Aku kembali berpikir "kemerdekaan" yang hakiki bagi Indonesia itu adalah Pancasila. Tapi seperti ampas yang mengapung di atas cangkir kopiku, ada saja yang mengusik kenikmatannya. Â
Siapa yang mengusik? Ya masyarakat Indonesia sendiri yang kebelinger memaknai pancasila, kebelinger terhadap kesenangan pribadi dan kelompok bukan orang banyak, dan kebelinger dengan godaan budaya barat.Â
Tapi layaknya ampas, pasti dia turun kebawah, ke dasar kopi untuk memberi keleluasaan pada manusia yang ingin mencicipi cita rasa kopi itu. Ampas yang tidak semua nakal itu pasti akan bergabung dengan kawanannya didasar kopi lama kelamaan. Â
Masyarakat tadi juga begitu, yang coba mengusik "kemerdekaan" Indonesia. Pasti akan sadar, tentu saja dengan penyadaran bersama.Â
Indonesia memang akan merayakan hari jadinya tanggal 17 Agustus 1945. Semua lapisan masyarakat pasti berbenah mempercantik rumahnya dengan perintilan-perintilan ornamen yang keindonesiaan. Â
Tapi mungkin kita semua lupa, Macan Asia ini tak butuh sekedar simbol, sang macan butuh sebuah kerja nyata. Kerja nyata untuk membangunkannya karena sang macan sudah tertidur pulas, kerja nyata seperti take line 71 kemerdekaan Indonesia yaitu kerja nyata.
Lakukan sebisa kita sesuai dnegan hobi dan latar belakang pendidikan. Jangan buat negeri ini semakin menangis dan bersedih melihat segala macam riak yang terjadi. Â
Semangat pembaruan bunga kayu tadi jangan dimaknai sebagai ornamen semata. Tapi coba resapi kedalam jiwa raga kita, masyarakat Indonesia, menuju Indonesia yang benar-benar merdeka tanpa tanda kutip (").Â
Jatipadang, 10 Agustus 2016.
-D.A-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H