Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Putri Alena dan Kerajaan Cahaya - Part 7

6 September 2024   07:50 Diperbarui: 6 September 2024   07:51 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan dengan Morgath

Di puncak Gunung Kuno, angin dingin berhembus kencang, membawa serta aroma mistis yang membekukan hati. Alena dan Cedric berdiri di depan altar besar, dikelilingi oleh pilar-pilar batu kuno yang terlihat seperti penjaga abadi yang mengawasi sejak zaman dahulu. Di tengah altar itu, bersinar terang, tampak sebuah benda berkilauan yang memancarkan aura suci—Cahaya Kehidupan. Itulah artefak yang selama ini mereka cari, sebuah kekuatan purba yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan dunia.

Namun, sebelum Alena bisa mendekati artefak itu, bayang-bayang di sekitarnya mulai bergerak. Udara menjadi semakin dingin dan tebal dengan kekuatan kegelapan. Dari dalam bayang-bayang yang gelap, sosok tinggi dan mengintimidasi muncul. Ia mengenakan jubah hitam yang berkibar tertiup angin, wajahnya ditutupi oleh topeng perak yang memantulkan cahaya aneh, sementara mata merah menyala itu bersinar seperti api neraka, memancarkan kebencian yang dalam.

“Morgath…” bisik Alena dengan gemetar. Meski ia telah mempersiapkan diri untuk pertemuan ini, kehadiran Morgath lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Kegelapan yang mengelilingi pria itu seolah hidup, melingkupi tempat itu dan memadamkan cahaya di sekitar mereka.

Morgath tertawa jahat, suara tawanya terdengar seperti ribuan bisikan mengerikan yang menggema di telinga mereka. “Kau pikir bisa menghentikan aku, Putri kecil?” suaranya penuh ejekan. “Kekuatanku melampaui apa yang bisa kau bayangkan. Cahaya Kehidupan itu tidak akan pernah menjadi milikmu. Kegelapan ini adalah takdir dunia.”

Dengan satu gerakan tangannya yang tampak ringan, Morgath menciptakan dinding kegelapan yang mengurung mereka di altar. Cahaya alami seolah lenyap begitu saja, digantikan oleh kegelapan pekat yang menekan setiap jiwa yang ada di tempat itu. Cedric, yang setia mendampingi Alena, segera maju dengan pedangnya, mencoba menyerang Morgath dengan keberanian luar biasa. Namun, Morgath hanya melambaikan tangannya, menciptakan perisai sihir gelap yang tak tertembus. Cedric terpental mundur dengan keras, jatuh ke tanah dan mengerang kesakitan.

“Tidak ada tempat untukmu di sini, ksatria rendahan,” ejek Morgath tanpa rasa belas kasihan. “Kau hanyalah gangguan kecil dalam rencana besarku.”

Alena melirik Cedric yang berjuang bangkit. Meski tubuhnya sakit, tekad di matanya masih menyala. Namun, Alena tahu bahwa pertarungan ini bukan hanya soal kekuatan fisik. Morgath adalah lawan yang jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah mereka hadapi. Kekuatan gelapnya begitu besar, dan Alena bisa merasakan ketakutan mulai merayapi hatinya. Namun, di saat yang sama, ia tahu bahwa inilah momen yang telah ditakdirkan untuknya.

Alena memegang kristal Kunci Takdir dengan erat di tangannya, merasakan getaran cahaya di dalamnya yang semakin kuat. Cahaya di dalam dirinya berpendar lebih terang dari sebelumnya, seolah menjawab panggilan dari Cahaya Kehidupan yang berada di altar. Ia mengambil napas dalam-dalam, menenangkan diri meski kegelapan di sekelilingnya semakin mendalam.

“Morgath,” Alena bersuara, nadanya tegas meski ada getar samar di dalamnya, “kau tidak bisa mengambil kegelapan yang bukan milikmu. Cahaya ini adalah warisan leluhurku, dan aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan kerajaanku. Cahaya selalu hadir untuk mengusir kegelapan, dan aku akan memastikan kau tidak akan berhasil.”

