Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yogya Istimewa, Karena Masa Lalu atau Demi Masa Depan?

8 September 2016   01:38 Diperbarui: 9 September 2016   21:53 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta adalah juga ruang-ruang kelas. Semenjak era Ki Hajar Dewantoro, Yogyakarta merupakan sebuah persemaian keilmuan. Dengan sekitar 15 Universitas, 19 Sekolah Tinggi dan 6 Akademi/Politektik, Yogyakarta terasa cukup sesak dengan intitusi pendidikan. Itupun tidak dihitung-jumlahkan dengan TK/PAUD, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.

Gabungan antara sejarah hebat yang sangat kaya dengan nilai (value) di masa lalu dan peran penting di masa sekarang yang juga menjadi tempat persemaian nilai (value)  menjadikan Yogyakarta sebagai perpaduan yang tidak tergantikan oleh wilayah lain di Indonesia.

Aktualisasi Peran untuk Masa Depan

Dengan sisa luas sawah produktif di kota Yogyakarta saat ini di angka 65 hektar atau menyusut dari tahun lalu yang berada di angka 71 hektar, bila pengurangan berlangsung tetap maka lahan sawah produktif dalam waktu tidak lama akan hilang.

Tidak saja terkait dengan ketersediaan bahan pokok pangan, tetapi bagian yang juga signifikan adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang tidak mungkin tidak bertumbuh.

Dari sisi ini pemerintah rasanya tidak bertindak cepat dan strategis dengan misalnya membangun rumah susun lebih banyak sehingga ruang terbuka hijau dapat semaksimal mungkin dipertahankan. Syukur-syukur bertambah. Keseimbangan yang dapat  terganggu secara serius dalam waktu tidak lama.

Terdapat juga masalah-masalah  lain. Drainase kota yang semakin kedodoran. Sampah visual yang sudah lama meresahkan para pemerhati kota. Rekayasa lalu-lintas dengan memperbanyak arah lintas satu arah juga terkesan insidental dipikirkan, padahal kota semakin padat-merayap. 

Dan pada banyak kesempatan kemacetan membutuhkan waktu lebih panjang untuk dapat terurai. Tentang lalu-lintas ini juga menjadi masalah jamak perkotaan di Indonesia ketika titik selisih antara panjang jalan dan jumlah kendaraan semakin mengecil. Belum lagi masalah-masalah sosial.

Sumber Gambar: sindonews.com
Sumber Gambar: sindonews.com
Secara kualitas sumber daya manusia, Yogyakarta mungkin merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Banyak pakar dari berbagai bidang kajian ilmu yang tinggal dan mengembangkan keahliannya di Yogyakarta. Selain itu para pakar itu juga berpartisipasi mengembangkan kota-kota lain.

Pertanyaan umum yang dapat muncul adalah apakah sudah terwujud sinergitas antara pemerintah dan para pakar hebat tadi. Atau ada persoalan kemana dan seperti apa kota Yogyakarta akan dibawa-wujudkan di masa depan. Tentu dalam konteks asesibilitas kota yang lebih baik bagi penduduknya.

Dengan pelibatan para pakar, masalah-masalah yang muncul di Yogyakarta mestinya secara sistematis dapat direduksi secara optimal. Keraton sebagai pengemban kebudayaan yang penting  sebagai bagian dari sejarah panjang Yogyakarta pastilah juga menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan tidak mudah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun