Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Eksotisme Gereja Merah Probolinggo di Usia ke-157

20 Oktober 2019   06:25 Diperbarui: 20 Oktober 2019   18:06 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Item sebanyak 1668 buah seharga 15.000 Gulden itu dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga dari negeri Jerman. Item-item tersebut adalah bagian dari konstruksi besi knock-down Gereja Merah Probolinggo. Selesai dirakit pada tahun 1862, bangunan masih kokoh berdiri dan saat ini Gereja Merah yang berlokasi di Jalan Suroyo 32 Kota Probolinggo itu adalah merupakan bangunan cagar budaya sesuai undang-undang nomor 11 tahun 2010.

16-5dab5d240d8230319a345f24.jpg
16-5dab5d240d8230319a345f24.jpg
Gadis Molek di Balik Pagar

Kereta Api Wijayakusuma 7092 mulai meninggalkan Stasiun Tugu Yogyakarta pada pukul 18.16. Tepat sesuai jadwal. Dengan estimasi waktu tiba di Kota Probolinggo pada dini hari pukul 02.21. Rasanya tidak sabar untuk segera tiba di Kota Probolinggo. Ada yang membuat bersemangat, yaitu hendak mengunjungi Gereja Merah. Sebuah bangunan tua dengan konstruksi knock-down.

Item sebanyak 1668 buah seharga 15.000 Gulden itu dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga dari negeri Jerman. Item-item tersebut adalah bagian dari konstruksi besi knock-down Gereja Merah Probolinggo. Selesai dirakit pada tahun 1862.

13-5dab5e5e097f366cba7b2564.jpg
13-5dab5e5e097f366cba7b2564.jpg
Cuaca kemarau menjadikan dini hari terasa hangat. Sekeluar dari stasiun, sudah ada tiga becak kayuh menunggu di pintu stasiun. Tidak ada wajah saling ingin berebut penumpang dari masing-masing mereka. Seorang bapak menyorongkan becaknya dan mengantar ke Jalan Diponegoro, tempat penginapan yang dapat dipesan melalui aplikasi on-line.

"Selalu jalan malam ya pak?" tanyaku ketika becak mulai menyusuri Jalan Suroyo.

"Iya, pak. Nanti saya sampai pukul delapan pagi. Lalu istirahat," jawabnya dengan logat daerah yang kental.

"Dari Madura pak?" tanyaku menebak.

"Iya, pak. Dari Pamekasan," jawabnya riang. Pertanyaan tentang kampung halaman selalu membuat hati riang. Seperti pertanyaan tentang rasa rindu yang selalu tidak kunjung menjadi purna meski ratusan kali perjalanan pulang sudah dilakukan.

"Di mana lokasi Gereja Merah, pak?" tanyaku tidak sabar. Ya, Gereja Merah sudah sementara waktu terasa mengganggu. Seperti ketidaksabaran untuk mengunjungi gadis molek yang tidak pernah menjadi tua meski waktu terus berlalu.

"Sebentar lagi pak. Ada di sebelah kanan. Sebelum nanti kita belok ke Jalan Diponegoro," jawabnya sabar. Dan benar, tidak sampai dua menit kami sudah melewatinya.

"Itu pak, sebelah kanan," katanya terdengar antusias, sambil kaki terus mengayuh.

10-5dab5eef097f3617b83b15b4.jpg
10-5dab5eef097f3617b83b15b4.jpg
Mataku menyusuri gelap dini hari. Memincingkan pandang. Dan samar terlihat Gereja Merah. Agak menjorok ke dalam pada halaman yang cukup luas. Sepertinya ada pohon yang cukup besar di depannya.

Setelah check-in di penginapan, alarm kuaktifkan dua kali. Pada pukul 05.45 dan pukul 06.00. Untuk memastikan pagi tidak berlalu begitu saja, bahkan oleh serangan kantuk setelah perjalanan selama 8,5 jam dari Kota Yogyakarta. Rasanya tidak sabar menanti pagi, dan mengunjungi gadis molek di balik pagar pembatas.

Munari kujumpai di simpang Jalan Diponegoro paginya, di dekat sekolah berasrama. Munari adalah pengayuh becak yang lain. Berusia sekitar 60 tahun dan masih nampak sehat. Ia mencari penumpang mulai dari pukul 06 sampai siang pukul 12-an. Munari kuminta membantu mengantar ke Gereja Merah.

Dokpri
Dokpri
Menyusuri ruas Jalan Diponegoro, kami berpapasan dengan barisan anak-anak yang dibimbing guru dan seorang biarawati. Sepertinya mereka berjalan-jalan bersama menyusuri jalan di Kota Probolinggo yang terasa lengang. Dari atas becak kuanggukkan kepala pada biarawati yang tersenyum ramah.

