Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gaya Kepemimpinan Khas Orde Baru

15 September 2016   13:25 Diperbarui: 15 September 2016   13:57 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belanda sangat memperhatikan kehidupan keluarga kerajaan. Mereka takut akan kesetiaan masyarakat, khususnya Banten dalam novel tersebut, kepada sang raja karena bisa saja para raja memerintahkan rakyatnya untuk berperang melawan pemerintah kolonial saat itu. Ongkos Belanda untuk berperang pun akan tinggi demi memenangkan perang tersebut.

Dalam kepemimpinan Raja Jawa, kekuasaan seorang raja harus mutlak di ikuti oleh bawahannya termasuk masyarakat lapisan terendah sekalipun. Kepemimpinan seorang raja layaknya kehidupan di dunia tapi disempitkan wilayahnya, kepemimpinan digambarkan sebagai anggota tubuh yang saling terikat dan raja sebagai porosnya atau otaknya.

Kepemimpinan tradisional sering dikukuhkan dengan cara kekerasaan termasuk dalam sektor pendapatan kerajaan. Cara-cara penaklukan wilayah serta pemberlakuan penyerahan upeti kepada raja menjadi contoh bagaimana kekuasaan itu dikukuhkan dengan kekerasan. Bahkan Soemarsaid Moertono pernah berkata bahwa perang merupakan hakekat dari Kerajaan Mataram.

Cara-cara kepemimpinan tradisional Jawa sangat mirip dengan gaya kepemimpinan Soeharto. Saat itu kekerasan menjadi alat untuk menyingkirkan orang-orang dengan pemikiran yang tak sepaham. Pemikiran diluar pancasila dinistakan, sebab tokoh-tokoh dengan paham yang berbeda dari pancasila sering mengkeritik kepemimpinan Soeharto.

plezierku.wordpress.com
plezierku.wordpress.com
Kritikus terkeras ketika rezim Soeharto berkuasa adalah tokoh-tokoh Islam. Untuk mengatasi pemikiran lain diluar Pancasila, Soeharto melancarkan program P4 tentang pengamalan pancasila menurut versinya (Soeharto).

Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tetap tunduk padanya. Peristiwa 12 September 1984 menjadi contoh nyata. Para alim ulama di Tanjung Priok melakukan aksi karena tidak sepaham dengan kepemimpinan Soeharto, tetapi apa yang mereka dapati? Pembunuhan oleh para angkatan bersenjata terjadi. Ribuan nyawa melayang. Untuk menghilangkan jejak, mereka yang mati segera di ambil jasatnya untuk di buang ke pemakaman dalam satu lubang di suatu tempat yang belum ditemukan hingga kini.

Korban luka-luka dibawa ke rumah sakit angkatan darat gatot subroto, tetapi mereka tidak diperkenankan ditemui oleh sanak saudara. Setelah kondisinya membaik, mereka dijebloskan ke penjara.

Dalam buku Negarakertagama pernah digambarkan tentang kekejaman raja kepada para pemberontak "...Mereka didatangi pasukan ekspedisi dan ditiadakan sama sekali oleh pasukan jaladin mantry nan tak terbilang jumlah, dan mashur namanya"

Jaladin Mantari merupakan angkatan bersenjata pada zaman Majapahit, kutipan itu sangat mirip seperti tindakan ABRI terhadap masyarakat, khususnya orang-orang yang tidak sepaham dengan Soeharto. Bahkan banyak aktifis pro demokrasi yang hilang tanpa jejak di zaman tersebut. Penembakan misterius (petrus) juga terjadi saat itu serta pemenjaraan tanpa pengadilan acap kali dirasakan oleh tahanan politik (Tapol).

Bisa dibilang kepemimpinan Soeharto mirip dengan kepemimpinan Raja-raja Jawa terdahulu, karena latar belakang Soeharto yang amat senang kebudayaan wayang serta dia merupakan keturunan Jawa tulen. Bahkan saat Soeharto berkuasa, stasiun televisi nasional Indonesia pada zamannya sering menayangkan pagelaran wayang.

Jangan lupakan soal sepak terjang Presiden ke dua Indonesia di bidang militer. Lewat pengetahuan militer, dirinya mengimplementasikan caranya memimpin Republik Indonesia dengan cara-cara militer. Tidak mengherankan jika saat itu Indonesia menganut sistem pemerintahan otoriter yang mengagungkan kekuasaan Presiden sebagai kekuasaan tertinggi serta bantuan militer untuk mengendalikan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun