Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Tukik dan Perjuangan Mengangkat Olahraga Tradisional

17 November 2016   05:57 Diperbarui: 17 November 2016   18:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden RI Joko Widodo, mencanangkan salah satu program unggulannya yaitu Revolusi Mental, program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kedaulatan NKRI yang diawali dari diri sendiri. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam hal ini memiliki mandat melakukan salah satu implementasi gerakan nasional tersebut.

Melalui program Gerakan Bersih dan Senyum (GBBS), Kemenko Maritim berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan serta melestarikan budaya ramah tamah yang kini mulai memudar. Kementerian yang mengkoordinasi pekerjaan di bidang kemaritiman menggandeng seluruh elemen agar mensukseskan gerakan ini.

Senin, 14 November 2016, Kemenko Maritim melakukan kegiatan sosialisasi GBBS di Kepulauan Seribu, Jakarta. Dalam acara tersebut, Kemenko Maritim menggandeng Bank Indonesia untuk mendonasikan penanaman trumbu karang serta pelepasan 30 ekor tukik di Pulau Karya, salah satu gugusan pulau di Kepulauan Seribu. Tukik dari jenis penyu sisik ini adalah hasil penangkaran di Pulau Karya. Diharapkan, tukik yang nantinya berubah menjadi penyu dewasa akan kembali dan bertelur di Pulau Karya.

Selain menggandeng Bank Indonesia, Kemenko Maritim juga mengajak beberapa komunitas untuk mengubah mental masyarakat, salah satunya adalah Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI). Komunitas ini merupakan relawan yang terdiri dari sekumpulan anak muda peduli kelangsungan olahraga tradisional di Indonesia.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Penyu dan olahraga tradisional seakan hidup segan mati tak mau di zaman moderen seperti sekarang. Keduanya merupakan potret bahwa bangsa ini tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Kini keberadaan keduanya amatlah terpinggirkan.

Modernisasi menjadi faktor paling besar yang merusak kehidupan penyu serta olahraga tradisional. Modernitas membawa limbah dan sampah untuk mencemari tempat tinggal para penyu. Perlu diketahui, penyu merupakan hewan penanda keasrian ekosistem laut.

Penyu merupakan hewan purba nan bersih, ia enggan menginjakan kakinya di sembarang pulau, hanya pulau bersihlah yang ia singgahi. Penyu memiliki karakteristik fantastis lainnya, dia adalah hewan yang tak lupa tempat awal menetas artinya mereka tak lupa dari mana asalnya, tidak seperti manusia kebanyakan yang lupa daratan, menghancurkan alam atas dasar pembangunan. Penyu akan kembali ke tempat asalnya ketika menetas untuk bertelur.

Sedangkan olahraga tradisional sama seperti itu, kegiatan ini terpaksa mengalah demi tuntutan zaman. Olahraga dari negara barat menjadi permainan paling asyik untuk dilakukan. Masuknya teknologi seperti internet dan gawai, membuat anak hanya fokus bermain di media itu. Bahkan di dunia pendidikan kita, amat jarang para guru Penjaskes mengajarkan muridnya menyelami olahraga jenis ini.

Dagongan (koti.or.id)
Dagongan (koti.or.id)
Sebelum berbicara lebih jauh soal olahraga tradisional, ada baiknya kita mengidentifikasi apakah olahraga tradisional itu. Menurut Sekjen Koti, Chairul Umam, olahraga tradisional merupakan permainan tradisional yang dibuat kesepakatan menjadi olahraga.

"Awalnya dari permainan upacara adat, kemudian berkembang menjadi permainan rakyat baru jadi olahraga tradisional untuk menuju olahraga prestasinya. Kalo cuma di mainkan aja gak ada kompetisi, anak-anak gak bisa berlatih, untuk itu di buat kompetisi" katanya ketika ditanyai di acara Kemenko Maritim, Kepulauan Seribu.

Permainan tradisional sebagai cikal bakal pembuatan olahraga tradisional amatlah penting bagi pengembangan karakter bangsa. Seperti kata Bung Karno "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah", permainan tradisional merupakan sejarah bangsa ini, lewat permainan tradisional kita bisa melihat bagimana kehidupan sosio kultural masyarakat pesisir, pegunungan, dan perkotaan.

