Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kereta Api Kelas Ekonomi: Potret Suram Menjadi Rakyat Jelata

6 Oktober 2016   11:42 Diperbarui: 6 Oktober 2016   21:00 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu semua sepakat bahwa pola layanan kereta api angkutan penumpang sudah jauh lebih memadai saat ini. Dari sisi pemakai jasa tentu sangat menghargai kebersihan, kenyamanan,keamanan dan ketepatan waktu. Dari sisi penyedia jasa, konon kereta api sudah mencetak keuntungan yang semakin meningkat senyampang dengan meningkatnya derajat kualitas tatakelola.

Peningkatan kualitas layanan ini tentu tidak bisa mengabaikan pemilik nama yang sudah membawa kereta api angkutan penumpang pada adab layanan ke titik yang jauh lebih manusiawi : Ignatius Jonan. Meski demikian, Ignatius Jonan tetap mengingatkan bahwa batas kualitas layanan adalah langit. Harus selalu diperbaharui dan ditingkatkan sehingga melampaui ekspektasi.

Selfie di Gerbong Kereta Penumpang

Di laman media sosial, banyak penumpang kereta api yang tidak malu-malu lagi untuk mengambil gambar diri dan menampilkan di dinding status untuk memperbaharui kabar. Apalagi untuk penumpang kelas eksekutif. Di mana kabin penumpang sudah tidak kalah nyaman dan bersih dibandingkan dengan pesawat terbang kelas bisnis sekalipun.

Televisi teknologi digital, kursi empuk berbusa tebal yang dapat disetel-sesuaikan senyaman yang dikehendaki, selimut bersih-lembut-wangi yang diberi-bagikan dengan bungkus rapi untuk meyakinkan bahwa selimut dalam keadaan bersih dan suhu kabin yang dapat membuat badan menggigil kedinginan karena kualitas pendingin yang prima. Tentu juga yang menjadi penting adalah toilet yang bersih dan layak. Tersedia sabun dan tisu, serta air yang dibutuhkan. Petugas pembersih kabin juga secara periodik memastikan bahwa kebersihan senantiasa terjaga.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Meskipun prosedur dijalan-terapkan dengan kesan ketat, tetapi sejauh ini penumpang kereta api dapat memahami dan bahkan mengapresiasi. Semua prosedur dirancang-bangun-aplikasikan untuk memastikan semua yang berhak akan mendapatkan layanan yang dibutuhkan.

Sekedar menyuplik contoh, Stasiun Tugu di Yogyakarta sudah ditata sedemikian rupa sehingga alur penumpang terkelola.  Jalur menuju pintu utama dikhususkan untuk ‘drop-off ‘ penumpang. Untuk memastikan bahwa tidak ada yang ngetem berlama-lama, kendaraan yang berhenti agak sedikit lama akan langsung ditegur-ingatkan supaya segera berlalu.

Sementara parkir kendaraan  dan fasilitas parkir inap sudah dipindahkan sehingga tidak menumpuk pada satu titik. Karena salah satu inti dari terminal penumpang seperti pelabuhan, bandara atau stasiun adalah meyediakan kapasitas daya tampung dan mengatur alur-sirkulasi  dan lalu-lintas orang (serta barang) sehingga semua dapat bergerak efisien untuk mencapai titik tuju dan seminimal mungkin terjadi penumpukan.

Di Stasiun Gambir yang memiliki jumlah penumpang jauh lebih padat sejauh ini tetap dapat dikelola dengan baik dengan menerapkan waktu maksimal menunggu kedatangan kereta api sesuai jadwal keberangkatan kereta.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Tidur di Kolong Bangku dan Riuh Pedagang Asongan

Sebelum reformasi tatakelola, naik kereta api adalah mimpi buruk. Jadwal yang lebih banyak molor, kabin yang kotor, banyaknya okupasi pihak yang tidak berkepentingan adalah beberapa hal yang terasa menjengkelkan.

