Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Almanak tentang "Si Kafir" Penista Agama, dari Zaman VOC hingga Kini

7 Desember 2016   14:21 Diperbarui: 7 Desember 2016   14:38 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akibat pertarungan super dahsyat yang menghabiskan energi kesatuan NKRI walaupun cakupannya di DKI Jakarta dan pemanasan isu yang sistematis dan terorganisir, situasi panas juga terasa pada tradisi kesederhanaan meminum kopi di masyarakat. Obrolan yang biasanya tentang masalah hidup kini berubah menjadi ompol (omong politik). Oh God, haruskah politik, ilmu kotor ini, masuk juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat!

Sebagai salah satu masyarakat yang melestarikan budaya minum kopi bersama, sayapun merasakannya. Bahkan ada satu celetukan dari salah seorang teman, ia mengatakan "kita boleh membunuh orang kafir,". Warbyasah, kawanku satu ini ingin melangkahi kuasa Tuhan untuk mengambil ruh dari raga seseorang.

Lagi-lagi, ini adalah contoh kita yang telah menjadi 'budak medsos' karena ia melihat dalil ini dari youtube. Jika memang dalil itu benar, apakah harus aku kritisi soal ajaran agama dan kata-kata "rahmatan lil alamin? Apakah harus aku bilang, aku malu dengan agama karena aku melihat fenomena sekarang yang mengamini perkataan Karl Marx "agama adalah candu"?

Apakah lebih baik menjadi penganut atheis dan menjadi kafir? Karenanya kita tak perlu repot memikirkan zat lain yang tidak diketahui oleh Albert Einstein merujuk pengakuannya sebelum wafat. Tapi apapun itu, karena terlahir di negara bertuhan merujuk pada Pancasila, sila pertama, maka masyarakat Indonesia haruslah memeluk agama yang telah diakui oleh pemerintah.

Lagi, aku harus dihadapi dengan kenyataan lain. Aku, seorang yang cukup dikenal di kampung dan pandangannya cukup didengar oleh kalangan pemuda usiaku harus memberikan wejangan lain soal stigma etnis Tionghoa yang menguasai ekonomi Indonesia.

http://harmonibersaudara.com/
http://harmonibersaudara.com/
Diatas meja dan empat gelas cangkir berisi kopi beserta berbungkus-bungkus rokok dan remah-remah sisa cemilan, seorang mengatakan bahwa "Cina telah menguasai Indonesia, gimana mau maju negara kalo dikuasain Cina," katanya. Bukan hanya itu, sobat satu ini mengatakan hal lebih keras lainnya yang sangat tidak pantas saya utarakan disini.

Kasusnya bukan terjadi pada satu orang, banyak lainnya yang amat membenci etnis Tionghoa. Mengapa demikian? Semua karena stigma yang terus dipelihara dari zaman VOC hingga kini.

Pembantaian, pembakaran hunian etnis Tionghoa, dibarengi dengan penjarahan pernah terjadi di Batavia pada tahun 1740. Genosida itu adalah salah satu yang terkelam. Akar permasalahannya satu, yaitu kesenjangan sosial yang tinggi di Batavia.

Persaingan usaha antara pemerintahan VOC dengan para pedagang dari Negeri Tirai Bambu amat kental terjadi. Petinggi VOC saat itu menginstruksikan untuk membuat peraturan tentang  pungutan bagi pedagang Tiongkok hingga pembuatan "surat izin tinggal" bagi mereka. Bagi mereka yang tidak memiliki surat izin tinggal di Batavia atau di dalam kota, mereka akan dibuang.

Sebelum memperketat perdagangan bagi pedagang dari Tiongkok, VOC amat senang dengan tenaga mereka sehingga VOC sering membawa pedagang maupun pekerja dari Tiongkok karena ulet dalam bekerja. Bukan hanya ulet, pekerja Tiongkok lebih murah upahnya dibandingkan pekerja dari Belanda. Bagaimana dengan SDM pribumi? Banyak diantara mereka tidak memiliki cukup keterampilan dan berpendidikan kurang, sehingga banyak diantaranya dijadikan pekerja kasar.

Namun karena semakin banyak warga Tiongkok yang datang ke Batavia dan banyak diantaranya memiliki posisi bagus di pemerintahan, mereka berani melakukan pembelotan terhadap kekuasaan VOC akibat kesewenang-wenangan yang terjadi. Warga Tiongkok yang berada di luar kota menyerbu Batavia, namun usaha mereka gagal karena dihalau aparat keamanan, tentara VOC akhirnya balik menyerang dan membakar seluruh rumah yang ditinggali oleh penduduk dari Tiongkok.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun