Mbah Parno menggunakan kayu dari pohon-pohon yang tumbuh di sekitar rumahnya atau tidak jarang pemesan membawa sendiri bahan baku dari rumah dan beliau tinggal mengolahnya menjadi barang jadi. Selain mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, Mbah Parno juga menerima jasa mengasah atau menghaluskan kayu menggunakan pasah.Â
Harga setiap pesanan mebel pun Mbah Parno mematok harga yang bermacam-macam yang tergantung pada jenis kayu, jenis mebel yang dibuat, dan waktu pengerjaan.
Selain menerima pesanan mebel, Mbah Parno dan istrinya juga mempunyai usaha penggilingan. Bukan penggilingan daging ataupun penggilingan padi, namun hanya penggilingan tepung. Mbah Parno menerima gilingan jagung, singkong atau gaplek, beras, dan ketan menjadi tepung.Â
Harga per kilo untuk penggilingan tepung jagung, beras dan ketan adalah Rp1000,-/kg sedangkan untuk penggilingan singkong atau gaplek adalah Rp500,-/kg.
Bukan hanya itu saja, Mbah Parno juga kerap menerima pesanan ramban atau pakan kambing. Beliau memanfaatkan rumput dan pohon-pohon yang tumbuh liar di sekitar rumahnya. Karena meskipun rumah Mbah Parno ini dekat dengan jalan utama lingkungan kami, namun wilayah belakang rumahnya merupakan hutan yang banyak ditumbuhi tanaman liar.Â
Tanaman liar biasa dijadikan sebagai pakan kambing ataupun sapi. Oleh karena itu beliau menjualnya dalam bentuk ramban per ikat. Ikatannya pun ikatan yang besar seperti ukuran rumput hasil pengaritan. Harga untuk setiap ikatan atau kami biasa menyebutnya untingan adalah kisaran Rp10.000,00 hingga Rp20.000,00.
Perihal pendapatan per harinya, Mbah Parno tidak bisa menyebutkan nominalnya secara gamblang. Karena pesanan pun tidak selalu ada setiap harinya. Apalagi pesanan mebel, tidak setiap hari ada pesanan. Begitupula dengan penggilingan dan ramban.Â
Jika tidak musim panen, maka bisa dikatakan bagian penggilingan akan sepi. Soal ramban juga tidak setiap hari ada orang beli. Kebanyakan dari mereka yang membeli ramban di Mbah Parno adalah orang-orang sibuk yang tidak sempat untuk mencari rumput pakan kambing.Â
Mbah Parno mengaku meskipun terkadang usahanya kerap sepi pesanan, beliau tetap bersyukur bahwa masih ada yang orang yang percaya dan tetap menaruh pesanan pada usahanya. Pendapatan per harinya memang tidak banyak, akhir-akhir ini beliau mengaku sudah jarang mendapat pesanan mebel. Orang yang membeli ramban pun juga jarang bahkan bisa dihitung jari.
Sejujurnya, agak sulit ketika mewawancarai beliau karena keluarga beliau tergolong keluarga yang anti sosial dan jarang berbaur dengan warga sekitar. Figur beliau sedikit pendiam, namun istrinya sangat baik dan ramah. Sifatnya terkesan cuek, namun keluarga beliau sangat baik dan terbuka kepada siapapun yang datang ke sana.Â
Wisidah, anak perempuan terakhir yang kini usianya sudah memenuhi syarat masuk sekolah Taman Kanak-kanak. Tidak seperti anak-anak lain yang yang disekolahkan sejak bangku PAUD, Wisidah rencananya baru akan dimasukkan ke TK tahun ini.