Setelah Munari memarkir becak, lalu kudekati gerbang Gereja Merah. Meminta ijin untuk mengambil foto pada penjaga yang terlihat sedang menanam bunga di tanah dekat pagar.

"Bapak dari mana?" tanya penjaga gereja yang belakangan kuketahui bernama Marhaen Tololio setelah berkenalan.

Waktu belum menunjukkan pukul 07.00 pagi. Kesempatan yang bagus untuk mengambil foto. Nanti, pada siangnya, Gereja Merah akan sudah kukunjungi lagi.

Nunik, petugas sekretariat Gereja menyambut ramah. Setelah mengisi buku tamu lalu kumohon ijin untuk boleh memasuki ruang gereja.

"Baik, pak. Sebentar dibantu kuncinya. Bapak nanti boleh masuk melalui pintu ruang pastori," kata Nunik.

Ruang pastori adalah ruang khusus untuk pendeta dan petugas lain bersiap sebelum ibadah. Tidak lama Marhaen datang sambil menunjukkan sebuah kunci besar. Kunci pintu ruang pastori. Kalau dihitung kunci itu sudah berusia 157 tahun.

"Lihat pak. Barangnya bagus. Mantap," katanya sambil menimang kunci.

"Sudah lama tapi juga tidak karatan. Karena cuma ada satu ini, kalau hilang habis sudah," lanjutnya.  Marhaen sudah menghubungi tukang-tukang kunci untuk membuat duplikat tetapi tidak ada yang bisa. Sudah selama 14 tahun terakhir Marhaen menjaga dan merawat Gereja Merah.

Material Penyerap Panas

Karena material gereja adalah bahan yang dapat menyerap panas, maka Marhaen biasanya bangun lebih pagi bila akan ada ibadah. Pada siang hari sangat terasa pengap dan panas di dalam meski dinding sudah ditambah dengan pelapis untuk mereduksi panas.

"Habis subuh sudah kubuka semua pintu dan jendela. Supaya udara segar masuk," tambahnya.

Total ada 14 jendela berkaca patri dengan dominasi warna biru, kuning, putih dan ungu.

Total ada 14 jendela berkaca patri dengan dominasi warna biru, kuning, putih dan ungu. Dua di depan, dua di belakang dan sepuluh lainnya di sisi kiri dan kanan. Juga ada pencahayaan kaca patri di ketinggian dinding ke bagian depan dan belakang.  Gereja Merah sendiri memiiki ukuran 150 meter persegi dengan bagian tertinggi gereja berjarak 12 meter dari tapak bangunan.

Secara tatamasa bangunan, sepertinya gereja ini sudah mempertimbangkan organisasi ruang dengan baik yang meliputi pola ruang, alur sirkulasi dan orientasi bangunan.

Warna Merah

Mengapa gereja ini memiliki warna merah? Ini tentu sebuah pertanyaan pertama yang akan muncul. Paling tidak mengacu pada sebutan Gereja Merah.

Sesuai informasi yang disampaikan, warna merah secara filosofis adalah simbol dari darah Kristus. Yang diyakini telah menebus dosa manusia.

Secara teknis, merah adalah warna cat meni sebagai pelapis yang banyak dipakai oleh kapal-kapal untuk meminimalisir efek korosi untuk menjaga keawetan bangunan. Cara ini terbukti ampuh untuk melindungi. Bangunan ini kokoh berdiri 157 tahun kemudian. Secara resmi gereja ini bernama Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat  "Immanuel".

Bangunan Penanda Kawasan

Di Probolinggo setidaknya ada sekitar 41 bangunan yang dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya. Sesuai undang-undang nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya adalah benda, bangunan, atau struktur yang meliputi Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: 

  • berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
  • mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 
  • memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
  • memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Dengan usianya yang sudah lebih dari 150 tahun, Gereja Merah tidak saja menjadi Bangunan Cagar Budaya tetapi juga bangunan penanda kawasan atau biasa disebut sebagai landmark kawasan. Tidak heran banyak pelancong mancanegara yang kerap menyambangi Gereja Merah. Juga pelajar dan akademisi. Disamping mereka yang melakukan sesi pengambilan foto untuk acara dan tujuan tertentu. Kembaran gereja ini menurut informasi terdapat di negeri Belanda tetapi sudah beralih fungsi menjadi bangunan komersial.

Kembaran gereja ini menurut informasi terdapat di negeri Belanda tetapi sudah beralih fungsi menjadi bangunan komersial.

Tidak sia-sia menempuh perjalanan sejauh 8,5 jam dengan kereta api dari Yogyakarta dan dapat menikmati eksotisme Gereja Merah.*

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun