Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Saatnya VAR Disuntik Mati

4 Oktober 2023   01:20 Diperbarui: 4 Oktober 2023   16:00 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.football.london

Langit cerah menaungi Stadion White Hart Line, London. Pemilik stadion megah ini akan menjamu Liverpool dalam pekan ke 7 Premier League. Semua tampak sama layaknya pertandingan Liga Inggris lainnya.

Stadion berkapasitas 62 ribu penonton ini terisi penuh. Pada musim ini suporter tuan rumah tengah bergairah melihat perjalanan timnya yang menunjukkan kemajuan, apalagi lawannya adalah Liverpool, tim yang pernah mengalahkan mereka di partai puncak Liga Champions.

Gemuruh penonton terdengar saat kedua kesebelasan memasuki lapangan. Tak ada yang aneh dalam pertandingan ini. Namun cerita sebenarnya mulai tercipta saat wasit meniupkan peluitnya, bukan karena hasil akhir 2-1 untuk kemenangan tuan rumah, tapi kekeliruan VAR jadi penyebabnya.

Insiden ini terjadi menit ke 34 setelah Luis Diaz dianggap terperangkap offside oleh hakim garis. Teknologi VAR yang salah satu tugasnya mengecek gol dan offside, mengamini keputusan hakim garis.

Namun dalam tayangan ulang terlihat Diaz masih berada di depan tiga bek Spurs. Naasnya penggunaan VAR pada laga ini tak dibarengi pengukuran dengan garis imajiner untuk melihat posisi pemain.

Nestapa belum usai buat The Reds, dua menit selepas insiden ini mereka harus kemasukan bola lewat sontekan Son Heung-Min. Usai laga, Jurgen Klopp menanggapi insiden ini sebagai sebuah kekeliruan.

"Bola di antara kaki Mo (Salah), mereka (wasit) menggambar garis dengan keliru dan tidak memutuskan dengan tepat pada momen Mo melepaskan umpan. Saya sangat yakin tidak ada ofisial yang membuat kesalahan dengan tujuan, tetapi blunder itu tetap terjadi," ujar Klopp kepada Sky Sports.

"Kami mencetak gol yang fantastis. Apakah itu dapat mengubah jalannya laga? Saya tidak tahu. Namun, kemungkinan itu ada karena gol selalu membantu tim," ungkap Klopp.

Ucapan keras tersebut memang beralasan sebab satu gol sangat berarti dalam menentukan jalannya sebuah laga. Badan perwasitan di Inggris, PGMOL telah mengkonfirmasi kekeliruan mereka, tapi ucapan saja tak cukup menentukan kemenangan dalam pertandingan.

Sejak dulu sepak bola tak pernah menjadi olahraga yang semurni-murninya adil. Nyatanya seorang pengadil di lapangan mengandalkan subjektivitasnya dalam melihat sebuah peristiwa sebelum mengambil keputusan.

Lalu kontroversi tersebut mengalir indah, menjadi sebuah cerita menyesakkan ataupun bahagia yang diceritakan secara turun temurun. Pitutur ini secara tak langsung merawat gairah dalam sepak bola juga ekosistem di dalamnya.

VAR muncul dengan harapan menghancurkan subjektivitas ini. Trobosan tersebut lama kelamaan terasa sebagai FOMO pemangku kepentingan dalam sepak bola. Mereka terlena dengan teknologi yang sebenarnya memiliki beberapa dampak meresahkan.

Selain kekeliruan keputusan yang diambil, pengecekan VAR berpotensi menghilangkan gairah itu sendiri. Pemain dan penonton harus menunggu untuk berselebrasi merayakan gol yang dinanti. Gairah yang seharusnya muncul dalam satu pertandingan seakan surut dalam beberapa saat.

Padahal sepak bola dimainkan dengan berbagai aspek seperti momentum serta psikologis. Ketika gol tercipta dan selebrasi dilakukan oleh para pemain serta penonton, membuat sebuah momentum magis yang menambah gairah permainan, meningkatkan psikologis tim, serta menurunkan semangat juang klub lawan.

Sedangkan VAR memerlukan waktu untuk melakukan verifikasi gol, hingga akhirnya merampas momentum ini. Pemain dan penonton harus menunda selebrasinya. Momen ini jadi terasa hambar.

Penciptaan VAR bermaksud untuk mengurangi beban wasit, tapi hari ini kita melihat teknologi tersebut sangat menjemukkan. Dewasa ini fans khususnya di Eropa semakin dewasa dan bisa menerima kekeliruan seorang pengadil karena mereka juga seorang manusia.

Namun keputrusan wasit yang digabungkan oleh VAR  dalam laga Tottenham menghadapi Liverpool menjadi blunder fatal. Setelah melihat kegunaan VAR yang tak efektif dan membunuh gairah dalam sepak bola itu sendiri, lalu apa gunanya teknologi ini? Bukankah lebih baik VAR di suntik mati?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun