Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Ada "Nyadran" di Tempat Kami Tahun Ini

25 Maret 2020   06:01 Diperbarui: 26 Maret 2020   14:45 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tradisi Nyadran (Kompas.com/Ika Fitriana)

Bapak bahkan mencatat semuanya dengan rapi pada sebuah buku tulis bersampul biru lusuh hasil cetakan Pabrik Kertas "Blabag". Tulisan berjenis latin bersambung miring ke kanan rapi-jali, hasil didikan Sekolah Pangudi Luhur Muntilan.

Adapun pabrik buku tulis itu sudah tutup karena tersandung manajemen pengelolaan yang menjalin-temali sedemikian.

Berapa gula pasir dan teh, berapa beras, berapa sayur-mayur, berapa tepung beras ketan untuk penganan dan lainnya didata dengan detil dan teliti.

Pada hari H, rumah-rumah tetangga semua terkancing rapat. Tetapi rumah kami tidak ada pintunya yang tertutup dan lebih benderang. Semua berkumpul, semua adalah panitia. Membagi diri sebagai Maria atau sebagai Martha.

Tidak ada syak, tidak ada prasangka. Tuhan pastilah Mahacerdas yang memahami bahasa-bahasa manusia. Kalau doa dilangitkan dalam bahasa Arab pun pastilah bukan sebuah masalah.

Mungkin perspektif dan pengalaman sederhana ini yang mengendap di bawah sadar, sehingga ketika pada sebuah waktu mampir ke makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik malah agak terlelap karena alunan doa yang mengalun indah seperti gelombang samudera.

Beberapa hari lalu diumumkan perayaan Nyadran tahun ini ditiadakan karena pandemi Covid-19. Kumpulan orang dalam jumlah banyak dikhawatirkan memicu paparan lebih jauh.

"Wah, ra ana Nyadran," kata beberapa tetangga. Ada rasa "gelo" bahwa Nyadran ditiadakan. Seingatan baru pada tahun ini Nyadran ditiadakan.

Tetapi rasanya bukan Nyadran yang tidak ada, tetapi konsentrasi massa yang dihindari. Harapan dan doa untuk para leluhur pastilah tetap melambung tinggi. Seperti bukan esensi Paskah yang ditiadakan, tetapi perayaannya yang ditiadakan.

Pandemi Covid-19 juga membawa makna pada sisi yang lain. Semua seperti dibantu untuk kembali masuk ke ruang-ruang hening dan sepi. Melepaskan diri dari seremoni dan kebiasaan bergerak dan riuh hanya di permukaan dan kulit ari.

Mungkin juga sambil memberi dukungan baik langsung maupun tidak langsung kepada mereka yang terpapar dan paramedis yang berjuang keras mengatasi situasi darurat dan tidak ideal di sana-sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun