Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Brexit: Ketika Kongsi Dagang Uni Eropa Runtuh, Bagaimana dengan MEA dan Indonesia?

27 Juni 2016   10:15 Diperbarui: 27 Juni 2016   12:51 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pulaukelangsole.wordpress.com

MEA sendiri di cetuskan pada bulan Desember 1997 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean di Kuala Lumpur, Malaysia. Seluruh pemimpin Negara Asean menyepakati adanya. Proyeksi terbentuknya MEA pada awalnya di bentuk pada tahun 2020 tetapi ketika pertemuan ASEAN Summit ke 12 terjadi kesepakatan baru. Negara-negara ASEAN menyepakati percepatan integrasi MEA menjadi tahun 2015.

Dengan keluarnya Britania Raya dari keanggotaan Uni Eropa menerangkan ada yang tidak beres dari terbentuknya wilayah dagang seperti Uni Eropa dan MEA di Asia Tenggara. Dengan mengadopsi cara-cara dan tujuan yang di lakukan Uni Eropa, MEA seharusnya belajar dari kesalahan Uni Eropa dan berujung keluarnya Britania Raya bahkan efek negara-negara lain di dalamnya akan keluar pula seperti Prancis dan Belanda.

Konsep penyatuan seperti ini sebenarnya adalah cara kuno. Karena pahlawan nasional semisal Tan Malaka pernah mencetuskan wilayah Indonesia mencakup daratan Thailand Selatan, Malaysia, Brunei Darusalam, Filipina, dan Singapura. Tetapi tujuannya berbeda, perserikatan yang marak di dunia dilandaskan pada ekonomi tetapi gagasan Tan didasari pada rasa senasib sepenanggungan seperti yang selanjutnya dicetuskan Bung Karno dalam Pancasila Sila Pertama yaitu kebangsaan Indonesia.

Dengan di berlakukannya MEA, semua peraturan apa lagi yang berpengaruh pada bidang ekonomi, harus didiskusikan bersama anggota MEA lainnya. Barang impor semakin menyerbu pasar dalam negeri, para pekerja dari luar negeri juga bisa berdatangan masuk ke dalam negeri dengan mudah.

Kemudahan-kemudahan tadi menjadi celah bagi Indonesia untuk mengembangkan perekonomiannya. Dengan MEA Indonesia bisa dengan mudah mengekspor barang dagangannya ke wilayah ASEAN. Indonesia juga bisa menyerap investasi lebih besar dari penanaman modal asing.

Populasi warga negara Indonesia juga menjadi tolak ukur, banyaknya warga usia produktif menjadi bonus Tuhan bagi Indonesia. Dengan maraknya usia produktif, Indonesia menawarkan SDM kepada investor, SDM itulah yg tidak banyak dimiliki oleh negara-negara di ASEAN.

Walaupun MEA bagi sebagian besar kalangan yang percaya dengan Hubungan Internasional memberi dampak positif bagi Indonesia, nyatanya MEA merupakan momok besar bagi Indonesia. Indonesia masih memiliki titik-titik lemah untuk bersaing pada konsep perdagangan bebas ini.

Kemudahan mengekspor barang menjadi kemudahan di berlakukannya MEA bagi Indonesia, hal itu juga berlaku bagi negara lain. Negara ASEAN lain memiliki kemudahan berdagang ke negara sesama ASEAN termasuk Indonesia, dengan itu Indonesia menjadi pasar baru bagi negara-negara ASEAN. Dengah tingkat konsumerisme yang tinggi membuat masyarakat indonesia dengan mudah menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang baru.

Pemikiran sebagian besar Warga Indonesia yang menilai satu barang lewat mereknya juga mempengaruhi. Merek dari luar negeri dianggap memiliki kualitas lebih baik dari pada produk lokal. Padahal banyak barang yang mampu bersaing di dunia internasional asal Indonesia. Saya ingat dengan orang tua dari kawan yang seorang pengrajin sepatu, sayangnya sepatu buatannya langsung dioper ke brand ternama, harganya pun melonjak tajam.

Bonus demografi Indonesia membuat banyak tenaga kerja yang tersedia. Tetapi nyatanya masih banyak usia kerja tidak dibekali dengan pendidikan memadai. Hal ini membuat "harga" dan kompetensi dari pekerja semakin menurun.

Perdagangan bebas mengakibatkan mudahnya pekerja dari wilayah ASEAN mencari pekerjaan di luar negaranya, bukan hanya ASEAN tetapi Tiongkok, Korea Selatan, dan India sebagai mitra ASEAN mendapatkan kebebasan yang sama begitu juga dengan pekerja dari Indonesia. Tetapi dengan tingkat kompetensi yang ada seperti digambarkan pada paragraf sebelumnya, apakah mampu pekerja Indonesia bersaing? Di dalam negeri saja terasa sulit bagai mana jika para pekerja ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun