Mohon tunggu...
Dian Yulia Kartikasari
Dian Yulia Kartikasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penikmat alam, kuliner dan menyukai dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cintaku Tertinggal di Jayapura

6 Mei 2014   01:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_334827" align="aligncenter" width="583" caption="Danau Sentani (dok: Dian Yulia)"][/caption]

"Tanah Papua, tanah yang kaya. Surga kecil jatuh ke bumi," begitulah lirik lagu Aku Papua oleh Edo Kondolongit. Kalimat yang menggambarkan keadaan sebenarnya dan baru bisa dibuktikan jika Anda kesana, mengunjunginya. Akhir bulan lalu, Alhamdullilah saya akhirnya bisa mewujudkan resolusi tahun ini, menginjak tanah bumi paling timur di Indonesia, tanah Papua.

Sebelum roda pesawat menyentuh Bandara Sentani - Jayapura, saya dikagumkan oleh deretan gunung hijau tinggi dan menjulang. Pikiran sok tahu saya mengatakan itu Gunung Jayawijaya, walau saya tidak yakin itu benar. Hijau, rimbun, menutupi titik-titik kecil atap tanda kehidupan di sela-sela lembah. Subbanallah! Rasa letih dan lelah setelah 5,5 jam tidak bisa tidur dengan nyenyak terbayarkan. Kekhawatiran oleh guncangan melewati awan-awan tebal pun lenyap seketika. Buru-buru saya ambil ponsel saya dan mengabadikannya. Belakangan saya baru tahu kalau itu namanya Gunung Cyclops, wah auranya kok mirip film Transformer yah?

[caption id="attachment_334828" align="aligncenter" width="461" caption="Menjelang mendarat, tampak gunung Cyclops (dok: Dian Yulia)"]

1399287720900390462
1399287720900390462
[/caption]

Berikut saya sajikan berbagai tempat yang harus Anda kunjungi jika datang ke Jayapura:

Skyland, kelapanya maknyuss!

Bosan menunggu bagasi nyaris sejam lamanya, saya pun bergegas keluar Bandara. Setelah bertemu rekan kantor yang menjemput, kami langsung menuju kota. Membuka percakapan mengenai beberapa spot menarik yang sudah saya dengar sebelumnya dari Mas Dhave Danang salah satu Kompasianer termasyhur dengan hasil jepretannya. Akhirnya kami berhenti di Skyland. Sebuah daerah di pinggir danau Sentani di antara jalur Bandara - Kota yang terkenal dengan pemandangannya. Disini es kelapanya enak dan segar didukung dengan harganya juga, 20ribu harus Anda keluarkan untuk sebutir kelapa muda. Segitu bisa dapat 4 butir kalau di pulau Jawa, hahaha. Karena kami bertiga, jadi total 60 ribu harus dikeluarkan untuk foto-foto narsis dan minuman segar.

[caption id="attachment_334829" align="aligncenter" width="574" caption="Harga kelapa sebanding dengan pemandangannya (dok: Dian Yulia)"]

1399287847319183520
1399287847319183520
[/caption]

Pantai Kupang

Kembali dikejutkan oleh letak kota yang ternyata berada di lembah gunung, benar-benar di bawah gunung. Di antara teluk dan pegunungan. Bahkan saya bisa melihat gunung di belakang kantor cabang saya. Luar biasa, jarang-jarang saya lihat pemandangan begini selain di Tasikmalaya dan Sukabumi. Namun gunung rasanya tidak sedekat ini. Tidak hanya gunung lho, ada juga pantai yang biasa disebut pantai Kupang, terletak agak menjorok di depan kantor Gubernur sehingga bisa dikategorikan teluk karena ombaknya cenderung tenang. Dari pinggir pantai kita bisa melihat pulau kosong tempat tinggal orang Buton dan pulau kayu putih yang katanya didiami oleh penduduk asli Jayapura, mereka tinggal di Pulau itu karena tanah mereka sudah banyak dijual kepada pendatang.

[caption id="attachment_334831" align="aligncenter" width="583" caption="Pantai Kupang, paling cocok untuk merenung (dok: Dian Yulia)"]

13992881641800226944
13992881641800226944
[/caption]

Monumen Pepera, saksi sejarah yang terabaikan

Persis terletak di depan Mall Jayapura ada sebuah monumen bersejarah yang nyaris luput dari hiruk pikuk keseharian penduduk kota. Saya pun semula tidak menyadarinya. Dua kali melewati Mall Jayapura ditambah informasi dari Bang Yafeth yang juga Kompasianer asli Papua, saya baru tahu bahwa monumen itu adalah saksi bisu hal yang ada di buku sejarah SMP. Monumen yang sering jadi pertanyaan sewaktu Ujian Akhir Semester. Ya ampun! Bagaimana bisa tempat bersejarah dibiarkan kotor dan terkesan tidak terurus dengan baik?

[caption id="attachment_334830" align="aligncenter" width="583" caption="Monumen Pepera (dok: Dian Yulia)"]

13992879431416110468
13992879431416110468
[/caption]

Monumen Pepera, atau Penentuan Pendapat Rakyat. Dimana para kepala suku membuat kesepakatan untuk bergabung dengan NKRI atau tidak. Dan akhirnya berdirilah monumen tersebut. Entah ada apa di balik sejarah Pepera, kabarnya berada di bawah tekanan tentara atau tidak tapi sungguh disayangkan kondisinya.

Taman Imbi, bukan sekedar taman biasa

Taman Imbi Jayapura adalah merupakan saksi bisu sejarah 1 Mei 1962. Pasalnya, tempat itu pernah ditancapkan Bendera PBB, Bendera Indonesia dan Bendera Belanda, tepatnya pada tanggal 1 Mei 1962. (sumber: wartapapuabarat.org)

Taman ini adalah taman bersejarah dimana terdapat monumen Yos Sudarso di atasnya. Sayang waktu itu sudah malam dan kebetulan baterai kamera habis dan foto yang saya abadikan lewat ponsel tidak layak ditampilkan. Taman imbi ramai dikunjungi muda-mudi jikalau malam, wajar saja kondisinya termaram, kurang penerangan, sehingga asyik saja buat mereka yang sedang pacaran. Bukannya mupeng, tapi karena gelap saya jadi tidak nyaman berlama-lama ditambah lagi kepulan asap para tukang sate membuat perut mulai protes.

Taman Mesran, tolong jangan hilangkan "N"


[caption id="attachment_334832" align="aligncenter" width="583" caption="Taman Mesran di waktu malam (dok: Dian Yulia)"]

1399288260259417063
1399288260259417063
[/caption]


Tidak jauh dari taman Imbi sekitar 7 menit berjalan kaki cepat ala pendaki gunung dan 15-20 menit ala saya penikmat kota ada sebuah taman yang dibuat oleh Pertamina, terlihat dari logonya. Inilah taman mesran, terletak di depan PLTD Jayapura. Sehingga agak sedikit berteriak jika ingin mengobrol disini. Berbeda dengan taman imbi yang cenderung remang-remang dan membuat tidak nyaman, disini terang benderang. Banyak anak kecil berlarian tanpa alas kaki, berambut keriting dikepang. Senang rasanya melihat keceriaan masih ada di taman kota, dimana pemandangan itu sudah mulai jarang kecuali di Monas.

Jayapura City View atau tower TVRI

Tempat yang juga terkenal dan tidak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Jayapura. Tidak direkomendasikan bagi pengidap phobia ketinggian. Karena masih sedikit pengaman disini. Agak malu sebenarnya disaat anak-anak kecil bermain layangan dengan santai disini saya malah merinding disko karena melihat tepian jurang.

[caption id="attachment_334834" align="aligncenter" width="583" caption="Jayapura City View (dok: Dian Yulia)"]

13992884401553844616
13992884401553844616
[/caption]

Disini, semua bisa terlihat jelas. Pelabuhan, pantai kupang, teluk, gunung, pulau. Semua landscape indah dalam satu jangkauan mata. Sayangnya saya tidak punya lensa tele seperti turis asing yang juga mengambil foto tidak jauh dari saya. Tapi tak jadi soal besar, toh dengan kamera ponsel dan prosumer saya tetap bisa mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan dengan alamnya.

Pasar Hamadi, pusat oleh-oleh

"Jangan lupa beli koteka!" begitu kata teman-teman. Semua rata-rata titip koteka, baik pria maupun wanita. Walau saya heran juga, toh belum tentu mereka pakai kan? Haha...

[caption id="attachment_335008" align="alignnone" width="648" caption="Koteka yang tergantung bebas di depan kios (dok: Dian Yulia)"]

1399375132667150445
1399375132667150445
[/caption]

Bukan hanya koteka yang bisa Anda temui di pasar Hamadi, kalung dari gigi sapi, babi banyak ditemui disini. Ada lukisan dan tas dari serat kayu dan beragam pernak-pernik lainnya. Paling terkenal adalah noken tas dari serat kayu buatan tangan seharga 150-300rb (tergantung ukuran). Ada tali seperti sabuk yang ternyata dipakai sebagai perhiasan oleh wanita suku Papua harganya mencapai 400rb!! Saya sudah berniat membawanya pulang langsung ciut mendengar harga yang disebutkan penjual dari Buton tersebut. Ketika saya tawar, si penjual pun membuka kartu harga yang ia dapatkan dari orang suku saja 150rb. Dan dijual lebih dari dua kali kepada saya?

[caption id="attachment_334833" align="aligncenter" width="346" caption="Bergaya dengan topi adat (Dok: Dian Yulia)"]

13992883751503140291
13992883751503140291
[/caption]

Akhirnya daripada habis isi dompet, saya pinjam saja propertinya. Saran saya ajaklah orang lokal yang Anda kenal, paling tidak bisa membantu menunjukkan jalan dan mengamini ketika Anda menawar di pasar.

Makan di ruko, serasa di Hongkong

Jika bukan karena ditantang mungkin sampai sekarang saya tidak akan makan Papeda dengan kuah ikan. Sudah sering mendengar kesulitan mengkonsumsi sagu makanan khas Indonesia Timur yang konon bagus untuk penderita diabetes dan tenaga. Karbohidratnya jauh lebih banyak dibanding nasi.

[caption id="attachment_335009" align="alignnone" width="653" caption="Makan Papeda dengan lampu bertaburan (dok: Dian Yulia)"]

13993752742102229186
13993752742102229186
[/caption]

Lupakan dulu soal Papeda, saya lebih tertarik membahas pemandangan malam di pinggir tempat makan yang biasa disebut ruko ini. Terkenal dengan ikan bakar dan macam-macam sambalnya. Tempat ini sungguh menyenangkan. Kita bisa melihat pemandangan lampu-lampu malam di seberang pantai, mendengar deru suara diesel PLTD dari kejauhan, merasakan sapuan angin pantai dan melihat kapal nelayan yang kadang lewat. Jika saja kapal itu penuh dengan lampu warna-warni serasa makan di Hongkong.

Danau Sentani

Sebelum pulang menuju Bandara, tidak ada salahnya Anda menepikan mobil sejenak ke kiri. Mengambil gambar betapa indahnya Danau Sentani. Terik matahari seolah menguji seberapa kuat saya berdiri di sana mengambil beberapa gambar. Sudah lupakan kulit hitam dan sunblock, saya sudah terlanjur jatuh cinta pada alam Jayapura. Tidak peduli lagi pada kulit saya menghitam atau tidak.

[caption id="attachment_334835" align="aligncenter" width="583" caption="Sampai jumpa lagi Sentani (dok: Dian Yulia)"]

13992885851433744651
13992885851433744651
[/caption]

Selain tempat-tempat yang saya sebutkan di atas, masih banyak tempat menarik lainnya di Jayapura. Ada Monumen Marc Arthur, air terjun Cyclops dan berbagai tempat menarik lainnya yang belum saya kunjungi.  Ah, 6 hari rasanya kurang untuk menjelajah seluruh Jayapura.

Benar betapa Papua memang kaya. Kaya akan sejarah, budaya, sumber daya alam juga pemandangannya. Jujur saya betul-betul jatuh cinta pada kota ini. Terlepas dari budaya yang kadang berbeda dengan Ibu kota, pemandangan di Jayapura betul-betul memukau. Selama saya pergi ke berbagai kota, baru kali ini saya dibuat benar-benar jatuh hati pada alamnya. Maka tak berlebihan rasanya jika saya ucapkan: cintaku tertinggal di Jayapura. **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun