Langkah kakiku terhenti sejenak karena rambu-rambu lalu lintas melihatkan warna hijaunya. Aku kembali melihat sekelilingku, ada seorang bapa dan anaknya yang menggunakan baju pangsi serta menggendong belasan botol dalam sebuah wadah. Aku penasaran, semakin dekat kulihat itu seperti madu. Yang membuatku sedih keduanya tak menggunakan alas kaki. Nampak kakinya sudah hitam dengan debu jalan.
Hidup kadang begitu menyakitkan, namun jika dijalani dengan sepenuh hati nampaknya tak ada beban yang berarti. Sama dengan bapak dan anak itu yang sedang berjuang memperbaiki nasibnya, Betul? Tidak?
Ku buka ponselku untuk mengintip jam takutnya terlambat menuju kampus. Ternyata masih ada waktu 1 jam lagi menuju kampus. Kulihat di jalan raya menuju Alun-alun Bandung seorang ibu dengan pakaian bagusnya sedang menggoes sepedah. Wajah nampak sumringah dengan tambahan make-up cetarnya. Begitu tenang sambil mendengarkan earphone besar yang ada ditelinganya.
Hidup kadang terasa indah bagi seseorang, maka jika kamu berada didalam posisi yang sama banyaklah bersyukur, Betul? Tidak?
Tak hentinya mata ini terus mengobservasi sekitar. Ada sebuah sepedah yang ditempeli plat nomer dengan nomor D 2276 MD. Tampak berbeda dari kebanyakan sepedah namun tetap saja tidak cocok.
Bukankah hidup kadang begitu? Seseorang menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Adil bukan berarti harus sama rata tapi harus memberikan sesuatu sesuai porsi dan tempatnya. Betul? Tidak?
Ku sudahi dulu ceritanya. Kini aku sudah sampai kampus tepat pukul 09:11. Aku sudah takut telat tapi nyatanya temanku belum datang. Biasanya aku amat benci dengan seseorang yang tepat waktu dalam janjinya. Namun aku tetap menunggu dia demi kekasih yang amat dicintainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H