Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merebus Air Nira, Berharap Manisnya Harga Gula Merah

18 September 2016   17:59 Diperbarui: 19 September 2016   20:21 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah menikmati sepotong umbi talas hangat yang direbus-matangkan dalam air nira kelapa yang sudah mendidih sebelumnya?

Kalau belum, cobalah meluangkan waktu untuk menikmatinya. Bila beruntung mendapati cuaca sore yang cerah, menikmati umbi talas yang sudah menjadi terasa manis-gurih karena air nira kelapa dan  terasa lembut ketika digigit-kunyah akan terasa istimewa. Secangkir teh hangat-tawar-segar akan menjadi perbaduan yang sepadan.

Tidak perlu dinikmati dengan tempelan merek pada piring dan gelasnya yang menjadikan jauh lebih mahal atas nama gaya-hidup. Tidak perlu dinikmati di suatu tempat khusus yang digagas-rancang-bangun untuk memenuhi imajinasi.

Teras kecil dengan balai yang terbuat dari bambu sudah lebih dari cukup untuk mensyukuri berkat, sambil menikmati hangat sinar matahari sore yang menyelinap di antara pucuk-pucuk pohon itu.

Spiritualitas Tidak Selalu Terwujud-maknai Dalam Laku Ritual

Sepiring umbi talas hangat-manis-lembut dan teh hangat-tawar-segar di teras rumah pada sore yang cerah adalah sebuah saat penuh makna.

Sungguh beruntung kemarin sore boleh menikmati sore yang hebat. Justru bukan di ruang penunjang gaya-hidup di mana pelayannya bersikap ramah dalam skema sebuah keharusan. Dan bertanya tentang inti perjumpaan dengan menanyakan apakah akan dibayar tunai atau memakai produk perbankan bernama kartu-kredit.

Tuan-rumahnya adalah teman ketika masih SD yang menjadi Kepala Dusun, yang sore itu ditemani simboknya yang berkain kebaya dengan atasan berwarna hitam dengan corak bunga-bunga kecil. Sebuah sandal plastik berwarna putih mengalasi kedua kakinya. Tubuhnya yang sudah tidak begitu kuat menampilkan gesture yang selalu santun dan tulus.

Sebentar menemaninya di depan tungku yang dijejali kayu bakar dengan wajan besar di atasnya. Bertanya kabar sambil mengaduk air nira yang sedang direbus. Tidak lama kemudian diambilnya umbi talas dan dimasukkan ke dalam wajan setelah dicuci bersih.

Tuan rumah yang baru turun dari mengambil bumbung air nira yang sudah penuh dan menggantinya dengan yang kosong menyapa kami. Memang tujuan hari itu adalah menemui tuan rumah. Untuk menyelesaikan beberapa hal.

Pada pertengahan pembicaraan, simboknya menyajikan sepiring talas yang masih panas dan disusul dengan teh hangat-tawar-segar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun