Yogyakarta adalah juga ruang-ruang kelas. Semenjak era Ki Hajar Dewantoro, Yogyakarta merupakan sebuah persemaian keilmuan. Dengan sekitar 15 Universitas, 19 Sekolah Tinggi dan 6 Akademi/Politektik, Yogyakarta terasa cukup sesak dengan intitusi pendidikan. Itupun tidak dihitung-jumlahkan dengan TK/PAUD, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.
Gabungan antara sejarah hebat yang sangat kaya dengan nilai (value) di masa lalu dan peran penting di masa sekarang yang juga menjadi tempat persemaian nilai (value) Â menjadikan Yogyakarta sebagai perpaduan yang tidak tergantikan oleh wilayah lain di Indonesia.
Aktualisasi Peran untuk Masa Depan
Dengan sisa luas sawah produktif di kota Yogyakarta saat ini di angka 65 hektar atau menyusut dari tahun lalu yang berada di angka 71 hektar, bila pengurangan berlangsung tetap maka lahan sawah produktif dalam waktu tidak lama akan hilang.
Tidak saja terkait dengan ketersediaan bahan pokok pangan, tetapi bagian yang juga signifikan adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang tidak mungkin tidak bertumbuh.
Dari sisi ini pemerintah rasanya tidak bertindak cepat dan strategis dengan misalnya membangun rumah susun lebih banyak sehingga ruang terbuka hijau dapat semaksimal mungkin dipertahankan. Syukur-syukur bertambah. Keseimbangan yang dapat  terganggu secara serius dalam waktu tidak lama.
Terdapat juga masalah-masalah  lain. Drainase kota yang semakin kedodoran. Sampah visual yang sudah lama meresahkan para pemerhati kota. Rekayasa lalu-lintas dengan memperbanyak arah lintas satu arah juga terkesan insidental dipikirkan, padahal kota semakin padat-merayap.Â
Dan pada banyak kesempatan kemacetan membutuhkan waktu lebih panjang untuk dapat terurai. Tentang lalu-lintas ini juga menjadi masalah jamak perkotaan di Indonesia ketika titik selisih antara panjang jalan dan jumlah kendaraan semakin mengecil. Belum lagi masalah-masalah sosial.
Pertanyaan umum yang dapat muncul adalah apakah sudah terwujud sinergitas antara pemerintah dan para pakar hebat tadi. Atau ada persoalan kemana dan seperti apa kota Yogyakarta akan dibawa-wujudkan di masa depan. Tentu dalam konteks asesibilitas kota yang lebih baik bagi penduduknya.
Dengan pelibatan para pakar, masalah-masalah yang muncul di Yogyakarta mestinya secara sistematis dapat direduksi secara optimal. Keraton sebagai pengemban kebudayaan yang penting  sebagai bagian dari sejarah panjang Yogyakarta pastilah juga menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan tidak mudah.Â