Lalu, apa itu kebijakan makroprudensial?
Jika mikroprudensial berfokus pada kesehatan individu lembaga keuangan, maka makroprudensial berfokus pada sistem keuangan secara keseluruhan. Kebijakan makroprudensial berfungsi untuk mencegah resiko sistemik yang timbul karena tumbangnya salah satu sektor keuangan, sehingga meminimalisir terjadinya krisis yang semakin mengacaukan perekonomian.
Ibarat hutan, dimana pohon adalah elemen sistem keuangannya, maka tugas BI terkait kebijakan makroprudensial adalah menjaga ekosistem hutan. Agar ketika 1 pohon terbakar, tidak merambat ke pohon lain dan mengakibatkan kebakaran hutan (resiko sistemik).
Kebijakan makroprudensial sendiri sifatnya countercyclical atau berkebalikan dengan trend siklus keuangan yang sedang berjalan.
Misalnya ketika pertumbuhan kredit atau pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, maka BI akan menaikkan porsi uang muka kredit agar pembiayaan tidak kebablabasan.
Demikian pula sebaliknya. Jika perekonomian melesu, maka BI akan menurunkan porsi uang muka kredit untuk menarik kreditur dan memicu gairah ekonomi kembali. Seperti kebijakan relaksasi LTV (Loan to Value) hingga 100%, atau pembayaran DP 0% yang sudah dikeluarkan BI saat ini.
Kebijakan makroprudensial lain yang dikeluarkan BI untuk masyarakat di masa pandemi ini yaitu, kebijakan relaksasi kartu kredit kepada nasabah yang terdampak Covid-19. Dengan pengurangan bunga dan pemangkasan denda, maka kebijakan ini diharapkan dapat mencegah gagal bayar yang bisa menyebabkan kredit macet.
Yang perlu kita pahami selanjutnya adalah, setiap sektor memiliki perannya masing - masing dalam membantu negara dalam menjaga SSK. Mulai dari Bank, institusi keuangan non bank, korporasi, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, hingga sektor rumah tangga.
Sedangkan bagi saya dan keluarga selaku sektor rumah tangga, perilaku cerdas inilah yang bisa kami lakukan di tengah ketidakpastian agar makroprudensial aman terjaga.