akan selalu ada, tetapi selama kita berdiri bersama, cahaya kita tidak akan pernah padam."
Dan dengan itu, malam perayaan dimulai. Alena dan Cedric disambut sebagai pahlawan, namun di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum benar-benar selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H