Morgath tertawa lagi, kali ini lebih keras, seakan tidak terancam oleh perkataan Alena. “Cahaya itu tidak akan cukup, Putri. Kekuatanku lebih tua dari dunia ini. Aku telah hidup lebih lama dari leluhurmu, dan aku telah melihat kerajaan-kerajaan jatuh. Kau tidak bisa menghentikanku!”

Namun, Alena tidak gentar. Meski ketakutan menjalar di dalam dirinya, ia tahu bahwa kemenangan tidak datang dari kekuatan fisik semata. Kunci untuk mengalahkan Morgath ada dalam Cahaya yang ia warisi, dan lebih dari itu, dalam keberanian serta keyakinannya pada kekuatan itu. Mengingat ajaran Nyx, ia tahu bahwa kekuatan sejati berasal dari hati yang tulus dan keberanian yang tidak tergoyahkan.

Dengan mata terpejam, Alena mulai mengucapkan doa kuno yang diajarkan Nyx. Kata-katanya dipenuhi kekuatan spiritual, resonansi dari leluhurnya yang memancar dari dalam jiwanya. Cahaya mulai keluar dari tubuh Alena, mula-mula redup, namun perlahan semakin terang, mengelilingi dirinya dengan aura yang suci. Kegelapan yang diciptakan oleh Morgath mulai terkikis, perlahan tetapi pasti, dihalau oleh cahaya murni yang terus tumbuh.

Morgath menyipitkan matanya, menyadari bahwa kekuatan Alena lebih besar dari yang ia duga. Ia mundur selangkah, mengangkat tangannya untuk meluncurkan serangan kegelapan yang lebih besar. Namun cahaya Alena semakin terang, menutupi altar dan bahkan Morgath sendiri. Cahaya itu begitu kuat hingga bayangan-bayangan di sekitar mereka mulai pudar.

“Kegelapan tidak bisa menang atas cahaya, Morgath,” kata Alena dengan suara penuh keberanian. “Kegelapan hanya bisa menang ketika kita membiarkannya menguasai hati kita. Tetapi aku tidak akan pernah menyerah. Aku adalah Cahaya, dan kau tidak bisa mengalahkan itu.”

Morgath meraung dalam kemarahan, matanya yang merah menyala semakin terang. “Ini tidak mungkin! Aku adalah Penguasa Kegelapan! Kegelapan tidak bisa kalah oleh cahaya!”

Namun, meski Morgath mencoba melawan, kegelapan yang ia ciptakan semakin melemah. Cahaya Alena, yang dipandu oleh kekuatan leluhurnya, melampaui semua batas. Dengan teriakan terakhir yang menggema di udara, Morgath mulai kehilangan kekuatannya. Tubuhnya yang dulu tampak begitu kuat dan tak terkalahkan kini mulai memudar, seperti bayangan yang dihapus oleh sinar matahari pagi.

Dalam sekejap, Morgath menghilang, kegelapan yang selama ini melingkupi Gunung Kuno lenyap bersama dengannya. Cahaya Alena kembali meredup, menyisakan ketenangan di puncak gunung yang kini diterangi oleh Cahaya Kehidupan yang murni.

Cedric, yang akhirnya bisa berdiri kembali, menatap Alena dengan penuh kekaguman dan rasa hormat. “Putri, kau telah melakukannya. Kau mengalahkan Morgath…”

Alena tersenyum lelah, tetapi penuh kepuasan. “Ini belum selesai, Cedric. Masih ada satu hal yang harus kita lakukan—mendapatkan Cahaya Kehidupan dan memastikan kedamaian kembali ke kerajaanku.”

Dengan langkah mantap, Alena berjalan menuju altar, siap untuk menyelesaikan takdir yang telah menantinya sejak awal perjalanan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun