Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Tukik dan Perjuangan Mengangkat Olahraga Tradisional

17 November 2016   05:57 Diperbarui: 17 November 2016   18:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan saja, dari gaya permainan yang sama, namun penamaan permainan tersebut banyak yang berbeda di setiap daerah. Alat yang digunakan juga berbeda, mungkin bagi Anda yang telah lahir di tahun 90an masih ingat dengan permainan panggal. Saya yang tinggal dan hidup di Jakarta, biasa memainkan permainan ini dengan kayu yang di buat sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk presisi dan seimbang ketika dilemparkan dengan tali, panggal itupun berputar.

on-itec.blogspot.com
on-itec.blogspot.com
Namun jika iseng bermain ke Pulai Karya dan kepo untuk bertanya soal permainan yang satu itu kepada penduduk setempat, mereka akan mengatakan bahwa alat yg di gunakan sebagai panggal itu adalah buah nipah. Anehnya, di sana tidak ada pohon nipah, warga biasanya mendapat buah itu dari sampah yang terbawa arus. Itulah salah satu bentuk kehidupan sosial kultural di masyarakat khususnya di Pulau Karya.

Sampai saat ini, permainan tradisional yang telah diangkat menjadi olahraga nasional berjumlah lima permainan dengan jenjang kompetisi yang merata mulai dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, antar universitas dan antar provinsi. Kelima permainan tersebeut adalah hadang (galasin), tarik tambang, egrang, dagongan (permainan dengan bambu panjang berjumalah lima orang di tiap regu dan d mainakan seperti tarik tambang, namun peserta saling dorong dari kedua sisi bambu), dan bakiak terompah panjang.

Menurut Umam, permainan tradisional sendiri ada 2500, penelitian ini dilakukan oleh seorang warga Bandung dan belum dipublikasikan untuk umum. Namun, ia sendiri menyakini bahwa permainan tradisional di Indonesia lebih dari anggka tersebut.

Untuk menetapkan sebuah permainan tradisional menjadi olahraga tradisional, dibutuhkan waktu yang amat lama. Karena permainan tradisional di setiap daerah berbeda baik nama, alat, serta ketentuannya diperlukan penyamaan sebelum dilangsungkan pertandingan. "Pertama harus ada kesepakatan nasional, standarisasi peraturan, alat, dan sebagainya. Kemudian melakukan pengembangan organisasi cabang olahraga itu sendiri, membuat kompetisi berjenjang, pendekatan ke ASEAN, Asia, dan internasional. Prosesnya sampai lima tahun bisa lebih," lanjutnya.

Ada banyak sekali kendala yang dialami demi mengembangkan olahraga tradisional di Indonesia. Kesadaran masyarakat yang minim soal membudayakan permainan tradisional asalah satu dari sekian banyak masalah yang ada.

Untuk itu KOTI selalu mengadakan acara tiap hari sabtu di Gor Ciracas bernama kobar (kongkow bareng olahraga tradisional) untuk memberikan edukasi ke masyarakat tentang olahraga tradisional itu sendiri. Selain itu, komunitas ini melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, pondok pesantren, universitas, dan mall agar mengenalkan ragam olahraga tradisional.

Batu sandungan lainnya untuk menggalakan olahraga tradisional adalah belum adanya riset tentang permainan tradisional itu sendiri, karena seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, olahraga tradisional adalah pengembangan permainan tradisional yang telah di standarisasi secara nasional. Olahraga tradisional tak akan bisa terbentuk jika permainan itu tidak dimainkan di daerah lain, sehingga perlu ada penelitian di setiap daerah di Indonesia.

Okezone
Okezone
Untuk itu, KOTI muli membuat beberapa cabang di Indonesia untuk melakukan riset serta menggalakan olahraga tradisional di daerah masing-masing. Sampai saat ini, KOTI telah ada di sepuluh provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Bengkulu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Maluku Utara, dan Maluku. "Ada tahapan kerangka organisasi untuk riset, kita buat kebijakan semua harus mengkaji dan berdampingan sama universitas," tambahnya.

Kendala terkahir adalah dana, dalam menggalakan setiap acara, KOTI hanya mengandalkan dana dari para donatur. Bahkan, tak jarang komunitas ini tak dapat dukungan dari Kemenpora.

Umam berharap kedepannya KOTI bisa berkembang di seluruh provinsi kemudian sosialisasi ke Asean. Paling penting adalah kerjasama para guru dan orangtua untuk memainkan kembali permainan tradisional, arena permaian tradisional punya nilai filosofis untuk membentuk karakter dan revolusi mental itu ada di permainan tradisional," kata Umam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun