Panggung yang harusnya diberikan bagi pemain asli harus tergusur dengan kedatangan bintang dari negara lain. Sampai sekarang Tim Nasional Inggris tak memiliki prestasi, bandingkan dengan Prancis, Spanyol, Jerman, dan Portugal sebagai negara pengekspor talenta berbakat ke sana.
Cita-cita dan moral liga yang harusnya dikembangkan untuk timnas jadi bergeser demi uang yang nampaknya sejajar dengan harga diri bangsa beserta masyarakatnya. Sistem ekonomi kapitalis yang mendewakan angka sukses diaplikasikan di liga.
Sepakbola yang dulu dicetuskan untuk hiburan dan melepas rasa penat, kini semata untuk mendulang angka. Kehadiran pemain bertalenta dari negara lain merangsangnya. Sedangkan kedatangannya dan kebijakan sebagian besar klub Premier League kini telah menginjak kemanusiaan dan moralitas.
Jika benar sepakbola tak lepas dari kondisi sosial masyarakat didalamnya, akankah ini cermin dari masyarakat modern yang individualistik. Jika iya, kondisi Inggris sekarang menjadi kematian bagi kemanusiaan, setidaknya di sana, negara penganut sistem kapitalis.
Mungkin Premier League akan bertahan untuk beberapa tahun mendatang, sampai bermunculan talenta-talenta yang menolak tawaran. Pemain-pemain yang mengerti arti moral dan kebanggan tak bisa dibeli dengan segunung uang.
Para pemain yang menghormati desah kesedihan wanita demi memperjuangkan hidup dengan pengamanan minim. Serta bunyi keroncongan yang terdengar nyaring dari perut anak-anak kecil Inggris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H