Selanjutnya, petani kita juga dapat memanfaatkan aplikasi - aplikasi yang telah dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) untuk mempermudah kinerja mereka.
Seperti aplikasi KATAM TERPADU (Kalender Tanam Terpadu) yang memudahkan petani agar bisa menanam tepat waktu, tepat varietas, dan tepat pupuk. Atau TANAM (Teknologi Pertanian Modern), aplikasi yang berisi informasi sentra produksi, kesesuaian lahan, varietas, dan sarana produksi pertanian untuk petani dari hulu ke hilir.
Momen bangkitnya pertanian modern Indonesia di era revolusi industri 4.0, ditandai dengan digagasnya Smart Farming 4.0. Pertanian modern berbasis precision farming atau pertanian yang terukur, tertakar dan akurat.Â
Dimana pengolahannya dibantu otomatisasi dan robot, serta sistem informasi manajeman untuk mengelola berbagai kebutuhan informasi yang terintegrasi dalam 1 aplikasi. Hal yang merupakan ciri khas dari revolusi industri 4.0.
Tujuannya adalah mempersiapkan petani Indonesia agar dapat berdaya saing di era revolusi industri 4.0. Sekaligus memaksimalkan potensi pertanian suatu daerah agar tercapai ketahanan pangan, dan mendorong ekspor hasil tani di daerah tersebut.
Smart Farming 4.0 saat ini sudah dipercontohkan di beberapa daerah seperti Situbondo dan Serpong. Dengan target terdekatnya adalah pembangunan kawasan pertanian modern di 36 hektare lahan di Indonesia.
Gagasan lain yang menarik adalah konsep pertanian terintegrasi berbasis teknologi ramah lingkungan yang menggabungkan semua komponen pertanian dalam satu sistem usaha budidaya.
Untuk diketahui, komponen pertanian itu tidak hanya budidaya tanaman saja, budidaya ternak juga termasuk di dalamnya.
Tantangan konsep pertanian modern di Indonesia
Melihat capaian capaian inovasi dan teknologi konsep pertanian masa depan pada kunjungan saya ke Museum Pertanian beberapa waktu yang lalu, membuat hati ini optimis akan #pertanianIndonesiamaju. Ternyata Indonesia tidak sedang memimpikan konsep pertanian modern. Kita sudah memulainya. Meski tentunya banyak pula tantangan yang harus dihadapi dalam implementasinya, antara lain :
1. Biaya
Biaya adalah kendala terbesar dalam penerapan teknologi, tidak hanya bagi para petani tapi juga bagi pemerintah itu sendiri. Bagi para petani, regulasi pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Bisa dengan kemudahan pembiayaan, atau bantuan Alsintan dari pemerintah yang selama ini memang sudah dilakukan. Regulasi juga harus tepat sasaran. Terutama bagi para petani - petani traditional bermodal kecil agar mereka bisa cepat tersentuh teknologi.