Mohon tunggu...
Diaz Ayu Rengganis
Diaz Ayu Rengganis Mohon Tunggu... Mahasiswa - yayazzzz

cita-cita menjadi author au

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Mengenal Budaya Masyarakat Jawa: Megengan

31 Maret 2022   19:47 Diperbarui: 31 Maret 2022   19:52 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa tinggal hitungan hari saja, kita akan memasuki bulan Ramadan. Bulan yang penuh berkah, bulan yang selalu dinanti-nantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. 

Bulan Ramadan adalah bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah. Dasar kalender Hijriyah adalah revolusi bulan mengelilingi bumi dan setiap penentuan awal bulan ditentukan dengan adanya hilal. Hilal adalah bulan baru atau bulan sabit pertama. 

Metode penentuan hilal ada dua, yakni metode penglihatan dengan mata telanjang (rukyah) dan metode perhitungan astronomi (hisab).

Penentuan hilal di Indonesia juga beragam, MUI (Majelis Ulama Indonesia) menggunakan metode kombinasi rukyah dan hisab, NU (Nahdatul Ulama) dan Kementerian Agama RI selalu Pemerintah Republik Indonesia menggunakan metode rukyatul hilal, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab.

Umat muslim di seluruh dunia merayakan bulan Ramadan dengan  melaksanakan puasa selama satu bulan penuh. Kegiatan selama bulan Ramadan sangat bermacam-macam, selain melaksanakan puasa, umat muslim juga berbondong-bondong mengerjakan amalan bulan Ramadan diantaranya ada zakat, salat tarawih, tadarus Al-Qur'an, tausiyah/pengajian, dan lain sebagainya. 

Puasa Ramadan hukumnya fardhu (wajib) untuk seluruh seluruh umat muslim yang telah memenuhi syarat. Kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan dibuktikan dengan perintah puasa dalam surat Al-Baqoroh ayat 183, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." Puasa bagi umat muslim dimaknai dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala hawa nafsu, mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.

Bulan Ramadan juga merupakan bulan dimana diturunkannya Al-Qur'an pada tanggal 17 Ramadan, 610 M. Wahyu Al-Qur'an yang pertama kali diterima Rasulullah SAW di gua Hira adalah Surah Al-Alaq ayat 1-5. Peristiwa turunya Al-Qur'an ini bisa disebut Nuzulul Qur'an. 

Selain bulan turunnya Al-Qur'an, pada bulan Ramadan juga terdapat malam Lailatul Qodar atau malam ketetapan. Malam lailatul qodar diyakini oleh umat muslim sebagai malam yang lebih baik dari malam seribu bulan. 

Malam lailatul qodar jatuh pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, khususnya malam ganjil seperti malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Umat muslim selalu berusaha melaksanakan amalan-amalan bulan ramadan dengan sepenuh hati untuk mengharap keutamaan dan ampunan dosa di malam lailatul qodar.

Bulan ramadan adalah bulan yang sangat istimewa. Sejak awal bulan ramadan saja sudah banyak kegiatan-kegiatan maupun tradisi yang dilaksanakan oleh umat muslim untuk menyambut bulan ramadan. 

Sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya beragama islam, budaya menyambut bulan Ramadan di Indonesia begitu beragam. Di lingkungan saya sendiri, budaya menyambut bulan ramadan sudah merupakan tradisi rutin setiap tahun. Masyarakat di sini menyebutnya tradisi megengan. Megengan secara simbolik menandai datangnya bulan ramadan atau sasi poso.

Megengan merupakan tradisi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur dalam menyambut bulan Ramadan. Rangkaian megengan dimulai dengan tradisi gotong royong membersihkan makam setempat kemudian dilanjutkan dengan ziarah makam keluarga dan kerabat. 

