Di mana kau simpan hujan
Yang seharusnya sudah berarak dari langit selatan
Dan mengguyurbasahi rumah berdinding bukit dan beratap langit
Mestinya hujan sudah turun sore kemarin
Saat langit gelap menjadi tempat petir menari berjingkat cepat
"Hujan akan turun deras lusa," katamu kemarin
Aku akan menunggu hujan turun
Dengan senandung dan nyanyian yang tidak pernah sama
Hujan pasti akan merendam halaman berumput hijau dengan bunga-bunga kecil berwarna kuning
Halaman dari rumah dengan jendela dan pintu yang tidak pernah perlu dikunci
Di mana rindu menumpuk menjadi debu di atas almari kayu dan di dalam laci-laci kayu jati
Harapan juga berserak begitu saja di ruang tamu tanpa kursi
Dan pada lentera minyak tanah yang telah lama padam, laba-laba membangun sarang
"Hujan akan mematahkan ranting-ranting kering," lanjutmu sambil menatap awan-awan berwarna kelabu pada siang yang terik
Aku bergegas langkah ke timur lalu ke utara
Setelah kumasukkan tatapanmu ke dalam tas hitam berkantong depan
Juga meninggalkanmu di sisi jalan pada sejurus waktu dan sekilas saat
Aku akan pulang sebelum hujan besar turun lalu mematahkan ranting-ranting pohon
Pada simpang tempat orang-orang yang bergegas berkumpul
Dan saling mendorong waktu
Kulihat tatapanmu yang kumasukkan ke dalam tas tadi
Merabanya pelan seperti pohon-pohon jati menunggu hujan
Ia akan tersimpan di sana, sampai saatnya kemudian datang
Ketika aku menemuimu lagi dalam seiris kecil waktu
Lalu bergegas pulang sebelum hujan deras turun dan mematahkan ranting
| Prambanan | 28 Februari 2019 | 21.00 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H