Keindahan toleransi dan wujud implementasi Pancasila sila pertama juga pernah saya rasakan ketika berkunjung ke wilayah timur Indonesia, tepatnya di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada 2017.
Kedatangan saya ke sana bertepatan dengan acara Semana Santa yang dirayakan oleh umat Katolik sebagai pemeluk agama mayoritas. Waktu menunjukan pukul 17.40 WITA, suara lonceng berbunyi dari sebuah gereja.
Setelahnya, seseorang dari balik mikrofon itu menyerukan kepada umat Katolik untuk bersiap ikuti prosesi Adorasi Umum Sakramen Maha Kudus dan Ziarah Cium Tuan Ma dan Tuan Ana sebagai upacara menyambut Semana Santa.
Setelah seruan itu reda, isi pengumuman berganti menjadi peringatan kepada umat Islam untuk mempersiapkan diri menggelar ibadah sholat magrib walaupun masjid maupun musala sangat jarang di wilayah ini. Bahkan, saya hanya dapat mendengar suara adzan dari kejauhan.
Pada malam hari, prosesi ibadah umat Katolik berlangsung. Nampak beberapa aparat kepolisian berpakaian lengkap berjaga mengamankan prosesi yang berlangsung khidmat. Umat Katolik berjalan membawa lilin menyala melantunkan kidung pujian.
Sekeliling jalan yang dilewati rombongan umat Katolik itu dibatasi dengan pagar kayu. Terlihat beberapa warga menyaksikan prosesi ini dari balik jalan. Ada pula warga yang berada di dalam jalan, mengenakan sebuah selempang yang menandakan bahawa mereka adalah petugas.
Ternyata sebagian besar dari petugas ini merupakan umat Islam yang membantu jalannya prosesi tersebut. Perayaan Semana Santa juga seperti itu, umat Muslim akan menjaga jalannya prosesi ini demi kelancaran.
Sebaliknya, ketika Ibadah Salat Idul Fitri maupun Idul Adha, umat Katolik akan melakukan hal serupa pada saudaranya. Mereka akan berjaga sampai acara selesai dan membantu proses dari awal hingga akhir.
Indahnya keberagaman dan toleransi beragama sangat penting untuk menjaga keutuhan NKRI sekaligus menciptakan sebuah harmoni dalam tatanan masyarakat. Langkah ini merupakan sebuah kebiasaan yang telah ada di bumi Nusantara.