Umumnya ketika para bapak berziarah ke makam, para ibu di rumah akan memasak makanan untuk kenduren atau kondangan megengan di sore harinya. Kondangan yang dimaksud di sini adalah kondangan keliling ke rumah-rumah warga yang mengadakan kondangan. 

Artinya, selamatan megengan tidak hanya dilaksanakan dalam satu rumah di setiap lingkungan, setiap rumah bebas mengadakan megengan secara mandiri yang nantinya orang-orang akan berbondong-bondong mendatangi rumah tersebut. 

Dalam kondangan inilah biasanya dipanjatkan doa-doa dan hajat umat muslim kepada para leluhur dan anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Tidak lupa membaca surat-surat pendek dan tahlilan. 

Biasanya peserta kondangan megengan adalah bapak-bapak, pemuda-pemuda, dan bahkan anak-anak yang dipimpin langsung oleh pemuka agama setempat. 

Di lingkungan tempat tinggalku, megengan dilaksanakan sehari sebelum menjelang puasa atau H-1. Megengan dimulai pukul empat sore dan selesai sebelum salat tarawih pertama dilaksanakan.

Yang menjadi ciri khas adalah sajian dalam megengan ini, menu utama yang harus ada ialah sajian nasi ambeng atau giling, yaitu nasi yang dibentuk menyerupai tumpeng namun dengan ukuran kerucut yang lebih kecil. 

Nasi ambeng disajikan di atas tampah beralaskan daun pisang dengan lauk pelengkap seperti ayam panggang atau ayam ingkung, serundeng, kering tempe, sambal goreng, tempe dan tahu goreng, telur dadar, urap, dan opor ayam.

Nasi tersebut disajikan untuk dimakan beramai-ramai menggunakan tangan tanpa sendok. Selain disajikan sebagai menu utama megengan, sisa nasi ambeng juga bisa dibawa pulang atau disebut nasi berkat.

Oh iya, jangan lupakan makanan ringan khas megengan juga ya, diantaranya ada kue apem, jadah, dan kolak. Kue apem adalah kue yang terbuat dari tepung beras yang direndam semalaman yang dicampur dengan telur, santan, gula, dan ragi, kemudian dimatangkan dengan cara dikukus atau digoreng. 

Bentuknya pun juga beragam tergantung cara memasaknya. Ada yang berbentuk kerucut karena dikukus dengan dibungkus daun nangka, ada yang berbentuk menyerupai serabi, dan bentuk-bentuk lainnya sesuai kreatifitas masing-masing. Lalu ada jadah yaitu olahan beras ketan dan santan. Kolak disini juga beragam isinya, ada kolak pisang, kolak ubi, atau kolak biji salak.

Selain tradisi inti megengan, adapula tradisi ngirim dan sesajen kepada para leluhur yang telah meninggal. Tradisi ngirim atau mengirim sembako ke kerabat dan keluarga dekat ini bisa dilaksanakan menjelang lebaran, namun tidak jarang pula beberapa orang melakukan tradisi ngirim ini ketika menjelang puasa. 

Untuk tradisi sesajen ini sudah menjadi tradisi dari zaman dahulu. Namun dalam keluargaku sendiri sudah tidak melakukan tradisi ini sejak lama. Sesajen adalah persembahan terhadap para leluhur dengan menyajikan hasil makanan untuk megengan, minuman, kue apem, jadah, kolak, bahkan mungkin rokok atau tembakau juga. 

Menurut kepercayaan masyarakat, sesajen merupakan wujud rasa syukur serta rasa hormat terhadap para leluhur. Karena pada dasarnya sesajen merupakan ritual sakral masyarakat Jawa yang sudah diwariskan sejak dulu oleh para leluhur kami.

Kami sebagai masyarakat Jawa, utamanya daerah tempat tinggalku, meyakini bahwa megengan adalah suatu keharusan untuk dilakukan setiap menjelang bulan puasa. Tradisi megengan adalah tradisi khas yang wajib untuk dilestarikan karena nerupakan warisan leluhur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun