Orang Belanda juga mengakui kewarga negaraan yuridis Ternate, Bacan, Kutai dan Riau sebagai kerajaan dan negara lain. Pandangan ini didasarkan pada hukum.
Dalam Undang-Undang Tarif Hindia Belanda tahun 1873, secara tersirat telah mengakui keabsahan "negara-negara yang merdeka" di Nusantara. Karena pada saat itu hukum internasional mengakui kedaulatan di sebuah daerah, kecuali dalam hal negara-negara anggota perserikatan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa, pandangan generalisasi soal pendudukan Belanda di Nusantara itu hanya akal-akalan belaka. Generalisasi itu diolah berdasarkan penjajahan di seluruh Jawa selama abad ke 19 yang di perluas menjadi penjajahan seluruh Nusantara selama tiga abad atau 350 tahun. Jadi tidak semua wilayah Nusantara dikuasai oleh Belanda.
Dari pembelokan sejarah ini agaknya para sejarawan terlihat gagal dalam memberikan pemahaman lebih terhadap masa penjajahan Belanda di Nusantara. Mungkin karena berlimpahnya data-data historis dari Jawa, membuat mereka buta akan pulau-pulau lain di nusantara.
Para guru khususnya guru sejarah seharusnya mulai memberikan penekanan lebih jika membahas masa kolonial Belanda melihat fakta-fakta yang ada. Bahwa Nusantara tidak di jajah selama 350 tahun tetapi diubah menjadi "beberapa daerah Nusantara dikuasai Belanda 350 tahun".
Hal ini diperkuat dengan pernyataan seorang budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra yang mengatakan bahwa angka 350 tahun itu dipukul rata. “itu hanya tafsir, kalo boleh di katakan Jakarta dan Ternate Tidore itu paling lama (penjajahannya) selama 400 tahun” lanjutnya, yang di hubungi lewat saluran telepon.
Akhir kata, ingin sekali aku menghabisi artikel yang sudah lama ingin aku lahirkan ini dengan pernyataan seorang tokoh terkemuka di dunia sejarah bernama W. den Boer.
-Gambaran sejarah yang diciptakan para sejarawan, bilamana oleh keturunan yang penting diawetkan menjadi mumi, akan menjadi sesuatu yang membahayakan- W. den Boer
-D.A-
Jatipadang, dari masa kemasa.