Mohon tunggu...
Diantikasari Agrianingsih
Diantikasari Agrianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Literasi yang membangun adalah literasi yang mampu memotivasi dan mengubah gaya hidup menjadi lebik baik bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah OSIS vs Pembully Sekolah

11 Maret 2024   09:23 Diperbarui: 11 Maret 2024   09:40 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aksi bullying terjadi di kantin sekolah pada seorang gadis kelas sepuluh bernama Runi. Ketiga orang sebagai Pembully diserahkan pada osis yang kebetulan melihat kejadian itu secara langsung. Sedangkan korbannya yaitu Runi dibawa ke toilet untuk membersihkan diri sebelum berakhir sidang di Ruang Bimbingan Konseling menghadap pak Komat. 

Keributan tidak dapat dihindari. Tidak ada yang berani memisahkan tiga perempuan cantik dan bergaya kemayu menciptakan aksi ribut lantaran alasan tidak ingin ikut-ikutan. Padahal disaksikan orang banyak. Penghuni kantin memilih menonton bahkan terang-terangan bersorak. Tidak tertinggal untuk menyimpan di galeri sebagai aib.  

Tidak habis pikir, sebuah perkara karena iri lantaran Runi selalu menjadi ratu siswa terpintar dari sekian juara kelas, atau ada yang menyinggung perebutan 'cowok' bernama Karrel. Mereka nekat membully seorang gadis polos dengan terang-terangan. Gadis manis dan berkacamata tadinya sedang makan berdua dengan sahabatnya, tiba-tiba Jesslyn dan kedua temannya mendatangi gadis bernama Runi itu. 

Aksi mereka yang buruk sangat tidak mencerminkan pelajar, persis kelakuan antagonis berada di sebuah buku novel remaja pernah Safira baca. Atau pada serial drama pernah Safira tonton. Melabrak dan mendorong orang dengan kasar berujung menumpahkan segelas air berwarna orange membasahi tubuh sang korban. Mencibir sekaligus memaki dan mengomentari segala perlakuan yang mempermalukan Runi. Kemudian viral menjadi perbincangan seantero sekolah. Hei, dia itu anak orang! 

Sedangkan yang dibully justru diam bak orang lemah. Beranggapan bahwa melawan dirasa percuma. Pembully itu akan tetap semena-mena. Tidak lupa berharap akan ada pangeran sebagai penolong. Jika tidak ada, dia akan menangis tergugu meratapi nasib dirinya yang penakut dan pengecut. 

Klasik, Safira mengatai sepenggal cerita itu klasik. Namun faktanya, perlakuan aksi bullying memang benar, nyata, ada dan Safira tidak mengelak. Oke, Safira paham. Mental seseorang tidaklah semua sama. Tetap saja selama ini, dia belum menemukan arti 'keuntungan' terkandung dari aksi melabrak-dilabrak tersebut. 

Oke cukup, beralih pada ketiga cewek masih mengeluarkan aura tidak suka. Sok merapihkan pakaian dirasa sedikit kusut. Menutupi muka terasa panas karena sinar matahari menyorot. Terakhir bersedekap dada menunggu Safira bertindak melakukan apa. Ck, mereka ini. Orang dari kalangan atas dan merasa 'paling' dari yang lain. Menatap 'aneh' orang dirasa tidaklah normal. Merasa 'sepat' mata jika melihat seseorang dari penampilan norak, udik, dan cupu. Tidak gaul seperti mereka kenal pada zaman ini yang modis dan tentu cantik. 

"Hukuman kalian bertiga bersihin halaman sampai bersih. Sampah jangan lupa di buang, tanaman silahkan tata kembali dan rapihkan," tutur Safira dalam memberikan hukuman. 

Jesslyn tersenyum sinis. "Apa kau pikir kita mau?" Didukung angkat dagu kedua teman sama-sama angkuh. Eva dan Laura, menantang. 

"Lupa ya aku osis disini, kamu ngelawan artinya cari perkara sama aku," balas Safira. 

"Kenapa sih, osis selalu aja ikut campur urusan orang? Ini tuh masalah aku sama si cupu itu. Dan kau gak diajak! Kenapa coba repot-repot misahin kita lagi kasih pelajaran sama tuh cupu," gerutu Jesslyn ditanggapi malas Safira. 

"Oke, maaf ya. Kalau disini aku terlampau ikut campur urusan kalian bertiga. Perlu di garis bawahi, kalian melakukan tindak membully pada salah satu anak siswa sekolah Garuda ini," mengangkat telapak tangan menahan mereka untuk berbicara. Safira belum menyelesaikan ucapan. 

"... Itu termasuk hak bagi mereka untuk dilindungi. Peraturan sekolah kayak gitu dan lakuin kekerasan di sekolah? Disini tempat belajar, bukan tempat adu tinju. Kalo mau lebih baik adu otak itu jauh lebih bermanfaat!" 

"Ya terus gimana, Saf? Dia nyari masalah sama kita, ya masa kita diemin," sahut Eva. 

"Betul, kita udah coba bicara baik-baik. Dianya aja yang gak mau dengar, kita jelas gak terima, apalagi dia remehan kita," timpal Laura. 

"Terus, gimana sama Karrel?" 

"Karrel kok di bawa-bawa sih?" ujar Jesslyn tidak suka. "Dia gak tahu apa-apa, Saf. Runi yang bikin masalah! Masih aja deket-deket sama Karrel. Dia kan cowokku." 

Safira menyorot penuh Jesslyn. "Bisa aja si Karrel udah bosen sama kamu. Makanya dia nyari yang lebih baik." 

"Runi punya pelet apa sih sampai orang-orang bela dia banget." 

"Sikapmu," balas Safira memaksa Jesslyn menatap padanya. "Sikap kamu bikin orang berpikir perlu dibela apa enggak?" 

"Gak ngerti ah." 

"Dengar! Semua manusia di sekolah ini sama. Gak ada perbedaan derajat. Mau kamu itu anak pejabat, konglomerat, miskin apa anak desa, semuanya sama! Sama-sama niat datang ke sekolah buat belajar supaya pintar, nuntut ilmu biar punya masa depan!" 

Raut muka ketiga perempuan disidang osis itu sudah terlihat suram. Safira tidak peduli, toh,  sudah terlatih mendapati orang-orang seperti ini yang malas mendengar nasihatnya. Safira hanya menjalankan kewajiban memberitahu mana yang benar, agar mereka setidaknya bisa ambil pelajaran dan hikmah. 

"Tindakan bully itu sangat mengganggu orang-orang. Kalian bisa dijerat ke persidangan karena aksi bullying itu udah tercantum pada kekerasakan. Kalian bisa dituntut sama orang tua Runi. Walaupun kalian masih di bawah 19 tahun, orang tua kalian bisa jadi korban buat masuk penjara, mau?" 

"Aduh bawa-bawa tuntutan segala lagi," sahut Laura setengah begidik. "Ngeri banget deh!" 

"Memang faktanya gitu. Jadi, kalian mesti hati-hati." 

"Tapi, Saf. Kita bully si cupu..." 

"Panggil namanya!" potong Safira dari perkataan Eva yang langsung bungkam. 

"Apa kalian gak bisa nyelesaiin masalah baik-baik? Atau enggak jangan ketahuan publik deh. Harus ya pake acara permaluin orang sampai segitunya? Apalagi ini di sekolah kalo semisal mereka menilai cap buruk kalian, gimana? Apalagi Runi udah terkenal pintar!"  

Jesslyn, Laura, dan Eva, bungkam. 

"Hidup itu berputar. Kalau kalian di posisi paling rendah terus dibully, gimana perasaan kalian?" 

"Berisik deh! Kita tahu!" ketus Jesslyn. 

"Ingat apa yang aku omongin barusan. Kalian bisa nyeret orang tua kalian ke penjara. Kasihan atas kelakuan anaknya yang malu malah orang tuanya. Udah ya, setelah jalanin hukuman kalian harus minta maaf sama Runi kalo nggak mau nemuin pak Komat!" 

"Harga diri aku dimana, Saf, kalo minta maaf sama si Runi?" 

"Betul kata Jesslyn. Malu tahu, masa dia yang salah kita harus minta maaf," Laura menimpal. 

"Kalian minta maaf artinya kalian masih punya hati. Terus bagian salah dimananya? Jelas-jelas ditonton semua orang di kantin, terekam cctv sekolah. Kalian yang malah mulai duluan, ada banyak saksi juga. Mau ngelak?"

"Maksud kamu apa, Saf? Kita masih hormatin kamu ya," sembur Eva. "Karena kamu gak pernah nyari masalah sama kita. Atas sikap kamu ini, kita bisa aja membully kamu melebihi si Runi itu!" 

Diam-diam Safira istighfar dalam hati.  "Jangan karena kalian merasa menang dan berduit, kalian bisa seenaknya nindas orang. Aku saranin, banyak-banyaklah kalian gaul sama semua kalangan. Bukan orang kaya terus. Biar kalian tahu sudut pandang orang sama kalian itu gimana." 

Jesslyn menghembus napas gusar. Pikirannya connect hingga paham maksud Safira itu baik. Tidak ingin ada yang sama-sama dirugikan. Tapi mengapa rasanya berat? Terlebih pada orang yang tidak Jesslyn sukai. 

"Eh, Saf, kamu ngapain?" tanya Laura menarik Jesslyn yang menunduk segera terdongak. 

"Foto kalian buat bukti laporan siswa pelanggar sekolah." 

Jesslyn, Eva, dan Laura menyerngit. Bayangan pajangan mading seketika memenuhi otaknya. Terlebih ada foto mereka bertiga, itu sama saja mempermalukan diri mereka sendiri. Tidak-tidak, Jesslyn tidak bisa membiarkan Safira melakukan itu. 

Kemudian mencoba tetap berani melawan Safira terkenal akan keunggulan dia punya. Jesslyn tidak mau mengalah begitu saja pun berkata meski sedikit gugup. "Ja-jangan kau pikir kita takut sama ancaman kau, Saf!" 

Jangan dikira juga Jesslyn tidak tahu. Bagaimana karakter Safira cukup membuatnya berpikir dua kali jika ingin berurusan dengan wakil ketua osis itu. Meski Jesslyn memiliki kuasa lebih, lantaran betul kata Safira, dia dari kalangan orang berduit itu bisa jadi senjata karena memiliki kekuasaan orang tuanya bisa membuat Safira tunduk dan sedikit membuat trauma atas gertakan orang tuanya lakukan, namun tetap Jesslyn menolak. 

Sebab Jesslyn tahu Safira tipikal orang cerdas dan cekat dalam bertindak. Malah tadinya Jesslyn yang menang karena berhasil mendepak Safira dari sekolah atas kedudukan yang dia miliki. Namun, Jesslyn terkena dampak sangat hebat. Rasa malu dan kalah berbalik kepadanya. Safira menggulingkannnya dari segi bukti dan perdebatan dirasa masuk akal. 

Dengar-dengar, wakil ketua osis itu sudah menyabet piala penghargaan. Jesslyn mendengus ketika tahu ada yang lebih hebat darinya yang menjabat sebagai ketua ceers dan primadona sekolah. Kepemimpinan Safira sudah patut diacungi jempol. Tengok saja saat ini. Safira tersenyum miring di bibirnya yang ranum. 

"Terserah kalian, mau jalanin hukuman apa enggak. Gak jadi masalah bagi aku. Aku berniat baik nolongin kalian malah berontak terus." 

"Satu lagi," Safira hendak berbalik, teringat akan sesuatu belum tersampaikan. "Jangan salahin aku ya kalo misal orang tua kalian tahu kelakuan kalian di sekolah. Karena menolak hukuman yang aku kasih dan diganti dengan surat panggilan istimewa buat orang tua kalian." 

"Kita pilih jalani hukuman." 

Safira tersenyum. "Semangat! Itu resikonya dan jalanin hukuman adalah suatu bentuk tanggung jawab." 

Selesai.... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun