Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepemimpinan Indonesia: Siap-Memimpin dan Siap-Dipimpin

26 Juli 2016   21:35 Diperbarui: 26 Juli 2016   22:01 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya rintangan menuju sasaran, bisa diatasi dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk meneruskannya. Sebaliknya, bila kita diberi kesempatan, kita bertanggung-jawab meneruskannya bagi orang lain, sebab tujuan kita sama.

Keengganan Untuk Dipimpin

Demokrasi yang ideal mengamsumsikan semua peserta pesta demokrasi tanpa kecuali berada dalam situasi yang bebas dari tekanan sehingga dapat berfikir dan memutuskan dengan leluasa. Mempertimbangkan dengan baik dan bebas sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggung-jawabkan untuk kebaikan tujuan bersama sebagai bangsa.

Malangnya, peserta pesta demokrasi banyak yang beranggapan bahwa pemilu adalah hanya sarana untuk mendapatkan kemenangan dan kekuasaan yang sah secara legal dan formal. Tujuan ikut pemilu adalah hanya untuk mencapai kemenangan. Untuk mendapat kekuasaan. Segala cara dilakukan dan segala upaya ditempuh. Tujuannya satu dan jelas: kemenangan. Kata politik-pun sudah didefiniskan jauh lebih pragmatis dengan menjadi kuda-troya untuk mencapai tujuan.

Bagi yang cukup berusaha berfikir jernih, komentar dan tanggapan yang bertebaran di media sosial pasti cukup untuk dapat membuat tidak nyaman. Malangnya (lagi), konfrontasi masih juga berlanjut sampai sekarang. Lengkap dengan label dan merek masing-masing kubu. Naga-naganya, konfrontasi opini ini sengaja diperlihara dan dilanjutkan sampai pada pemilu yang akan datang.

Situasi yang semestinya dapat dipakai-manfaatkan untuk membangun kerjasama yang lebih sinergis sengaja diabaikan oleh para pelaku perang opini di media massa.

Saatnya Menjadi Indonesia Kembali

The action of leading a group of people or an organization. The leaders of an organization, country, etc.

Tersebut di atas adalah salah-dua dari makna kepemimpinan bila disinonimkan dengan kata ‘leadership’ dalam Bahasa Inggris. Memimpin dalam Bahasa Inggris adalah peran ‘di depan’. Dan ‘di belakang’ adalah para pengikut dari konsep kepemimpinan itu.

Kepeminpinan yang banyak dipahami dalam konteks dan makna dalam Bahasa Inggris, yang tentu saja dilatar-belakangi oleh bukan budaya Indonesia, telah secara langsung maupun tidak langsung menghilangkan makna kepemimpinan yang secara otentik tumbuh dan berkembang sesuai budaya luhur Indonesia.

Menurut Almarhum Profesor Damardjati Supadjar, demokrasi asli Indonesia adalah yang dilakukan dalam konsep musyawarah untuk mencapai mufakat. Pemimpin yang dipilih-pun kemudian adalah yang disepakati untuk memegang tampuk kepemimpinan. Bukan pemimpin yang dipilih dalam sebuah perlombaan atau kompetisi. Apalagi yang dipilih berdasarkan one-man, one-vote.

Budaya solidaritas yang sangat tinggi dalam masyarakat Indonesia tidak mendukung pelaksanaan sistem demokrasi one-man, one-vote. Rentan dipengaruhi. Rentan mempengaruhi. Budaya Indonesia adalah budaya kebersamaan. Budaya gotong-royong. Budaya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Budaya musyawarah untuk mencapai kemufakatan.

Budaya Indonesia yang otentik terus tergerus dan hanya ditukar-gantikan oleh slogan ‘Negara Demokrasi Terbesar di Dunia’. Dengan sistem demokrasi yang sangat tidak Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara, Sang Mahaguru

Para pemikir dengan otentitas Indonesia yang sangat kuat seperti kehilangan singgasananya di tanah kelahirannya sendiri. Diganti oleh pemikiran-pemikiran asing yang banyak dikutip-ulas-diskusikan justru oleh kaum intelektual Indonesia sendiri.

Kepemimpinan otentik Indonesia yang dikaji-rumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah konsep kepemimpinan Indonesia yang sesungguhnya. Kepemimpinan yang sangat meng-Indonesia. Dengan nafas dan semangat Indonesia.

Bahwa seorang pemimpin sejati tidak selalu dan harus berada di depan. Di tempat paling tinggi. Pemimpin sejati bila tidak berada di depan, maka ia akan berada di tengah pada suatu ketika. Tetapi saat di belakangpun ia tetap tinggal dengan kualitas seorang pemimpin.

Ing ngarso asung tuladha. Yang tidak takut berdiri di depan dengan selalu memberi suri-tauladan. Ing madya amangun Karsa. Yang berbesar hati ketika berada di tengah dengan membangun semangat, motivasi dan dukungan untuk mencapai tujuan bersama. Tut wuri handayani. Yang tetap memberikan peneguhan bahkan ketika sedang berada di belakang untuk selalu menggenggam cita-cita bersama.

Kualitas kepemimpinan tidak selalu hanya untuk tampil di depan. Kualitas kepemimpinan yang sejati mengabaikan lokasi dan posisi, tetapi selalu berusaha memberikan kontribusi yang terbaik untuk negerinya.

Untuk tanah yang mencintai dan dicintai : Indonesia !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun