"Jadi ?" sekata yang menjadi kalimat sekali waktu hadir seperti matahari menghangatkan pagi pada tebing dengan akar-akar sulur
Di mana arus sungai lebih terdengar jelas
Dan cicit burung kecil tetap nyaring meski melompat di dahan-dahan berduri
Kadang kubiarkan kalimat sekatamu menggantung sepanjang sore, karena kalimat tanya tidak selalu memerlukan jawaban
Seperti kalimat dengan tanda titik tetap saja menghadirkan kalimat-kalimat berikutnya
"Mengapa kalimatmu hanya terdiri dari sebuah kata ?" selidikku pada sebuah waktu
"Sudahlah," hanya begitu penjelasanmu
Lalu hening hadir sepanjang waktu, seperti akar-akar sulur menyesap air dan memanjangkan dirinya
Hening memang selalu terdengar riuh pada jarak yang akan terus menjauh
Sebatang pohon talas tumbuh di antara akar-akar sulur
Entah bagaimana ia di sana, bertumbuh dan melebarkan kedua daunnya
Sepertinya selalu ada yang mekar dalam hening
Melebar dan memanjang di antara tetes-tetes air
Seperti pagi hadir begitu saja, tidak mengeluhkan hujan yang hadir sepanjang malam
"Mampirlah ke selatan," katamu dengan kalimat yang harus kutebak dengan tanda apa ia diakhiri
| Posong | 19 April 2020 | 23.30 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H