Tanpa penjelasan, seringkali kereta api (terutama kelas ekonomi) berhenti pada stasiun yang sangat sepi dan dengan waktu yang cukup lama untuk hanya menunggu kereta api lain lewat. Pada cuaca siang hari yang terik, gerbong yang terbuat dari besi yang menyerap panas akan membuat suhu kabin meningkat. Pasti menimbulkan ketidak-nyamanan. Belum lagi kapasitas okupasi yang melebihi daya tampung dan kabin yang pada waktu itu tanpa perangkat pendingin ruangan.

Kereta api Fajar Utama atau Senja Utama yang merupakan produk lama juga masih disesaki penumpang asongan. Pada peak-season, naik kereta tanpa tempat duduk juga masih menjadi kebijakan marketing. Tidak ayal duduk dilantai berdesakan dengan teror pedagang asongan yang lalu-lalang  tanpa peduli.

Bila lelah dan kantuk menyerang, mamasukkan badan dan kepala ke kolong kursi dapat menjadi pilihan. Tentu dengan mengabaikan kenyamanan.

Bersyukur masa kegelapan itu dapat berlalu. Sudah berganti dengan pola layanan yang jauh lebih baik.

Kalaupun yang ada yang masih perlu diharapkan untuk segera berubah adalah standar tempat duduk kelas ekonomi yang masih seperti kursi di ruang  makan. Dengan bangku untuk tiga orang dan dua orang dan berhadapan, nyaris tidak ada ruang memadai. Belum lagi dengkul yang harus saling-beradu. Bila menempuh perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta dengan waktu tempuh delapan setengah jam, kemiringan tempat duduk yang hanya memungkinkan untuk duduk dengan punggung tegak tak pelak adalah perjuangan tersendiri. Dapat dikatakan masih tidak manusiawi.

Akuntabilitas Manajemen dan Perlunya SDM yang Handal

Perilaku tidak produktif organisasi di manajemen kereta api yang pada waktu itu sudah membudaya berhasil dirubah oleh Ignatius Jonan menjadi  tatakelola dan layanan yang penuh dengan nilai (value) positif.

Ini adalah pekerjaan besar dan serius yang hanya berhasil dilakukan oleh para manajer handal. Mengubah paradigma dan merombak tatanilai sehingga membuahkan layanan dengan kualitas prima.

Di banyak institusi negara, reformasi masih tidak dapat menampakkan hasilnya secara signifikan. Bidang pendidikan adalah salah satunya. Guyuran kesejahteraan melalui banyak insentif dan pola sertifikasi masih tidak sebanding dengan banyaknya kasus kontraproduktif di dunia pendidikan.

Bocornya soal ujian, sebagai contoh kasus, yang terjadi di saat kesejahteraan sudah dinikmati membuktikan bukan persoalan kurangnya kesejahteraan, tetapi lebih pada gagalnya (sebagian) pelaku di dunia pendidikan menerapkan nilai yang bermakna bagi perkembangan baik dunia pendidikan.

Pengembangan Kereta Api dan Investasi Publik

Pernah mendapat sharing pengalaman bahwa di beberapa negara yang sudah lebih berhasil menerapkan good corporate governance, pengembangan fasilitas publik seperti perkereta-apian dapat juga dengan mengumpulkan dana publik. Dengan sosialisasi rencana pengembangan yang baik dan tatakelola yang akuntabel, masyarakat luas dapat turut-serta membeli kepesertaan dalam bentuk saham yang terjangkau.

Pada saatnya, ada penghasilan yang dapat dipetik masyarakat dari pengembangan usaha yang menghasilkan keuntungan. Ini kabarnya juga dapat menjadi salah satu penghasilan di masa tidak produktif nantinya sehingga beban negara terhadap usia non-produktif dapat berkurang dan sebagian diambil-alih oleh tatakelola yang baik dari instansi-instansi profit center negara yang secara profesional dikelola.

Sebuah pola kemenerusan, pengembangan, dan pertumbuhan yang layak dilaku-terapkan untuk kesejahteraan bersama.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun