Umberto Eco menandaskan,  bahwa  ruang  lingkup  semiotika  sangatlah luas  sehingga  menimbulkan  kesan  "imperialisme"  yang arogan.  Namun  jika mengikuti  Charles  Morris,  seorang  filsuf  yang  menaruh  perhatian  atas  ilmu tanda-tanda,  semiotika  pada dasarnya  dapat  dibedakan  ke  dalam  tiga  cabang penyelidikan, yaitu sintaktika (sintaksis), semantika (semantik) dan pragmatika (pragmatik).
   Sintaktika   adalah   cabang   penyelidikan   semiotika   yang   mengkaji hubungan formal diantara  satu  tanda  dengan  tanda-tanda yang  lain.  Dengan kata lain, karena  hubungannya  formal  ini  merupakan  kaidah-kaidah  yang mengendalikan  tuturan  dan interpretasi,  maka  pengertian  sintaktik  kurang lebih adalah semacam "gramatika".
   Semantika  adalah  cabang  penyelidikan  semiotika  yang  mempelajari hubungan  diantara  tanda-tanda  dengan  designata   atau  objek-objekyang diacunya.  Yang dimaksud desegnata ialah  makna  tanda-tanda  sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu.
   Pragmatika adalah cabang  penyelidikan  seemiotika  yang  mempelajari hubungan   diantara   tanda-tanda   dengan   intrepeter-intrepeter   atau   para pemakai tanda-tanda. Pragmatik secara khusus berurusan dengan aspek-aspek komunikasi, khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.
   Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah kita ada tetangga yang memasang janur maka itu pertanda ada 'hajatan' perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian, Bagi etnis tertentu seperti warga keturunan China di Jakarta justru menggunakan warna putih dari kain blacu untuk menandakan mereka merasa sangat kehilangan dan ditinggalkan orang yang mereka kasihi. Bahkan di jendela atau pintu rumah mereka ada tanda garis miring satu atau silang untuk menunjukkan siapa yang meninggal.
   Bila hanya ada satu garis itu berarti baru istri atau suami/orang, tua yang meninggal sedangkan bila terdapat dua garis maka kedua orang tua/suami istri yang ada di rumah tersebut sudah meninggal. Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang, mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
   kebudayaan sebagai tanda. Pada dasamya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, yang perlu dipertanyakan lebih lanjut
   ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang, tersembunyi di balik sebuah teks, Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna 'berita di balik berita'
   Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan 'tanda'. Maka dari itu, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli semiotika, Umberto Eco menyebut tanda sebagai suatu 'kebohongan' dan dalam Tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya
   Selain tanda, ada istilah lain yang seringkali dipersamakan, yaitu simbol. Robert  Sibrani,  dengan  mengutip  pendapat  van  Zoest; simbol  adalah  sesuatu yang  dapat  menyimbulkan  dam  mewakili  ide,  pikiran,perasaan,  benda,  dan tindakan  secara  arbitrer, konvensional  dan  representatif-interpretatif.  Dalam hal  ini,  tidak  ada  hubungan  alamiah  antara  yang  menyimbolkan  dan  yang disimbolkan.  Implikasinya  berarti,  baik  yang  batiniah  (perasaan,  pikiran  atau ide)  maupun  yang  lahiriah  (  benda  dan  tindikan) dapat  diwakili  dengan simbol.
   Sedangkan  dalam  konsep  Pirce  simbol  diartikan  sebagai  tanda  yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungannya dengan simbol sebagai   penanda   dengan   sesuatu   yang   ditandakan   (petanda)   sifatnya konvensional. Berdasarkan   konvensi   itu   pula   masyarakat   yang memakainya menafsirkan  ciri  hubungan  antara  simbol  dengan  objek  yang  diacu  dan menafsirkan maknanya.  Dalam arti demikian, kata misalnya, merupakan salah bentuk  simbol  karena  hubungan kata  dengan  dunia  acuannya  ditentukan berdasarkan  kaidah  kebahasaanya.  Kaidah  kebahasaannya  itu  secara  artifisial ditentukan berdasarkan konvensi masyarakat pemakainya.