Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Sampah Jakarta Gak Cuma di Darat, Bang!

11 Januari 2017   12:44 Diperbarui: 12 Januari 2017   05:16 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu konsep matang demi suksesnya cita-cita ini. Melakukan sosialisasi ke berbagai daerah khususnya di daerah pelosok yang belum banyak terkontaminasi oleh tangan jail manusia. Kenapa harus pelosok? Karena warganya cenderung memegang teguh tradisi dan amat bergantung pada alam. Tapi ancaman suatu saat datang ketika pemerintah melakukan eksploitasi dalam bentuk ekonomi baik pembukaan lahan, pembangunan pabrik, atau pembukaan daerah pariwisata yang dibarengi dengan sarana serta prasarana transportasi sehingga mengundang manusia dari banyak daerah. 

Pembangunan tersebut suka tidak suka akan merusak alam karena mengundang manusia untuk datang dengan kotoran yang dihasilkan. Peran serta masyarakat asli dalam menjaga dan melek terhadap keberlangsungan alam akan mengawal pembangunan dan kebersihan lingkungan sehingga para pendatang segan merusak lingkungan. 

Bagaimana dengan lingkungan yang terlanjur rusak dengan warga yang kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan seperti Jakarta? Caranya sama dengan penyuluhan yang terus menerus namun harus diramu dengan argumen kuat dan masuk akal, karena warga Jakarta dan kota-kota maju lainnya lebih modern sehingga pemikirannya lebih maju dibanding warga pedalaman yang percaya dengan kepercayaan serta tahayul. 

Pemberian denda seberat-beratnya serta relokasi dari bantaran sungai cukup efektif untuk meningkatkan keresahan warga bantaran sungai kembali membandel. Mengapa harus keras? Coba tengok masa Soeharto berkuasa, sangat sedikit orang yang berani bangun dari kasur nyamannya untuk berorasi menyuarakan kritik pada pemerintahan orba. 

dokumentasi pribadi (situgunung)
dokumentasi pribadi (situgunung)
Semua itu terjadi karena ketakutan mereka akibat sanksi yang diberikan berupa penjara atau lenyap dari muka bumi. Indonesia saat itu aman dari demo dan mogok kerja, penggugatan ke pengadilan juga tidak ada. Sedikit keras itu perlu layaknya orangtua bersama anak. 

Jika persoalannya melanggar HAM masyarakat bantaran susngai, penjara juga melanggar HAM karena jeruji besi itu menjauhkan manusia dari keluarga, lingkungan, dan teman sepermainannya. Mereka juga dirampas hak untuk melepas kegundahan syahwatnya. 

Saatnya berfikir soal KAM, Kewajiban Azazi Manusia karena ada hak ada kewajiban, bukan? Berfikirlah cerdas, dunia ini tidak dibuat hanya untuk Anda. Dunia ini dibuat untuk seluruh mahluk termasuk yang terkecel seperti mikroba dan orang-orang yang taat peraturan tetapi terkena dampak sampah Anda!

Menarik ditunggu perjalanan tiga pasang calon Gubernur DKI dalam menanggulangi sampah di laut, perumahan kumuh di bantaran sungai, dan banjir. Apakah konsep rumah apung akan dipakai? Apakah penggusuran yang katanya tidak bermoral itu dilakukan lagi? Atau mempercantik rumah kumuh dengan pengecetan ulang bisa berfaedah mengurangi banjir? Semua itu tergantung selera Anda, warga DKI yang terhormat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun