Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fragmen Kecil dari Balik Tanggul Utara Jakarta

18 Juli 2018   15:45 Diperbarui: 18 Juli 2018   19:45 2606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukannya tak ada uluran tangan dari pemangku kebijakan di sana untuk memindahkan lokasi, tapi Bang Ilyas tak mau memindahkan tempat berbagi pengalamannya. Ia berdalih bahwa tempat seperti inilah yang akan adik-adik temui di belantara jurnalisme, kelak. 

Memang benar, jurnalis harus siap mental menghadapi segala keadaan di lapangan apalagi mereka ditugaskan di desk megapolitan. Mayat, sungai, sampah, darah, anarkisme, polisi, dan rutan merupakan lokasi serta pemandangan tiap hari. 

Bukan miris melihat keadaan tersebut, tapi adrenalin makin tertantang berbagi pengalaman kepada adik-adik ini. Ide menulis dimulai dari banyaknya lalat menjadi pembuka artikel kali ini, karena menurut saya hal ini menarik. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di tengah kerumunan lalat dan keterbatasan keluarga, anak-anak masih berniat untuk mengikuti kelas yang diadakan tiap minggu sampai tiga bulan ke depan. Menurut saya disitulah kehebatannya dan memang benar lokasi seperti inilah yang menggambarkan kehidupan jurnalis lapangan, seperti yang saya rasakan dulu.

Bagi saya tempat kumuh adalah tempat bermain paling mengasikan bagi pewarta. Insting mencari berita sambil mengasah kepekaan seorang jurnalis dalam membingkai sudat pandang dalam tulisannya akan teruji di tempat seperti ini. 

Banyak yang bisa saya gali dari kedatangan kali ini. Mulai dari keceriaan adik-adik, interaksi dengan kawan-kawan, realita kehidupan di kampung nelayan Cilincing, serta proses pengambilan kerang sampai dapat dihidangkan bagi perut Anda bisa dijadikan objek tulisan. 

Belajar di tengah lapangan terbuka dikelilingi bangunan merupakan sebuah tantangan tersendiri. Akan banyak adik-adik balita serta para orang tua yang melihat bahkan mengobrol disekitarnya. 

Suara bising yang mereka hasilkan serta kelakuan balita yang suka berlarian kesana kemari akan memecah konsentrasi dan daya tangkap telinga peserta. Namun lagi-lagi, keduanya harus mereka hadapi di kemudian hari sebagai seorang wartawan. 

Adik-adik yang mengikuti kelas kali ini terlihat menikmati suasana yang ada. Mereka mencatat materi yang diberikan Bang Ilyas, seperti yang dulu sering dilakukannya saat mencatat fragmen kecil dari pengindraannya ketika meliput. 

Bukan untuk dijadikan bahan berita, tapi digunakan sebagai bekal buku yang telah di rencanakan sebelum kami bertemu. Katanya akan diluncurkan pada agustus nanti. 

Buku itu berjudul kitab kuning, berisi kedangkalan etika dan moral para pewarta yang ia temui. Saya juga ingat dulu ia sering membuat sketsa, apakah gambar itu akan digunakan dalam bukunya? Entahlah saya lupa menanyakannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun