Simon Petrus adalah perwakilan sosok yang sangat manusiawi: bersemangat, galau, sangsi, antusias, pingin hal lebih, tidak percaya diri, tetapi selalu "sendika ing dhawuh Dalem". Siap sedia diutus atau menerima perutusan dengan segenap kelebihan dan kelemahan manusiawinya.
Simon Petrus adalah gembala Gereja pertama yang menggantikan Yesus. Ia adalah Paus yang pertama.
Simon awalnya terkejut ketika namanya dipanggil oleh Yesus. Untuk diajak menjadi "penjala manusia". Ia mengakui bukan orang yang layak dan pantas. Juga tidak pandai. Tetapi ia bergegas dan bersedia. Bersemangat.
Ketika ada badai besar saat menangkap ikan dan Yesus tertidur ia takut luar biasa. Yesus kemudian memerintahkan badai untuk berhenti. Petrus juga seringkali galau.
Ketika Yesus berjalan di atas air, Petrus demikian takjub. Tetapi hatinya penuh keraguan ketika diminta Yesus untuk berjalan di atas air. Petrus lalu tenggelam dan dibantu Yesus supaya tidak tenggelam. Petrus juga seringkali sangsi.
Saat diajak ke gunung dan ada penampakan, Petrus sangat antusias: Guru, keparenga kawula damel kemah tiga! Begitu kalau dalam Bahasa Jawa ia meminta. Dalam ketidaktahuannya ia demikian antusias.
Ketika diminta supaya kakinya dicuci Sang Guru, ia protes: Guru, sekalian lah biar mandi aku! Begitu kira-kira kalau ia meminta dalam aksen Batak Toba. Ia ingin tidak hanya dicuci kakinya. Ia juga ingin lebih.
"Bukankah kamu murid orang itu?" tanya orang-orang.
"Bukan, bukan. Aku tidak mengenalNya," lalu ayam berkokok pada kali yang ketiga. Petrus berlari. Menangis. Sedih dan menyesal. Meski sudah diperingatkan bahwa sebelum ayam berkokok ia akan sudah menyangkal Yesus tiga kali. Simon Petrus juga kadang tidak percaya diri.
Bersama Yudas Iskariot, Simon Petrus dicatat tidak setia kepada Yesus pada situasi sulit. Yudas menghianati, Petrus menyangkal. Dalam ritual, kedua hal itu selalu "diulangingatkan".
Pada setiap Jumat Agung, Simon Petrus juga "diungkit-ungkit" ketidaksetiaannya kepada Yesus. Seperti seolah Simon Petrus tidak ada jasanya kepada Yesus. Padahal dialah yang paling emosional melawan dalam penangkapan Yesus: telinga seorang prajurit Romawi dipotongnya! Sebelum lalu ditempelsembuhkan oleh Yesus.
"Yang menggunakan pedang akan binasa oleh Pedang," demikian lalu Yesus mewanti. Mungkin Yesus sedang berbicara tentang "senjata makan tuan". Semua akan kembali kepada kita pada waktunya. Karma?
Tetapi dibalik kekerasan sikapnya, Petrus juga berperasaan lembut. Ia menangis ketika ditanya Yesus sampai tiga kali apakah ia mencintaiNya. Petrus juga bergegas ke makam ketika para wanita mengabarkan bahwa mayat Yesus tidak ada di makam dan batu sudah terguling. Petrus sangat mencintai Yesus. Ia ditulis banyak "mrebes mili" bila terkait Yesus.
Untunglah Tuhan demikian murah hati. Ia tidak melihat kelemahan semata. Tuhan juga menghargai semangat dan kerja keras.
Kepada Simon Petrus, Yesus "masrahke" GerejaNya. Untuk "diupakara" sebisa dan semampunya. Kalau hanya mengandalkan kemampuan manusiawi, tentu tidak ada bayangan bahwa Gereja Katolik akan berkembang dan bertahan sampai sejauh ini. Toh fakta menunjukkan Gereka Katolik adalah salah satu lembaga yang diakui dan disegani. Paus Fransiscus adalah salah satu rujukan dunia pada saat ini.
Simon Petrus memang dicatat tidak selalu "berprestasi", terutama dalam kisah sengsara Yesus. Orang sering melupakan bahwa Simon Petrus juga mengalami kelelahan mental. Setelah guruNya "dioyak-oyak" sampai disalib. Ia mungkin tidak tidur dan tidak makan. Lupa minum. Mengalami teror terus-menerus dan membuatnya demikian lelah secara mental.
Kita juga jauh lebih mudah lelah secara mental daripada Simon Petrus. Kita mudah mengeluh. Kita mudah putus asa. Kita mudah menggerutu. Kita mudah kecewa. Kita juga mudah marah.
Di saat-saat mental kita terkuras seperti saat ini karena pandemi Covid19, yang bisa kita lakukan hanya mengulurkan tangan kepada Tuhan. Seperti Simon Petrus minta bantuan supaya tidak tenggelam. Hanya uluran tangan Tuhanlah yang akan menyelamatkan. Bukan karena kekuatan kita sendiri.
Bersama Santo Simon Petrus kita berdoa dan menangis, karena hanya kecacatan dan cinta yang tidak sempurna yang dapat kita persembahkan. Semoga uluran tangan kita disambutNya.
Selamat merayakan Jumat Agung.
| Prambanan | 10 April 2020 | 12.43 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H