Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kematian yang Menghidupkan, Sebuah Catatan dari Rantepao

23 Oktober 2020   20:40 Diperbarui: 24 Oktober 2020   15:34 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bapak saya sudah di dalam. Saya juga nanti akan dikuburkan di sini," kata kerabat keluarga besar pemilik makam Londa. Londa adalah salah satu kompleks makam gua tua di Rantepao.

Pekuburan adalah bagian penting dari sebuah kesatuan hunian di Rantepao, yang biasanya terdiri dari rumah tinggal, tempat penyimpanan panenan, sawah, pengembangbiakan kerbau dan pekuburan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
"Ini adalah Romeo dan Juliet dari Rantepao. Sekitar awal tahun 1970, mereka pulang dari rantau sebagai suami-istri. Tetapi secara adat, perkawinan mereka tidak dibenarkan karena masih terhitung sebagai saudara dekat. Akhirnya mereka memutuskan mengakhiri hidup lalu di sini mereka dimakamkan," terangnya tentang bagian dari kerabat besarnya. Makam adalah persemayaman di Londa, bukan seperti pengertian umumnya dalam bentuk pekuburan.

Sebuah cerita begitu singkat yang merangkum sebuah perjalanan kisah hubungan asmara yang tragis. Dua tengkorak dan dua buah tulang diletakkan bersisian di gelap gua. Kebersamaan yang berjalan jauh justru ketika secara fisik diakhiri lebih cepat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di Rantepao, kematian dan kehidupan berjalan seiring. Kematian tidak menghadirkan keterpisahan, tetapi justru menyatukan kekerabatan. Tidak ada tempat yang menghadirkan eksotisme relasi kehidupan dan kematian sedemikian dekat seperti di Toraja pada umumnya. Kematian anggota keluarga dipeluk mesra sambil menjalani takdir kehidupan masing-masing.

"Saya sudah menabung untuk Ibu. Nanti akan ada seratus ekor kerbau yang dipotong. Saya sudah mengumpulkan sedikit demi sedikit dari penghasilan saya untuk Ibu," kata seorang anak yang mencintai ibunya.

Kelak, uang tabungannya akan diambil untuk pesta pemakaman yang menyembelih seratus ekor kerbau. Harganya? Satu ekor kerbau dapat mencapai sekian puluh juta rupiah dalam persyaratan kualitas tertentu. 

Lalu tinggal dikalikan seratus ekor kerbau yang akan disembelih. Kerbau albino bahkan dapat mencapai harga yang sangat fantastis: sekian ratus juta rupiah!

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
"Tetapi jangan keliru. Kerbau albino tidak dapat begitu saja dapat dipaksahadirkan. Meski banyak cara perkawinan ternak ditempuh. Kalau bukan milik, itu tidak akan pernah terjadi," kata Fransiskus, seorang penganut Kristen Protestan yang nada dering selularnya adalah nyanyian Ave Maria gubahan Franz Schubert.

"Kalau di Yogya, mungkin hape ini hanya seharga dua ratus ribu ya. Di sini tiga ratus lima puluh ribu. Tetapi baterainya awet. Ini sudah satu minggu," katanya sambil terbahak.

Menyusuri Rantepao adalah menelusur kematian yang menghidupkan. Roda ekonomi berputar lebih cepat termasuk karena segala hal terkait kematian. Pesta-pesta adat digelar dengan biaya besar dan mengundanghadirkan banyak wisatawan. Ekonomi terkerek naik. Uang lebih banyak dibelanjakan.

"Saya bermimpi akan berada di Toraja saat ada pesta pemakaman. Tempat yang eksotik. Tahun lalu sudah saya susun rencana perjalanan, tetapi agaknya bukan rezeki. Saya batal berangkat," tulis Sandra, katakan saja begitu, dalam aroma gelisah atas perjalanan yang tertunda.

Yosephine, salah satu pemilik penginapan di Jalan Sam Ratulangi bercerita. Semasa sebelum pandemi, kamar-kamar hotel selalu penuh pada waktu tertentu. Rumah orangtuanya disepakati diubah sebagai penginapan bersama saudaranya. Pilihan yang tidak keliru. Kematian nenek-moyangnya telah menghidupi mereka dan kerabatnya.

"Anak-anak saya di Jakarta. Mereka bekerja sambil menabung untuk pesta adat. Anak-anak saya meyakini, uang yang mereka keluarkan akan dikembalikan berlipat oleh semesta. Dan itulah yang terjadi, rezeki anak-anak lancar," katanya tentang bagaimana semesta dihubungkan oleh sebuah energi yang menggerakkan, hal yang pasti tidak mudah dijelaskan.

"Tidak ada yang miskin karena memberi, kan?" tanya Yosephine dalam kalimat retoris. Masih terlihat sehat di usia 70-an.

"Waktu saya di Papua, teman Batak saya mengatakan bahwa kami pelit. Tapi saya bilang: bukan bagitu ki. Kami harus menabung untuk pesta adat keluarga besar. Saat pesta nanti, semua kami persembahkan untuk masyarakat," cerita Fransiskus sambil mengatakan bahwa nomor selularnya masih nomor untuk wilayah Papua tempatnya bekerja dulu.

"Memang kami tidak menanam padi. Sawah kami tanam rumput untuk kerbau. Uang lebih cepat kembali," kata kerabat pemilik pemakaman Londa, sambil mematikan lampu petromax yang kami pakai untuk menerangi gelap di dalam gua makam. Di depan pemakaman Londa, ada wilayah datar yang dikhususkan untuk menumbuhkan rumput sebagai pakan kerbau.

Kehidupan bergerak dan juga digerakkan oleh tradisi tua terkait kematian. Kehidupan dan kematian berjalan bersama. Mereka yang bekerja di luar daerah Rantepao, maupun yang menetap di Rantepao.

Komunikasi dengan kerabat yang meninggal begitu intens. Sesering mereka menyelinap diantara peti-peti mati keluarga. Atau berjalan di sisi belulang yang tersisa.

Kematian bukan lagi sekira sosok yang gelap, misterius dan menakutkan. Kematian adalah perayaan akan kehidupan dan kefanaan itu sendiri. Kehidupan menuju kematian adalah sebuah kepastian. Tetapi ketika kematian dirawat sedemikian rupa oleh kehidupan, kematianlah yang akhirnya menghidupkan kehidupan.

Di Rantepao, kematian menghidupkan kehidupan. Memberi energi untuk terus berbagi kasih kepada sesama. Dan terus mencintai keluarga. Di Rantepao, kehidupan juga dijaga oleh kematian.

| Rantepao | 22 Oktober 2020 | 07.00 |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun