Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Palagan Baru Para Calon Presiden 2014

27 Desember 2016   19:51 Diperbarui: 28 Desember 2016   11:58 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Seandainya" menjadi satu kata kunci mengawali harapan masyarakat yang pupus. "Seandainya Prabowo jadi presiden" "Seandainya Soeharto masih jadi presiden" yah itulah beberapa kalimat yang sering terlontar. Sosok militer seakan amat kental di lubuk hati masyarakat tapi mereka juga mengutuk tindakan represif militer saat Soeharto berkuasa. Sehingga dapat disimpulkan perawakan pemimpin yang tinggi besar dan tegap masih menjadi figur pemimpin di benak masyarakat.

Sepertinya masih banyak masyarakat, yang saya liat dari kalangan berpendidikan minim dan berafilisasi pada kelompok tertentu, amatlah sulit berfikir jernih dan melupakan semua pertempuran dahsyat tersebut. Walaupun situasi ini tidak asik untuk Indonesia yang ingin belajar berjalan, tapi inilah posisi negara saaat ini. Peran media massa juga memiliki andil besar untuk membentuk sebuah opini.

Seperti yang kita tahu, Pemerintahan Jokowi sering diterpa isu miring. Isu-isu tersebut semakin kencang berhembus kala para oposisi menyampaikan pendapatnya dan terkadang pendapat tersebut amat menjatuhkan pemerintahan. Media massa menjadi corong oposisi menyuarakan aspirasinya. Negara ini memang demokratis, namun demokrasi harus dibarengi dengan peraturan atau setidaknya norma.

Jika kebebasan itu di dilepas liarkan, dapat menyebabkan ketidak stabilan. Dewasa ini, media massa dimiliki oleh konglomerat yang bermain di dunia politik. Sehingga media tersebut menjadi alat propaganda sang pemilik modal, lalu kita sebagai masyarakat yang dijadikan konsumen harus rela mendapatkan berita-berita yang memihak.

Walau keberpihakan itu tidak terlalu kentara namun kita bisa menganalisisnya jika sering melihat produk berita dari berbagai media massa. Setiap media massa memiliki frame atau bingkainya tersendiri di setiap peristiwa. Dari sana kita bisa menafsirkan pesan apa yang sebenarnya ingin ditekankan oleh media tersebut.

Sehingga kita harus menjadi warga cerdas dalam memilah dan memilih produk pers sebagai konsumsi. Warganya ingin sejahtera namun tidak dibarengi dengan aksi nyata. Bagaimana sebuah bahtera bernama Indonesia berjalan sendiri tanpa bantuan teknisi dan anak buah kapal jika keduanya kita gunakan sebagai pengandaian masyarakat?

Bahtera itu tidak akan berjalan sesuai harapan. Sebagai sebuah kesatuan, seharusnya masyarakat dan pemerintah mampu bersinergi agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Semoga tahun 2017 sinergi dan stigma tentang pemerintah berubah positif dan berbuah manis pada pemerataan pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun