EPISODE DUA
" Finza, ayo bangun nak.... Segera siapkan untuk keperluan MPLS dan ayo sholat subuh dulu", terdengar suara ibu memanggil dari luar kamar. Kubuka mata perlahan yang masih mengantuk ini, sambil melihat jam ternyata masih pukul 04:30. Lantas dalam hati berpikir, " ah sebentar lagi , lima belas menit lagi, masih ngantuk ini", ucapku dalam hati sambil kembali menarik selimut, menghindar dari udara pagi yang dingin. Setelah tiga puluh menit berlalu, terdengarlah suaru ibu kembali, kali ini terasa sangat dekat. " Icaaaaa........ Ibu kira kamu sudah bangun, ternyata masih di kasur, tau gak ini sudah jam 05:00 pagi kamu belum apa-apa, bagaimana kalau terlambat ke sekolah" teriak ibu yang kesal. Akupun kaget dan langsung terbangun dan berbegas segera ke kamar mandi.
Satu jam sudah aku berdiri di depan kaca, tapi belum lekas selesai juga. Berulang kali aku membuka dan memakai kerudung. Bahannya yang cukup tebal dan kaku membuat aku kesulitan dan selalu merasa tidak rapih. Kembali ibu mengingatkanku agar segera berangkat ke sekolah karena jam sudah menunjukan pukul 06:00. Akupun segera menggunakan atribut khas MPLS, memakai topi seperti pesulap, memakai tas dari kresek , tali sepatu dari rapia, papan nama dari kardus dan satu lagi membawa balon gas. Aku segera berangkat dengan berjalan kaki menuju MTs. Dijalan banyak yang memperhatikan penampilanku. Ah sungguh malu rasanya, andai Ayah memiliki motor, pasti aku tidak  akan semalu ini, ucapku dalam hati.
Akhirnya aku sampai di sekolah, di depan gerbang sudah banyak mentor yang menunggu para siswa baru yang datang terlambat. Aku mendapat hukuman dari kakak mentor untuk melakukan sit-up sebanyak sepuluh kali. Kemudian aku diantar salah satu mentor menuju kelas untuk menyimpan barang bawaan. Setelah itu aku langsung berbegas menuju lapangan, karena akan segera dimulai dengan upacara pembukaan siswa baru. Aku berlari menuju barisan yang kosong kemudian mengikuti upacara dengan khidmat sampai selesai. Setelah itu kami dipersilahkan untuk duduk ditanah menggunakan korsi goyang karena sebentar lagi akan diadakan demo untuk organisasi siswa.
Satu persatu perwakilan organisasi menunjukan bakatnya. Dimulai dengan organisasi drum band yang sangat piawai sekali memainkan alat musik. Kemudian organisasi paskibra yang dengan gagahnya menampilkan koreografi baris berbaris di tambah ketua Pembina yang dengan lantangnya memberi komando. Tim pramuka tidak kalah keren dengan paskibra. Lalu IRMA yang mengalunkan lantunan ayat suci Al-Qur'an yang menyentuh hati. Kemudian kesigapan  anak PMR yang mendemontrasikan cara penanganan pada pasien yang sakit dan terluka. Semuanya sungguh membuat takjub hingga semua siswa baru tak berhenti memberikan tepuk  tangan yang meriah.
Setelah demo organisasi selesai, kami segera memasuki ruang aula untuk mendapat penjelasan mengenai pengenalan sekolah. Acara dimulai dengan sambutan kepala sekolah, bidang kesiswaan serta para wali kelas. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi. Jujur saja aku mengantuk saat mendengarkan pemaparan para guru. Beberapa kali aku menutup mulutku yang terus menguap. Namun tak lama kemudian acara pengenalan sudah selesai, kami dipersilahkan istirahat dulu karena selanjutnya akan ada kegiatan pengenalan dengan sesama siswa.
Akupun berbegas menuju barisan siswa yang mengantri mengambil air wudhu. Saat aku mengambil pulpen yang jatuh dari saku, tak sengaja sikutku mengenai mata seorang perempuan di belakangku yang sedang membuka ikatan tali sepatunya.
" aw, aw" terdengar suara rintahan dari wanita itu.
" Maaf yah saya tidak sengaja, kamu baik-baik saja kan" tanyaku sedikit khawatir.
" Aku baik-baik saja, cuman sedikit ngilu, hehe" kata perempuan berkacamata itu sambil tersenyum.
" Maaf yah aku tidak sengaja, kenalin nama aku Finza, kamu siapa" tanyaku dengan malu-malu.
" Hallo Finza, namaku siti, salam kenal juga" Jawabnya dengan senyuman yang sama kembali.
" Eh siti nanti kita lanjutkan lagi percakapannya karena sebentar lagi antrian akan segera berakhir" kataku. Lalu siti menganggukan tanda setuju.
Setelah selesai wudhu, kami langsung menggunakan mukena sambil mendengarkan adzan dari siswa baru angkatan kami.
 " Allahu akbar... Allahu akbar..", aku tertegun mendengar lantunan adzan itu tetiba hatiku tenang lalu keluarlah air mata dari kedua mataku. Dalam hati aku berkata " Subhanallah indah sekali suaranya". Setelah selesai adzan kemudian kami mengatur shaf untuk  shalat berjamaah. Setelah selesai shalat aku masih penasaran dengan anak yang adzan tadi, siapa namanya. Aku coba bertanya kepada siti, namun sepertinya dia juga tidak tahu. Akhirnya aku melangkah lagi meninggalkan masjid.
Aku dan siti kembali menuju kelas untuk kembali di ospek oleh kaka kelas. Di dalam kami dipersilahkan untuk mengecek semua makanan yang kami bawa, jika tebakan kita benar makanan tersebut bisa kita bawa lagi. Namun jika salah maka dari itu kita harus rela memberikan makanan tersebut kepada kakak kelas kami. Hari itu begitu banyak dari kami yang melakukan kesalahan termasuk aku. Setelah itu kami di persilahkan untuk makan siang dan melanjutkan dengan sesi pengenalan diri siswa. Satu persatu dari kami maju, ada yang dengan lantang memperkenalkan diri, ada yang serius , ada juga yang kocak dan tidak ketinggalan ada juga yang malu-malu termasuk aku. Entah aku bingung padahal saat zaman sd aku terkenal sebagai anak yang nakal dan bukan pemalu. Namun saat ini karakterku berubah 180 derajat, aku menjadi seorang sedikit pendiam dan pemalu.
Masa orientasi kami telah selesai selama tiga hari. Hari esok adalah hari persiapan untuk pembagian kelas. Aku sungguh tidak sabar dan berharap bisa mendapat teman baik disana. Bahkan sampai larut malam aku tidak bisa tidur memikirkan semua itu. Hari berganti begitu cepat. Aku langsung berbegas menuju sekolah dengan seragam baru sambil menghirup udara yang segar pagi ini. Sesampainya di sekolah aku langsung menuju ruang TU, untuk melihat aku ada di kelas mana. Aku cari dengan teliti dari kelas A,B,C,D,E,F dan aku menemukan namaku ada di kelas G.
Kemudian aku bergegas menuju lantai dua dan tak sabar bertemu dengan teman baru. Setelah berjalan menaiki tangga dan melewati satu ruangan aula yang besar, akhirnya aku menemukan kelas 7G. Akupun masuk dan segera memberikan salam.
" Assala..." baru saja satu langkah aku tertegun melihat seorang anak laki-laki yang duduk di bangku paling depan dekat pintu.
 Entah perasaan apa yang terjadi, aku sungguh bahagia melihat wajahnya. Tatapan mata yang tajam membuat aku terus menatapnya. Hingga terdengarlah suara perempuan dari meja belakang
" Finza, sini duduk bareng aku", suara itu membuyarkan lamunanku.
 Aku pun menoleh kearah suara tersebut dan ternyata itu siti. Betapa bahagianya aku bisa sekelas dengan orang-orang yang aku sukai. Aku langsung menghampirinya dan duduk di sampingnya.
" Siti, aku tidak menyangka kita akan sekelas, aku seneng banget" kataku dengan antusias. " Iyah sama aku juga" jawabnya dengan senyuman khasnya.
Tak lama kemudian terlihat seorang guru yang berkulit putih masuk ke dalam kelas kami. " Assalamualaikum anak-anak, perkenalkan nama ibu Sutini, hari ini ibu akan mengabsen nama kalian untuk memastikan jumlah siswa yang ada di kelas 7G Â ini".
" Wa'alaikumsalam, baik bu" Jawab kami serentak. Beliau memulai mengabsen nama-nama kami dan tibalah namaku dipanggil. " Finza Syahroni" terdengar jelas suaranya. Aku merasa aneh semenjak kapan namaku berubah. Tak lama kemudian beliau berkata lagi,
" Eh maaf, maksud ibu Finza Zaini" kata beliau sambil menutup mulut dan menahan tawa. Serentak satu kelas ikut tertawa dan mengejekku. Wajahku seketika berubah warna menjadi merah jambu, menahan rasa malu itu.
Saat istirahat tiba, terdengar ada yang memanggilku dengan nama Finza Syahroni. Saat aku tengok ternyata itu dia. Iyah dia yang membuat hatiku berdebar-debar. Seketika aku langsung berucap istigfar atas perasaan yang aku rasakan.
Namun tak bisa kupingkiri, hari ini begitu indah, aku harap hari seperti ini tidak akan pernah berakhir dan akan terus berulang setiap harinya. Dialah yang bisa mengalihkan duniaku. Dia adalah cinta pertama dalam hidupku. Hari demi hari terasa sangat indah untuk dilalui bagiku. Aku selalu berusaha berangkat lebih pagi dari yang lain, agar aku bisa duduk sejenak dibangku miliknya. Aku rela disuruh membagikan tumpukan buku tugas hanya untuk bisa menyentuh bukunya. Hingga aku rela meminta kepada guruku agar setiap ada tugas kelompok kita bisa dalam satu tim. Akupun rela membeli tas selendang yang berwarna sama dengannya. Masih kuingat tas itu berwarna biru.
Hari demi hari kami semakin dekat, hingga nampak seperti  sahabat karib. Pagi itu seperti biasa aku datang lebih awal agar bisa duduk dibangkunya. Namun aku terkejut karena diza sudah datang terlebih dahulu. Pagi itu terasa canggung bagiku, kita tak saling sapa. Aku langsung duduk di bangku dan mengeluarkan buku LKS untuk mengisi setiap soal-soal. Saat itu aku memang bukan siswa yang pintar namun aku terkenal sebagai siswa yang rajin mengisi LKS.
Pagi itu dengan khusunya aku mengisi LKS, hingga saat diza menghampiriku suara langkah kakinya tidak terdengar sama sekali.
" Hei ca, serius banget sih kamu pagi-pagi ngerjain soal-soal di LKS" candanya sambil duduk di sampingku.
" Dag..dig..dug" terasa jantungku ini berdebar dengan cepat dan kuat.
" I...ini za aku la..lagi isi waktu luang saja" jawabku sedikit terbata-bata.
" Eh za, tumben kamu bekel nasi ke sekolah" tanyaku lagi untuk mencairkan suasana.
 " Iyah ni ca, dibekelin sama mamah, kamu mau nih" katanya sambil menyodorkan misting bergambar mickey mouse yang berisi nasi kuning itu kehadapanku.
" E,,ee gak usah makasih za, aku udah sarapan di rumah" jawabku sambil menggaruk bagian kepala.
Tak lama dari itu datanglah Eka si ketua kelas, tiba-tiba diza beranjak dari mejaku dan menghampiri Eka.
"Hai, bro tumben udah datang jam segini" Tanya eka terheran-heran.
 " E.. ya gak papa atuh ka, aku kan lagi belajar disiplin" jawab diza sambil menggaruk kepalanya.
Jam pelajaran kedua adalah olahraga, ini adalah salah satu kesukaanku karena aku bisa lebih bebas memandangnya di luar ruangan. Setelah berganti pakaian kami langsung berhamburan menuju lapangan menghampiri pak barnas, guru olahraga kami. Kemudian tanpa di komando kami langsung berbaris rapih. Namun pak barnas yang baik hati mempersilahkan kami untuk duduk rileks saja. Pak barnas pun memulai untuk memberi pengarahan mengenai permainan bola basket.Â
Di sela-sela pak barnas sedang menerangkan, tiba-tiba "pluk" ada sebuah batu yang mendarat di punggungku dan sepertinya ada seseorang yang melemparkan dengan sengaja ke arahku. Aku pun langsung menoleh kearah sebelah kanan dan kulihat farhan disana tertawa sambil menutup mulutnya. Aku pun kesal dan mengepalkan tangan kepada farhan tanda aku akan membalasnya. Namun farhan berusaha mengelak tertanda bukan dia yang melempar tapi dia menunjuk diza. Seketika itu aku malah bahagia dan mencoba melempar kembali batu itu ke diza. Ketika aku melempar ternyata pak barnas melihatku dan beliau langsung menegurku.
 " Finza, bapak sedang menerangkan kamu malah bermain lempar batu seperti barusan" kata pak barnas sedikit marah.
" E..ee. i..itu pak diza yang memulai duluan" jawabku sambil membela diri.
" Tidak pa dari tadi aku diam saja, itu mah finza ingin bercanda dengan saya pak" kata diza mengelak.
" Bohong pak, jelas-jelas diza yang memulai semua ini" jawab aku kembali.
 " Diam... sudah kalian berdua berdiri dan keliling lapangan sebanyak tiga kali putaran" kata pak barnas memberi kami hukuman.
" Ta..tapi pak bukan salah saya" jawabku lagi memelas
" Bapak tidak mau tau, segera kalian lakukan perintah saya, kalau tidak nanti bapak tambah lagi hukumannya" pinta pak barnas sedikit mengancam.
" I..iya pak siap" jawab kami serentak.
" Cie..cie marahan tapi kompak" tiba-tiba terdengar suara itu dari semua siswa 7G.
      Seketika aku langsung terbangun dan lari sambil menyembunyikan wajah merah jambuku ini dihadapan semua orang. Baru saja setengah jalan berlari, tiba-tiba dari arah belakang terdengar langkah kaki diza semakin mendekat. Jantungku berdegup kencang lagi tak karuan.
" Hei, gara-gara kamu kita jadi di hukum" kata diza yang sudah tepat berada disebelahku.
Dalam hati aku berkata, " Ya rabb kenapa perasaan ini semakin dalam terhadapnya"
" Eh ca, kamu malah bengong sih ditanya? Aku kesal nih  gara-gara ulah kamu nih aku dihukum " katanya sambil tertawa.
" Ihh apaan salah aku, kamu kan yang mulai duluan" kataku sambil menepuk tangan kananya dengan keras.
" Aw, sakit ca, dasar si hidung minimalis" balas dia sambil mencubit hidungku sampai merah dan ia pun lari meninggalkanku jauh.
" Dizaaaaa....." teriaku kencang kemudian sedikit berbisik " Ya rabb jangan biarkan aku terlihat menyukainya"
Setelah kami menyelesaikan hukuman, kami langsung bergabung untuk memainkan tekhnik dribbling, passing dan shooting dalam permainan bola basket secara bergantian. Pukul 10:00 olahraga sudah selesai, karena masih ada waktu sekitar tiga puluh menit akhirnya teman laki-laki menggunakan kesempatan untuk bermain sepak bola saja. Sedang kami anak perempuan memilih duduk di samping untuk memberikan dukungan kepada salah satu tim.
Permainan pun di mulai, mataku hanya tertuju kepadanya saja. Tidak usah ditanya lagi, tentu saja aku mendukung tim dia. Baru saja permainan dimulai, dia sudah menunjukan kepiawaiannya dalam mengoper dan mencetak bola.
" Gollllll" semua anak perempuan bersorak untuk kemenangan tim diza. Begitupun aku yang sangat terlihat antusias dan suaraku paling besar diantara yang lain. Lima belas menit berlalu, skor masih unggul di tim diza. Persaingan semakin sengit, kedua tim saling memperkuat pertahanan agar tidak kebobolan. Kemudian saat detik-detik terakhir semua penonton mulai degdegan tidak karuan. Setiap pendukung tak ingin tim nya kalah. Namun tak disangka diza kembali mencetak gol di detik terakhir.
" Yeeeeeeeeeeee" kami bersorak untuk kemenangan tim diza.
Pertandingan selesai, dengan skor 2-0, kami pun berganti pakaian dan kembali ke kelas untuk melanjutkan mata pelajaran terakhir yaitu matematika. Kami bersyukur karena dengan belajar matematika secara tidak langsung diajak untuk berpikir. Hingga kita tidak mengantuk, meskipun sudah lelah berolahraga. Jam dinding sudah menunjukan pukul 12:00, bel tanda pulangpun berbunyi. Kami merapihkan seluruh alat tulis dan mulai berhamburan keluar kelas.
 Hari itu aku pulang bersama Erna, Aeni, Ika dan Siti. Kami memiliki rencana untuk membuat seblak di rumah erna. Saat kami sudah di luar gerbang, tiba-tiba dari arah belakang ada yang menggelitik pinggangku begitu saja. Saat ku lihat ternyata itu diza. Akupun refleks mengejarnya, namun karena dia berlari cepat akhirnya aku menyerah. Kesal bercampur dengan bahagia, begitulah rasanya hari itu.
" Cie...cie, kayanya diza suka deh sama kamu ca" Ujar aeni
" Iyah benar tuh" sahut ika dan erna. Namun yang aku lihat siti hanya terdiam saja sambil memandangi jalan.
" Udah,, udah jangan ngomongin dia, sebel aku" kataku sambil menyembunyikan perasaan.
" Sebel atau sebel" ujar aeni kembali. Sedang aku hanya tersipu malu.
Kami adalah anak-anak yang suka mentertawakan orang lain. Kami berjalan melewati area pabrik belakang sekolah. Banyak kejadian lucu yang menjadi kenangan untukku saat ini. Saat diperjalanan menuju rumah erna, kami bertemu dengan pengendara yang mirip dengan guru kewarganegaraan kami, namanya pak darsono. Beliau memiliki kebiasaan buruk yaitu merokok dan mengupil saat mengajar. Itulah yang sering menjadi bahan ejekan kami saat diluar kelas. Kami menyadari bahwa hal itu tidak sopan, namun kami hanya berniat bersenang-senang saja.
" Aen,,aen lihat itu pak darsono" tunjuk erna ke arah salah satu gerbang pabrik
" Ha....hahah, iyah iyahhh, lihat gera itu ngupil terus ditempelken kana tembok, gelehhh ihh, mukana ge meni cipeuwnya" kata aeni sampai tertawa terbahak bahak.
Orang yang paling kocak diantara kami adalah erna. Dia selalu punya ide untuk membuat kami tertawa. Aku selalu belajar darinya bagaimana membuat hidup lebih bahagia. Kemudian aeni si cantik jelita seperti boneka barbie. Bibir yang mungil, mata yang bulat semakin membuatnya betah untuk di pandang. Dia memiliki nama panggilan sebagai ibu hajat atau ibu bugis. Hal itu karena dia sering izin masuk sekolah karena seringkali ada saudaranya yang menikahkan atau sunat. Tentang ika dia adalah orang yang sederhana dan lucu. Satu kelas memanggil dia dengan sebutan bu haji, karena saat itu dia pernah membawa oleh-oleh khas orang yang pulang haji. Saat orang memanggil dengan sebutan seperti itu dia tidak marah, dia malah selalu mengamini doa itu. Terakhir adalah siti jangan tanya lagi dia adalah teman sebangku yang baik dan pintar. Dia hampir sama sepertiku agak sedikit pemalu.
Kebiasaan kami selama tiga tahun adalah seperti itu. Setiap pulang sekolah, jika tidak ada kegiatan untuk kumpul organisasi, kami selalu pulang bersama dan memasak seblak di rumah erna sampe waktu sore. Terkadang kami juga menonton film horor bersama. Padahal kami termasuk orang yang penakut, namun entah kenapa kami begitu menyukai hal tersebut. Tidak jarang saat menonton film, kami selalu menutup wajah kami dengan tangan dan menonton di balik jari jemari yang dibuka sedikit.
Keesokan harinya seperti biasa aku berangkat sekolah dengan semangat. Seperti biasa hari itu aku selalu melihat wajahnya. Namun aku tak berani untuk menyampaikan apa yang kurasakan. Karena aku paham anak seusiaku memang harus fokus untuk belajar bukan mengumbar perasaan kepada lawan jenis. Saat itu yang aku lakukan hanya membuat puisi untuk mencurahkan apa yang aku rasakan.
Â
Akupun keluar dan seketika langsung memeluk erat aeni. Dia pun melakukan hal yang sama terhadapku. Aku merasa tenang ada dalam dekapannya. Hanya dia yang memahami perasaan sakit hari itu. Aeni tau seberapa besar cinta aku kepada diza. Selepas kejadian itu dia menghiburku dan membawaku ke warnet. Waktu itu sedang gencar dengan akun media social yang kami gunakan yaitu aku facebook.
Saat itu pada tahun 2008, kita masih belum mengenal handphone android seperti generasi milineal saat ini. Zamanku yang terkenal adalah hp esia, yang saat itu begitu banyak digunakan oleh para siswa. Betapa alaynya kita saat itu, menggunakan kata dengan berlebihan, kadang juga menggunakan  singkatan. Setiap hari kita mengirimkan pesan ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, sedang apa, kesemua orang yang ada dikontak. Jika diingat kembali masa itu, kini aku tertawa geli. Selain hp esia, saat itu ada diantara teman kami yang menggunakan handphone nokia. Saat itu nokia adalah ponsel pertama yang keren menurutku. Nokia hanya dimiliki oleh mereka yang berasal dari keluarga berada.
Aku ingat dulu kita berbondong-bondong pergi ke warnet hanya untuk membuka akun facebook. Kami rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk sekedar chat dengan orang yang tidak kita kenal, bertemupun tidak pernah. Namun dulu seolah hal itu adalah sebuah kesenangan bagi kami. Tidak membuka akun satu hari saja, berasa ada hal yang kurang. Tak hanya diluar sekolah saja, bahkan kami membuka akun itu saat belajar TIK. Secara sembunyi-sembunyi kami lakukan, agar tak ketahuan oleh guru kami.
Dulu saat smp banyak sekali keseruan yang kami alami. Kami bisa menikmati masa remaja itu sesuai waktunya. Masa itu kita lalui dengan bermain permainan tradisional. Sehingga kami selalu merasa ada kehangatan seorang teman. Aku bersyukur dulu dizaman remajaku tidak ada handphone android, mungkin kalau ada aku bersama mereka tidak akan bersahabat. Mungkin jika dulu ada handphone canggih kita akan disibukan dengan dunia yang ada dalam bentuk persegi panjang itu. Mungkin saja kita akan nampak seperti zombie, hidup namun tidak berbicara satu sama lain. Aku yang bersyukur dengan masa remajaku.
Setelah pulang dari warnet, aku dan aeni belajar bersama untuk persiapan hari senin ujian akhir semester. Memang tak terasa sebentar lagi kita akan naik ke kelas delapan. Aku nampak sedih akan semakin jauh darinya. Hingga pagi itu dihari senin, aku datang lebih dahulu ke kelas pelaksanaan ujian. Entah kenapa aku ingin mencurahkan isi hatiku lewat tulisan di buku. Dengan menggunakan pulpen aku tuliskan semua perasaan yang tak mampu aku ucapkan kepadanya. Hingga tak terasa air mataku jatuh.
Semakin siang kawanku mulai berdatangan satu persatu. Saat uas kami tidak duduk dengan teman sekelas, melainkan dengan kaka tingkat kami. Hal tersebut untuk mencegah kegiatan tradisi di kalangan pelajar yaitu menyontek. Bagiku saat itu menyontek adalah hal yang tidak aku sukai. Malah terkadang saat ujian aku selalu menjadi musuh kawan-kawanku, karena pelit memberikan jawaban pada mereka. Bagiku saat itu jika aku memberikan jawaban , apa bedanya dengan mereka, aku membantu kejahatan mereka. Mungkin kebanyakan orang memandang bahwa menyontek adalah hal yang lumrah dan bukan hal yang besar.Â
Namun bagiku itu adalah masalah yang sangat luar biasa, hal sepele yang akan membentuk pribadi kita di masa yang akan datang. Bukankah korupsi juga dimulai dari perbuatan yang dianggap sepele. Namun bisa kita bayangkan bahwa perbuatan itu sangat merugikan semua kalangan terutama rakyat kecil. Ketika itu aku lebih menghargai diri sendiri saat mendapat nilai kecil. Aku selalu mengapreasi diri bahwa nilai bukan segalanya, karena yang terpenting adalah skill. Ketika mendapat nilai kecil berkat usaha maksimal dari diri sendiri itu lebih membahagiakan menurutku.
Untuk menghilangkan stress sebelum ujian aku bercanda dan bermain lari-larian dengan temanku fitri. Tak sengaja dia mengambil buku tulis dimejaku, yang dibelakangnya sudah tertulis curahan hatiku terhadap diza. Tak hanya itu saat fitri akan melemparkan buku, bagian belakang terbuka dengan jelas dan ada kata " Diza aku menyukaimu dari lubuk hatiku paling dalam", teriak fitri. Sontak seisi kelas menoleh kepadaku, aku yang malu langsung menolehkan badanku ke tembok. Tak lama dari itu terdengar langkah kaki dari belakang dan berkata
" Ica maksud kamu apa, aku gak suka sama tingkah kamu yang berlebihan" kata diza dengan nada marah. Aku tak berani menoleh bahkan menjawab perkataannya. Yang bisa kulakukan hanya menangis dan duduk dibangku karena ujian akan segera dimulai. Agar tidak terlihat oleh guru mataku sembab aku memakai masker. Hari itu diza benar-benar marah dengan ulahku. Saat pulang dia sengaja bilang kepada farhan saat aku lewat di depannya, bahwa dia tidak mau lagi sekelas dengan orang yang sudah mempermalukannya.
Sesuai dengan perkataan diza, doanya terkabul, kini kami tidak satu kelas lagi. Aku berada di kelas c sedangkan dia ada dikelas e. Meskipun kelas kami bersebrangan tapi aku tak pernah melihatnya. Aku paham mungkin dia sangat membenciku. Namun entah aku yang terlalu bodoh atau bagaimana, aku masih tetap selalu mencari kesempatan saat jam istirahat untuk melihat dari jauh ke area kelasnya dan berharap menemukannya.
Terakhir kali aku melihatnya adalah ketika dia mengikuti lomba porak di sekolah kami. Acara ini diadakan setiap selesai ujian tengah semester. Setiap kelas mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti lomba. Lomba yang diadakan cukup bervariasi mulai dari debat, ceramah, menulis karya ilmiah, lomba kaligrafi, cerdas cermat, tahfidz qur'an dan lomba adzan.
Acara ini berlangsung selama tiga hari, kami para siswa sangat antusias saat menonton para finalis menampilkan bakatnya. Namun ada satu hal yang tidak terduga diacara ini, aku melihat diza mengikuti lomba adzan.
" Baik kita panggil, ananda diza untuk naik ke panggung" ujar sang mc
Aku yang sedang mengobrol dengan aeni , seketika tertegun mendengar hal itu. Kuperhatikan sosoknya, sudah lama aku tidak memandangnya. Kudengarkan dengan seksama lantunan suarannya, aku diam sejenak seperti sudah familiar dengan suara tersebut. Lama aku berpikir dimana aku pernah mendengar suaranya. Yah aku ingat dia adalah siswa baru yang melantunkan adzan di masjid saat hari pertama MPLS. Aku menangis sekaligus bahagia ternyata dia adalah orang yang aku cari selama ini.
Setelah kegiatan porak berakhir, aku mendengar bahwa diza akan pindah sekolah ke MTs Babussalam. Aku mendengar kabar tersebut dari salah satu temannya di kelas 8e yaitu iwan.
" Ca, tau engga si diza pindah" katanya menghampiriku
" Oh iya , kapan ? kemana?" kataku sedikit tertegun
" Katanya mah di Tsanawiyah daerah cigondewah" katanya lagi
" Ohh" kataku
" Eh katanya mah diza pindah gara-gara kamu ca, kamu sih bet tutulisan dibuku sagala tentang perasaan" kata iwan lagi
Aku hanya bisa menangis mendengar itu dan aeni langsung memarahi iwan.
" Naon maksud na wan, kamu teh jangan asal bicara, buat anak orang nangis wae, udah sana pergi" usir aeni kepada iwan.
Seketika itu aku langsung dihibur oleh aeni. Berbagai cara dia lakukan agar aku bisa tertawa lagi. Namun kali ini triknya tidak berhasil, aku tetap sedih dan semakin melamun.
" Aen, emang aku salah jika punya perasaan terhadap diza" kataku sambil menangis.
" Engga ca, gak ada yang salah menrutku, setiap orang allah titipkan hati untuk merasakan kasih dan sayang kepada yang lain" jawab lagi aeni
" Lantas kenapa, diza sebegitu membenci diriku, sampai dia harus pindah sekolah" kataku lagi.
" Mungkin ada alasan tertentu yang tidak bisa dia ungkapkan mengenai hal ini, sudah ca jangan belarut-larut dalam kesedihan, sekarang kita belajar aja dengan baik sebentar lagi kan ujian" kata aeni menasihatiku.
Semenjak itu aku langsung mencari tau semua hal tentang diza lewat akun facebook. Aku meminta pertemanan kepadanya. Sekitar satu bulan tiap pulang sekolah aku mengecek ke warnet namun belum ada konfimasi dari diza. Baru sekitar enam bulan sudah berlalu aku kembali membuka akun itu, ternyata diza menerima nya. Aku bahagia dan langsung chat kepadanya karena kebutulan dia sedang online.
Aku : " Assalamualaikum...."
Diza : " Siapa yah???"
Aku : " Coba tebak"
Diza : " Saha sih maneh meni gj" ( Siapa sih kamu , gak jelas)
Aku : " Meni kasar diza, ini aku finza"
Diza : " Ohhh"
( meninggalkan obrolan)
Baru saja sebentar percakapan kami sudah langsung ia tutup saja. Dia masih membenciku begitulah pikiranku saat itu.
Namun dalam hati aku bertekad untuk tetap mencintainya. Diza gak peduli bagaimanapun kamu benci, kamu mengabaikanku, perasaanku akan tetap sama. Perasaan yang sedari awal sudah menggetarkan hatiku lewat lantunan suara adzanmu. Perasaan yang baru pertama kali aku rasakan saat aku masuk kedalam kelas hari pertama itu. Perasaan yang pertama kali aku rasakan kepada lawan jenis.
Aku tidak pernah bisa melihatmu lagi selain dari photo yang aku ambil secara diam-diam di arsip ruang  TU. Photo saat wajahmu pertama kali masuk sekolah ini. Maafkan aku yang tak sempat meminta izin darimu untuk menyimpannya. Aku tak punya cara lain lagi bagaimana aku bisa meminta maaf  kepadamu. Biarkan saja aku meminta maaf kepada photomu di setiap malam menjelang tidur. Kamu yang tak pernah bisa lepas dari ingatanku. Sejauh aku berusaha melupakanmu, ingatan itu malah makin tajam menyeruak dalam otakku. Seberapa jauh aku pergi aku tetap tidak bisa meninggalkan kenangan itu.
Maafkan..maafkan aku yang telah berani menyukaimu. Maafkan aku jika aku pernah membuatmu malu. Diza suatu saat aku ingin menjadi seorang penulis terkenal. Aku ingin menceritakan kamu kepada dunia. Aku ingin mengatakan bahwa aku sungguh sulit untuk melupakanmu. Aku berharap suatu saat nanti kamu bisa membaca karyaku. Tidak peduli apakah kamu masih mengingat kenangan semasa kita Tsanawiyah atau tidak. Diza dengan lancang aku meminta izin untuk mengabadikan sebagian tentang kamu.Â
Kamu yang membuat hari-hariku bahagia sebagai remaja. Kamu yang telah berhasil membuatku selalu rindu walau tanpa bertemu. Kamu cinta pertama dalam hidupku. Kini aku tak berharap menjadi apapun di hidup kamu. Ketika aku sudah dewasa aku akan menganggapmu sebagai teman masa kecilku yang berharga. Jadi jangan takut jika suatu saat takdir mempertemukan kita kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H