Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[71th RI] Kemerdekaan yang Perlu Dikelola dengan Kebebasan dan Kemakmuran

12 Agustus 2016   23:11 Diperbarui: 13 Agustus 2016   19:56 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: abiummi.com

Gagasan terbesar dari kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para Bapak Bangsa adalah akan hadirnya kebebasan dan kemakmuran. Dengan memiliki kebebasan, Bangsa Indonesia diharapkan dapat menentukan nasibnya sendiri. Dengan memiliki otoritas menentukan nasibnya sendiri, Bangsa Indonesia kemudian didamba-harapkan oleh para Bapak Bangsa menjadi negara yang makmur. Menjadi negara yang disegani dan dihormati oleh negara lain.

Citarasa Budaya, Negara Yang Sangat Kaya Kebudayaan dan Sumberdaya

Kekayaan budaya dan sumberdaya alam di Nusantara bagaikan tidak terbilang. Arsitektur Masjid Istiqlal  sama eksotiknya dengan Katedral Santa Perawan Maria di samping lapangan Lapangan Banteng yang legendaris di Jakarta Pusat. Atau seperti Masjid Raya Al-Mashun di Medan yang seperti menjelma elok dari tanah yang merekah, seperti juga bunga Teratai raksasa yang mengapung di tengah danau purba bernama  Candi Borobudur.

Tengok jugalah ke belahan timur.  Pura Tanah Lot berdiri sekokoh bongkahan batu karang yang menopangnya, tetapi tetap terasa hening diantara keriuhan debur dan butir ombak yang tidak pernah lelah menghantam untuk kemudian memecah dirinya di hamparan batu-batu karang. Kalau beruntung dapat dirasakan percikan air yang meloncat-melenting  lembut menerpa menyejuk-segarkan hati.

Sumber Gambar: pesisirnews.com
Sumber Gambar: pesisirnews.com
Simfoni tarian elok Burung Merak atau Burung Cendrawasih dapat menjadi tarian yang tak akan penah terkalahkan oleh tarian opera kelas atas di belahan manapun.

Selalu sulit untuk memilah manakah yang paling elok. Mana yang paling membuncahkan perasaan bangga dan haru.

Maka ketika warisan budaya tidak ternilai seperti Candi Prambanan hanya dikelola-komoditaskan untuk mengutip lembaran alat tukar, pada saat itu kekayaan paling bernilai sedang diobral dengan standar harga yang paling murah. Banyak sekali pesan luhur yang tidak tertangkap dan termaknai dengan seharusnya. Hanya dibayar-hargai sebagai tumpukan batu-berukir dari masa lalu.

Seperti juga di sisi lain, hutan tropis di nusa Kalimantan yang dibabat-gantikan dengan tanaman kelapa sawit. Mungkin bersama hutan tropis  di tanah permai Papua juga hanya akan menjadi cerita dari masa lalu untuk para cucu-cicit. Cerita tentang kabut yang menyelimuti desa. Cerita tentang riuh kicau nyanyian burung yang dengan riang melompati dahan dengan kepak sayap kecilnya.

Menjadi Negara- Keluarga Yang Lebih Hangat

Bung  Karno dengan haru-gembira melamar calon pasangan hidup Bung Hatta yang sudah berjuang sebagai man for others. Tanpa pamrih. Tanpa kesah. Yang bertahun menunda rindu memakai sepatu berkualitas bagus.  Sahabat yang saling kritis pada suatu ketika dan kemudian saling dukung pada waktunya.  

Banyak Bapak Bangsa yang datang bersama kedua pribadi hebat itu. Nama mereka adalah jaminan. Semangat mereka adalah impian. Dan keteguhan mereka adalah suri-teladan.

Sekarang  semakin banyak gerombolan-gerombolan cerdik-tak-pandai yang ingin dengan singkat mengukur-tunjukkan keberhasilan dengan menampung-tambahkan jumlah roda kendaraan yang terparkir di garasi kekuasaannya.

Meskipun terasa sebentar ada ditengah kita, almarhum Husni Kamil Manik seperti datang dari tempat dan waktu yang berbeda dari kebanyakan generasinya. Terima kasih, Pak Husni. Tugasmu untuk menunjuk-nyatakan kenegarawanan sudah dianggap cukup dan selesai.  Terima kasih untuk selera humormu yang bagus, yang terdengar sangat kocak ketika hadir bersama kesungguhan dan kerelaan.

Rasa Memiliki Karena Negara (Sangat) Bukan Sebuah Komoditi

Terima kasih, Bu Susi. Dibalik keteguhannya, justru ternyatakan kemarahan dan ketidak-relaan negerinya dijarah-miskinkan. Juga tertangkap kesedihan mendalam dibalik kapal-kapal yang meledak dan hancur. Kesedihan tidak terperi seorang ibu yang melihat ladang keluarganya hanya dapat ditumbuhi ilalang. Padahal seharusnya dan semestinya tumbuh subur bulir padi yang merunduk bernas. Air mata seorang pejuang dapat berwujud api yang berkobar-membakar-hanguskan.

Karena Kehormatan Bangsa adalah Segalanya

Nusantara bukan lagi putu-manikam yang hanya dijanjikan. Nusantara adalah kolam susu dan madu yang sudah diberikan dengan percuma. Tetapi tetap dibutuhkan rasa bangga dan hormat untuk dapat memiliki dan mengolahnya.

Nusantara adalah rumah besar doa bagi rakyatnya. Bukan hanya doa yang mengalun dari balik tembok-tembok yang menyekat-bedakan. Doa yang tidak hanya cukup didaraskan di bawah kubah. Doa yang dibutuhkan adalah doa yang bergerak bersama tangan yang memungut sampah. Doa adalah energi yang mengalir bersama air pada laku untuk menjaga setiap pantai dan danau. Doa adalah lompatan dalam langkah menjaga setiap meter hutan dan ladang. Doa adalah ketidakraguan mengayunkan palu vonis bagi para pembalak, pencuri dan perongrong. Doa adalah laju yang berhenti di belakang nyala lampu merah. Doa adalah sabar laku berdiri dalam barisan antrian. Doa adalah...

Bangsa ini membutuhkan banyak sekali doa.

www-ourglobaltrek-com-1-57adf459f196738819c515c8.jpg
www-ourglobaltrek-com-1-57adf459f196738819c515c8.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun