Mohon tunggu...
Diar Ronayu
Diar Ronayu Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger dan Youtuber

Video creator di Channel YouTube Mama Unakira, sesekali menulis di unakira.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan Takut, Ada LPSK yang Melindungi

21 November 2018   22:47 Diperbarui: 22 November 2018   09:49 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suami tercinta saya pasca operasi, masih menggunakan alat bantu untuk berjalan|Dokumentasi pribadi

Satu bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2018, keluarga kami ditimpa musibah yang tak disangka - sangka. Suami saya yang sedang menyeberang dengan mengendarai motor, tiba -- tiba dihantam oleh sebuah mobil dari arah belakang. Saat menerima kabar itu, saya sedang dirumah, bersiap menidurkan dua putri saya.

Singkat cerita, saya dan penabrak akhirnya sepakat memeriksakan kondisi suami ke rumah sakit terdekat. Karena malam hari, tak mungkin saya membawa serta kedua anak, sehingga dengan sangat terpaksa mereka saya titipkan pada tetangga.

Sampai di rumah sakit, dokter tak melihat luka luar yang serius. Hanya memar -- memar yang wajar. Meski begitu suami saya begitu kesakitan hingga wajahnya pucat pasi. Dokter IGD pun memutuskan untuk mengambil foto rontgen.

Ketika dokter menyodorkan hasil foto rontgennya pada saya, tubuh saya mendadak lemas dan kehilangan keseimbangan. Bayangkan sebatang bambu yang digeprek. Begitulah kira -- kira kondisi tulang paha kiri suami saya. Patah memanjang menjadi 3 bagian.

Apesnya lagi, saya berhadapan dengan penabrak yang sejak awal tidak punya itikad baik. Kesediaanya mengantar suami saya ke rumah sakit rupanya atas dorongan massa yang menyaksikan kecelakaan suami saya. Itupun dengan dikawal seorang supir angkot yang akhirnya merelakan waktu kerjanya demi menolong suami saya.

Ketika berkomunikasi dengan si penabrak, dengan berbagai jurus ngelesnya ia enggan bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa suami saya. Yang mulanya kesalahan ini menurutnya adalah kesalahan bersama, ujung -- ujungnya malah ia mulai menyalahkan suami saya.

Saya mulai merasa tidak nyaman dan terintimidasi ketika si penabrak mengatakan bahwa ia sangat mengenal dan bergaul dengan "orang -- orang stasiun". Di tempat tinggal saya, kata -- kata ini bisa diartikan dengan "preman".

Belum selesai kami berbicara, tanpa permisi ia mengambil foto saya. Seolah -- olah saya ini tersangka. Tanpa harus bertanya, saya paham apa maksudnya. Andai saya memperkarakan masalah ini ke jalur hukum, sepertinya saya juga harus bersiap menerima resikonya. Apalagi ia juga sudah tahu tempat tinggal saya. Mungkin jika suatu saat saya bertemu dengan temannya di jalan, mereka akan mengajak saya selfie.

Atau mungkin ia akan mengirimkan paket petasan ke rumah saya. Entahlah. Tanpa dijelaskan saya cukup paham sedang berhadapan dengan manusia macam apa. Pertanyaannya, jika memang ancamannya itu benar dan nyata, siapa yang bisa menjamin keselamatan saya?

Marah, sedih, kecewa, gusar, kalut, takut bercampur menjadi satu. In the middle of I don't know, apa yang harus saya lakukan? Mencakar wajahnya atau salim tangan minta ampun?

Saat itu saya sendirian, memikirkan 2 anak yang entah menangis atau merengek di bawah penjagaan tetangga. Memikirkan suami yang meringis kesakitan di ranjang IGD. Memikirkan motor yang entah dimana rimbanya. Menghadapi situasi yang serba tidak mengenakkan seperti ini, yang bisa saya lakukan hanyalah berusaha untuk tetap tenang dan tegar.

Keinginan untuk melaporkan kejadian ini tentu saja besar, karena rasanya tidak adil jika kami harus kesusahan sementara si penabrak melenggang bebas di jalanan. Dibantu pihak rumah sakit, saya mengantongi data -- datanya.

Namun akhirnya saya dan suami sepakat untuk tidak memperpanjang masalah ini.  Jujur saja, faktor ancaman yang saya terima sedikit banyak mempengaruhi keputusan kami. Nggak tahu apakah kami ini terlalu baik hati atau cemen. Akan tetapi saya sendiri selalu berdoa setiap hari agar suatu saat si penabrak mendapat balasan yang setimpal.

bekas jahitan pasca operasi patah tulang| Dokumentasi pribadi
bekas jahitan pasca operasi patah tulang| Dokumentasi pribadi
suami tercinta saya pasca operasi, masih menggunakan alat bantu untuk berjalan|Dokumentasi pribadi
suami tercinta saya pasca operasi, masih menggunakan alat bantu untuk berjalan|Dokumentasi pribadi
Berkenalan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

Kasus yang saya alami ini memang tidaklah seberapa mengancam jiwa. Namun di luar sana, saya yakin banyak sekali kasus -- kasus serius, dengan para korban dan saksi yang merasa tertekan dan terintimidasi sehingga enggan untuk mencari keadilan atau mengungkapkan kebenaran.

Contohnya saksi/korban tindak pidana korupsi, pencucian uang, terorisme, perdagangan orang, narkotika, pelecehan seksual, penganiayaan, atau pelanggaran HAM berat. Seringkali para saksi/korban pada kasus -- kasus tersebut mendapatkan terror atau ancaman. Sehingga proses penegakan hukum tidak dapat berjalan secara objektif.

Kasus pelecehan seksual seorang mahasiswi di salah satu Universitas ternama yang cukup menyita perhatian publik belakangan ini membuat saya jadi mengenal salah satu lembaga negara, yaitu LPSK. Dalam pernyataannya kepada media, LPSK mendorong penanganan kasus tersebut untuk dibawa ke ranah hukum. Dan jika mahasiswi tersebut merasa terancam, tentu saja LPSK bersedia memberikan perlindungan.

Rupanya, LPSK merupakan lembaga negara bersifat mandiri yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak  kepada saksi/korban tindak pidana, sebagaimana diatur dalam UU no 31 tahun 2014. Bentuk perlindungan ini mencakup segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi/korban, agar para saksi/korban ini dapat berkontribusi maksimal dalam pengungkapan suatu tindak pidana.

Seperti yang kita ketahui bersama, dalam pengungkapan suatu tindak pidana, para saksi/korban umumnya berinteraksi dengan aparat penegak hukum seperti polisi, kejaksaan dan pengadilan. Apakah para saksi/korban ini mendapat perlakuan khusus? Tentu saja tidak. Bahkan hak -- hak mereka terkadang kurang terakomodir. Contohnya kasus Baiq Nuril yang sedang hangat saat ini. Seorang korban yang justru menjadi tersangka dan dihukum 6 bulan penjara.

Padahal, saksi/korban adalah kunci agar suatu kasus dapat terungkap secara objektif. Sehingga menurut saya, keberadaan LPSK ini sesungguhnya merupakan oase bagi para saksi/korban yang merasa terancam dengan posisinya tersebut.

Dan ketika saksi/korban diputuskan menjadi terlindung LPSK, maka yang bersangkutan akan mendapatkan layanan dari LPSK, disesuaikan dengan kebutuhan terlindung. Antara lain, layanan perlindungan, bantuan medis, bantuan psikologis, kompensasi, rehabilitasi psikososial, fasilitas restitusi, atau perlindungan darurat untuk saksi/korban, yang membutuhkan penanganan cepat demi keamanan jiwanya.

LPSK, Lembaga Mandiri Yang Kredibel dan Berintegritas

Jika kita bicara soal kredibilitas dan integritas, maka dua hal ini berkaitan erat dengan trust. Bedanya, kredibilitas bicara soal kecakapan dan pengalaman, sedangkan integritas bicara soal nilai, komitmen, atau konsistensi.

LPSK sendiri dibentuk dengan penuh perjuangan dalam proses yang panjang oleh elemen -- elemen masyarakat yang peduli akan hak -- hak saksi/korban tindak pidana. 10 tahun berdiri. Hingga kini komitmen LPSK masih sama, yaitu melayani para saksi/korban dengan memberikan rasa aman dan nyaman pada mereka.

Dikutip dari laporan tahunan LPSK Tahun Anggaran 2017, LPSK menerima 1860 permohonan perlindungan. Di luar itu, sudah ribuan kasus yang ditangani oleh LPSK sehingga pengalamannya sudah teruji di lapangan. Saksi/korban yang dilindungi juga tentunya tidak pandang bulu.

Contoh kasus yang ditangani LPSK antara lain kasus pengancaman dengan kekerasan yang terjadi di Desa Antajaya Bogor pada tahun 2017 lalu. Dimana ada kekhawatiran dari warga dikarenakan terduga pelaku pengancaman masih bebas berkeliaran. Tindakan LPSK adalah berkoordinasi dengan Polres Bogor dan Polsek Antajaya. Hasilnya, aparat penegak hukum  melakukan tindakan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan pengancaman terhadap warga tersebut.

Kasus lainnya, adalah dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh oknum TNI kepada Lagode di Maluku Utara. Tindakan LPSK adalah memberikan perlindungan pada para warga yang siap bersaksi.

Dan masih banyak lagi kasus lainnya.

Kita bisa melihat kredibiltas LPSK dari track record kinerja LPSK selama ini. Sejak awal berdiri, jumlah kasus yang ditangani oleh LPSK meningkat dari tahun ke tahun. Itu artinya, masyarakat mulai mengenal sepak terjang dan menaruh kepercayaan pada LPSK.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Saya optimis di tangan pimpinan baru LPSK, kehadiran LPSK akan mendorong penegakan hukum yang adil di Indonesia. Untuk para saksi/korban yang merasa terancam, jangan takut. Ada LPSK yang melayani dan melindungi. Jangan khawatir juga soal biaya, karena biayanya ditanggung negara.

Note :

Artikel ini telah dibagikan di akun twitter penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun