Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hembusan Angin

20 Oktober 2020   06:48 Diperbarui: 20 Oktober 2020   06:53 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sampai nanti, ya," katamu sambil berlalu

Seperti hembusan angin berkelebat
Menuju ke lembah-lembah berikutnya

Lalu kita berbagi senyum
Dan lambaian tangan
Tanpa tangan yang terangkat
Juga tanpa senyum yang mengembang

Menjumpaimu adalah menjumpai hembusan angin

Tidak terlalu jauh
Tetapi tidak tersentuh

Terasa dekat
Tetapi membentang jarak

"Benarkah" tanyaku tanpa tanda tanya

Lalu senyap

Seperti angin yang terasa membelai
Kemudian berlalu

Ke arah yang tidak tertebak
Ke kejauhan yang tidak terduga

"Aku ada di dekatmu," kataku pada sebuah waktu

Setelah perjalanan jauh
Melewati jalan-jalan berpagar
Aku menuju ke jalan dengan tikungan ke kanan
Di tempat riuh dengan sedikit sela

"Tetapi aku tidak di sana," katamu dengan gelak yang begitu jelas

Aku pernah melihatmu di gedung berpintu kaca
Mengayunlangkahkan jarak-jarak jenjang
Sambil membawa sepotong senyum yang mungkin untukku

Sebelum pada seirisan waktu berikutnya, tanganmu kembali melambai sambil berbalik arah

Menghilang begitu saja
Seperti hembusan angin

| Prambanan | 20 Oktober 2020 | 04.59 |

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun