Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak-anak Mengambil Uang di Dompetku

20 November 2018   21:27 Diperbarui: 21 November 2018   02:09 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu kusampaikan bahwa malam ini cukup dan kami pulang ke rumah. Que sera, sera. Yang akan terjadi besok. Dapat dipikirkan besok.

Pa, aku ambil seratus puluh ribu ya, kartu Trans Jogjaku perlu diisi. Pa, Yosi beli buku tulis ya. Pa, aku bayar uang LKS, ya. Pa, aku ambil uang jajan ya. Pa nanti aku les, tambah lima belas ribu ya. Pa, kembalian yang lima ribu sudah kumasukkan ke dompet lagi.

Begitulah, kalimat-kalimat itu sangat familiar di telinga. Bagaimana anak-anak menggunakan uang kami untuk keperluan tertentu. Tidak ada yang perlu dikonfirmasi ulang. Mereka mengambil sendiri uang dari dompetku.

Jawabanku selalu mengiyakan untuk hal-hal yang mereka sampaikan. Toh itu uang kami dan digunakan untuk kebutuhan kami. Sampai sekarang pun anak-anak masih mengambil sendiri uang dari dompetku.

Anak-anakku juga ok sejauh ini. Mereka tidak pernah mencuri uang secara sembunyi-sembunyi. Lha apa yang mau dicuri wong itu uang kami? Mosok mencuri uang sendiri? Kalau uang habis, ya kami juga yang harus menanggungnya.

Memang ada teori-teori tentang membantu anak untuk mandiri dan belajar mengelola uang sendiri. Tapi pengalaman kami sendiri telah menumbuhkan hal yang luar biasa dalam kebersamaan.

Bukan tidak menghargai teori-teori itu, tetapi  hal sederhana ini terlanjur membahagiakan kami. Nikmatnya kira-kira sama seperti bagaimana aku dan anakku yang besar bertukar baju atau kaos. Tanpa batasan. Tanpa sekat. 

Pengalaman ini juga telah membangun kebersamaan kami. Sebagai sebuah tim. Sebagai sebuah kebersatuan. Tidak melalui peraturan-peraturan yang rumit dan berbelit. Tetapi melalui pengalaman yang kami hidupi bersama. Kami jalani bersama. Saya kira tidak ada yang lebih hebat dari pengalaman yang dihidupi bersama.

Selain kebersamaan, kepercayaan juga kami bangun bersama. Tidak melalui pertanyaan investigatif yang menyelidik, tetapi melalui proses yang kami jalani bersama. Bersama kami memiliki dan berusaha menyadari tugas masing-masing. Dan bersama kami saling berbagi peran dan tanggung-jawab. Kemudian kami bertumbuh bersama dalam pengalaman-pengalaman itu. Meski kecil dan sederhana.

Beberapa bulan lalu, di biara Karmelit Purwakarta, tidak sengaja aku bercerita tentang hal ini pada seorang pastor. Dan sama sekali tidak kuduga bahwa beliau malah sangat tertarik mendengarnya dan mendesakku untuk bercerita lebih jauh. Maka sepanjang cerita malah mataku sesekali basah. It is really the greatness of simplicity. 

Paginya aku terbangun pukul delapan. Tidak lama anak-anakku bangun. Teringat tentang dompet itu lalu kutanya si kecil sambil memeluknya, "Nduk, lihat dompet papa po?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun