Trio pasangan bakal cagub dan cawagub DKI saling adu strategi dan program dalam mengambil simpati rakyat Jakarta. Sedikitnya ada tiga masalah  utama yang ingin dibenahi oleh para petarung yaitu banjir, kemacetan, dan kesenjangan ekonomi. Sayangnya kali ini saya hanya ingin fokus pada masalah banjir yang setia menemani Jakarta.Â
Berbicara mengenai banjir, kita harus melihat dari hulu hingga hilir guna membebaskan Jakarta dari bahaya tersebut. Karena perjalanan air yang mengaliri Ibu Kota amat melelahkan dan membosankan akibat banyak arus air terhalang oleh sampah, mari kita tabuhkan genderang perang pada sampah.Â
Disamping pembalakan liar dan alih fungsi resapan air di daerah puncak menjadi vila-vila, sampah yang dibuang ke sungai menjadi pemicu lain terjadinya banjir. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah ditempat seharusnya adalah salah satu sebabnya. Â
Mudahnya membuang sampah di sungai dibanding di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) merupakan dalih warga. Bagaimana tidak, rumah warga yang berdekatan dengan bibir sungai adalah satu pemicunya. Ailiran air pun membawa sampah rumah tangga tersebut menuju muaranya yaitu laut, kadang tersangkut sampah lain dan menumpuk menyebabkan naiknya permukaan air sehingga banjir tak terhindarkan.Â
Pembangunan rumah di bibir sungai merupakan satu perbuatan yang melanggar hukum karena menurut UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No 38/2011 tentang Sungai menyatakan bahwa 10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Sungai, termasuk sempadan, adalah milik negara. Sumber
Tapi warga di bibir sungai punya dalih lainnya yakni mempertanyakan kecerobohan Pemprov dalam menerbitkan surat tanah yang mereka miliki. Inilah kendala Ahok ketika hendak merelokasi warga bantaran sungai ke rusun-rusun, pembebasan lahan menjadi jawaban ketika ia menjabat sebagai cagub untuk mempercantik bantaran sungai. Â
Setidaknya itulah dalih Pemprov DKI dan masyarakat bantaran sungai menghadapi salah satu perdebatan mengatasi banjir sekaligus menghilangkan aliran sungai dari sampah. Pekerja Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) menjadi pelita warga DKI untuk menghilangkan sampah yang bertebaran di sudut-sudut kota.Â
Walau kinerjanya sangat efektif menghilangkan sampah tetap saja beda nahkoda beda formasi yang diterapkan. Ahok hilang, sungai kembali dipenuhi sampah. Meskipun Anda bukan Ahoker, cobalah untuk tidak membohongi hati kecil bahwa realita yang saya utarakan adalah benar adanya.Â
Sebentar, ada bagian yang hilang dari pembuangan sampah ke ke sungai. Kita belum bicara soal muara dan kepulauan seribu yang masuk provinsi DKI Jakarta! Bagaimana penanganan sampah disana apalagi beberapa pulau itu merupakan destinasi wisata warga.Â
Muram! Itulah satu kata yang harus saya lontarkan. Sungai mengalir dan bermuara di lautan lepas. Sampahnya juga terbawa sebagai bekal dari kita, manusia, kepada lautan yang memberikan kita protein dan komuditas tambang. Sampah plastik dan pempers adalah beberapa ornamen penghias teluk Jakarta.Â
Situasi ini saya alami sendiri ketika hendak menyebrang menuju Pulau Pramuka, salah satu gugusan kepulauan seribu. Petualangan sampah tak berhenti di teluk, Anda akan menemukan mereka di tengah laut!Â