Namun, Alena tidak gentar. Meski ketakutan menjalar di dalam dirinya, ia tahu bahwa kemenangan tidak datang dari kekuatan fisik semata. Kunci untuk mengalahkan Morgath ada dalam Cahaya yang ia warisi, dan lebih dari itu, dalam keberanian serta keyakinannya pada kekuatan itu. Mengingat ajaran Nyx, ia tahu bahwa kekuatan sejati berasal dari hati yang tulus dan keberanian yang tidak tergoyahkan.
Dengan mata terpejam, Alena mulai mengucapkan doa kuno yang diajarkan Nyx. Kata-katanya dipenuhi kekuatan spiritual, resonansi dari leluhurnya yang memancar dari dalam jiwanya. Cahaya mulai keluar dari tubuh Alena, mula-mula redup, namun perlahan semakin terang, mengelilingi dirinya dengan aura yang suci. Kegelapan yang diciptakan oleh Morgath mulai terkikis, perlahan tetapi pasti, dihalau oleh cahaya murni yang terus tumbuh.
Morgath menyipitkan matanya, menyadari bahwa kekuatan Alena lebih besar dari yang ia duga. Ia mundur selangkah, mengangkat tangannya untuk meluncurkan serangan kegelapan yang lebih besar. Namun cahaya Alena semakin terang, menutupi altar dan bahkan Morgath sendiri. Cahaya itu begitu kuat hingga bayangan-bayangan di sekitar mereka mulai pudar.
“Kegelapan tidak bisa menang atas cahaya, Morgath,” kata Alena dengan suara penuh keberanian. “Kegelapan hanya bisa menang ketika kita membiarkannya menguasai hati kita. Tetapi aku tidak akan pernah menyerah. Aku adalah Cahaya, dan kau tidak bisa mengalahkan itu.”
Morgath meraung dalam kemarahan, matanya yang merah menyala semakin terang. “Ini tidak mungkin! Aku adalah Penguasa Kegelapan! Kegelapan tidak bisa kalah oleh cahaya!”
Namun, meski Morgath mencoba melawan, kegelapan yang ia ciptakan semakin melemah. Cahaya Alena, yang dipandu oleh kekuatan leluhurnya, melampaui semua batas. Dengan teriakan terakhir yang menggema di udara, Morgath mulai kehilangan kekuatannya. Tubuhnya yang dulu tampak begitu kuat dan tak terkalahkan kini mulai memudar, seperti bayangan yang dihapus oleh sinar matahari pagi.
Dalam sekejap, Morgath menghilang, kegelapan yang selama ini melingkupi Gunung Kuno lenyap bersama dengannya. Cahaya Alena kembali meredup, menyisakan ketenangan di puncak gunung yang kini diterangi oleh Cahaya Kehidupan yang murni.
Cedric, yang akhirnya bisa berdiri kembali, menatap Alena dengan penuh kekaguman dan rasa hormat. “Putri, kau telah melakukannya. Kau mengalahkan Morgath…”
Alena tersenyum lelah, tetapi penuh kepuasan. “Ini belum selesai, Cedric. Masih ada satu hal yang harus kita lakukan—mendapatkan Cahaya Kehidupan dan memastikan kedamaian kembali ke kerajaanku.”
Dengan langkah mantap, Alena berjalan menuju altar, siap untuk menyelesaikan takdir yang telah menantinya sejak awal perjalanan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H