Tetapi tahun ini di lingkungan tempat tinggal penulis “tradisi” tadi lambat laun menghilang. Sampai saat ini belum ada anak muda yang malakukan perang sarung. Bukan hanya di tempat tinggal penulis, di daerah Bekasi lokasi teman penulis tinggal juga berkurang aktifitas perang sarung ini. “di rumah gue juga Cuma dikit sekarang orangnya yang ikut perang sarung” kata Kiki sambil mengamati layar komputernya.
Adanya fenomena perang sarung ini memberikan pesan kepada para pegiat pendidikan bahwa kegiatan bernama “Agenda Ramadhan” tidak efektif, pasalnya banyak remaja yang hanya mengisi tabel di dalam kertas yang di sediakan sekolah yang berisikan jadwal kegiatan para murid tapi tidak melaksanakan kegiatan positif. Adanya budaya itu menerangkan bahwa ada sesuatu yasng tidak beres di dalam lingkungan bersosialisasi kita.
Perilaku menyimpang merupakan buntut ketidak beresan manusia dalam bersosialisasi sehingga mereka mencari jalan yang salah. Orang tua harusnya fokus untuk anaknya dan menuntun anaknya kearah yang benar. Para pendidik juga harus merubah pola pengawasan di luar sekolah dan mulai melakukan inovasi baru dalam Agenda Ramadhan.
Melihat fenomena sekarang tentang pengurangan aktifitas perang sarung itu, berarti orang tua dan guru telah berhasil membimbing anak-anak mereka? Etsss nanti dulu bos,anggapan itu bisa jadi salah.
Jika melihat dari agenda ramadhan yang penulis liat dari anak yang ada di mushola tempat penulis biasa Shalat Teraweh, agenda ramadhan sama saja, sama-sama membutuhkan tanda tangan imam atau orang tua sebagai bukti bahwa sang anak sudah melakukan kegiatan positif seperti shalat dan membaca Al-Quran selama Ramadan. Orang tua yang shalat di Mushola tempat tinggal penulis juga tidak mengawasi anaknya secara ketat, anaknya di biarkan bercanda di mushola. Pengawasan tadi sama saja dengan pengawasan anak pada tahun-tahun kemarin yang, lalu kenapa para anak tidak melakukan tradisi tadi?
Pergeseran perilaku pemuda di sejumlah wilayah ini karena mereka tidak memiliki aktifitas lain dan menarik perhatian mereka. Coba sekarang kita liat teknologi semakin canggih, para peuma tadi mulai mengarahkan aktifitas mereka kesana. Penggunaan teknologi dengan segala macam kelebihannya telah menghipnotis anak muda zaman sekarang.
Kehadiran teknologi di dukung dengan kesanggupan Orang Tua mereka dalam pengadaan alat tersebut. Sehingga, para anak dengan mudahnya mengakses semua fitur yang ada di dunia maya. Sehingga mereka mulai meninggalkan kebiasaan lama yang kuno tadi dengan kehadiran teknologi. Kini di lingkungan tempat tinggal penulis, ada beberapa anak muda yang “nongkrong” di pinggir jalan dengan sarung, tetapi kali inimereka tidak menggulung sarung ataupun membuat sarung itu menjadi pecutan. Mereka hanya mengalungkan sarung mereka di leher dan menggengam gadget di tangannya.
Semua informasi bisa diakses dengan mudah oleh para pemuda, dari yang positif hingga negatif karena kurangnya pantauan dari Orang Tua. Bahkan fenomena sekarang, para orang tua kalah jauh pengetahuan teknologinya dengan anaknya. Para anak dengan leluasa “mengkadali” Orang Tuanya.
Akan timbul sebuah perilaku negatif baru berkat kemajuan teknologi yang tidak di imbangi dengan kemampuan para pembangun karakter anak untuk membimbing perilaku. Sehingga kita harus siap menerima keadaan atau fenomena baru yang terjadis eperti pemerkosaan.
Pemerkosaan jenis baru pula, yaitu pemerkosaan dengan kekerasan serta pembunuhan yang mengerikan. Mengapa dikatakan mengerikan? Karena para korban di bunuh secara sadis oleh pembunuhnya.