Bayangkan saja, dari gaya permainan yang sama, namun penamaan permainan tersebut banyak yang berbeda di setiap daerah. Alat yang digunakan juga berbeda, mungkin bagi Anda yang telah lahir di tahun 90an masih ingat dengan permainan panggal. Saya yang tinggal dan hidup di Jakarta, biasa memainkan permainan ini dengan kayu yang di buat sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk presisi dan seimbang ketika dilemparkan dengan tali, panggal itupun berputar.

on-itec.blogspot.com
on-itec.blogspot.com
Namun jika iseng bermain ke Pulai Karya dan kepo untuk bertanya soal permainan yang satu itu kepada penduduk setempat, mereka akan mengatakan bahwa alat yg di gunakan sebagai panggal itu adalah buah nipah. Anehnya, di sana tidak ada pohon nipah, warga biasanya mendapat buah itu dari sampah yang terbawa arus. Itulah salah satu bentuk kehidupan sosial kultural di masyarakat khususnya di Pulau Karya.

Sampai saat ini, permainan tradisional yang telah diangkat menjadi olahraga nasional berjumlah lima permainan dengan jenjang kompetisi yang merata mulai dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, antar universitas dan antar provinsi. Kelima permainan tersebeut adalah hadang (galasin), tarik tambang, egrang, dagongan (permainan dengan bambu panjang berjumalah lima orang di tiap regu dan d mainakan seperti tarik tambang, namun peserta saling dorong dari kedua sisi bambu), dan bakiak terompah panjang.

Menurut Umam, permainan tradisional sendiri ada 2500, penelitian ini dilakukan oleh seorang warga Bandung dan belum dipublikasikan untuk umum. Namun, ia sendiri menyakini bahwa permainan tradisional di Indonesia lebih dari anggka tersebut.

Untuk menetapkan sebuah permainan tradisional menjadi olahraga tradisional, dibutuhkan waktu yang amat lama. Karena permainan tradisional di setiap daerah berbeda baik nama, alat, serta ketentuannya diperlukan penyamaan sebelum dilangsungkan pertandingan. "Pertama harus ada kesepakatan nasional, standarisasi peraturan, alat, dan sebagainya. Kemudian melakukan pengembangan organisasi cabang olahraga itu sendiri, membuat kompetisi berjenjang, pendekatan ke ASEAN, Asia, dan internasional. Prosesnya sampai lima tahun bisa lebih," lanjutnya.

Ada banyak sekali kendala yang dialami demi mengembangkan olahraga tradisional di Indonesia. Kesadaran masyarakat yang minim soal membudayakan permainan tradisional asalah satu dari sekian banyak masalah yang ada.

Untuk itu KOTI selalu mengadakan acara tiap hari sabtu di Gor Ciracas bernama kobar (kongkow bareng olahraga tradisional) untuk memberikan edukasi ke masyarakat tentang olahraga tradisional itu sendiri. Selain itu, komunitas ini melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, pondok pesantren, universitas, dan mall agar mengenalkan ragam olahraga tradisional.

Batu sandungan lainnya untuk menggalakan olahraga tradisional adalah belum adanya riset tentang permainan tradisional itu sendiri, karena seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, olahraga tradisional adalah pengembangan permainan tradisional yang telah di standarisasi secara nasional. Olahraga tradisional tak akan bisa terbentuk jika permainan itu tidak dimainkan di daerah lain, sehingga perlu ada penelitian di setiap daerah di Indonesia.

Okezone
Okezone
Untuk itu, KOTI muli membuat beberapa cabang di Indonesia untuk melakukan riset serta menggalakan olahraga tradisional di daerah masing-masing. Sampai saat ini, KOTI telah ada di sepuluh provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Bengkulu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Maluku Utara, dan Maluku. "Ada tahapan kerangka organisasi untuk riset, kita buat kebijakan semua harus mengkaji dan berdampingan sama universitas," tambahnya.

Kendala terkahir adalah dana, dalam menggalakan setiap acara, KOTI hanya mengandalkan dana dari para donatur. Bahkan, tak jarang komunitas ini tak dapat dukungan dari Kemenpora.

Umam berharap kedepannya KOTI bisa berkembang di seluruh provinsi kemudian sosialisasi ke Asean. Paling penting adalah kerjasama para guru dan orangtua untuk memainkan kembali permainan tradisional, arena permaian tradisional punya nilai filosofis untuk membentuk karakter dan revolusi mental itu ada di permainan tradisional," kata Umam.

Seperti penyu yang akan kembali ke tanah kelahirannya, diharapkan olahraga tradisional dapat kembali ke hati masyarakat sebagai sebuah permaianan yang di gandrungi ditengah pengaruh modernitas dan globalisasi. Diharapkan peran serta masyarakat untuk mengangkat derajat permainan tradisional seperti kelangsungan tukik yang mulai terancam punah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun