Media sosial memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan moralitas anak-anak dan remaja zaman sekarang. Tontonan dan tayangan yang mereka simak membuat mereka cenderung lebih mementingkan kehidupan di dunia maya dibandingkan dengan fokus pada kehidupan nyata. Akhirnya banyak anak yang melewatkan pembelajaran yang mendukung  tumbuh kembang mereka..
Anak-anak remaja putri lebih mementingkan pacaran daripada belajar untuk mengurus dirinya sendiri. Mereka lebih mendahulukan belajar teknik berdandan dan memantaskan diri serta menyusun berbagai rencana nongkrong untuk makan di cafe sana-sini bersama geng tongkrongan daripada belajar bagaimana caranya memasak makanan saat dia lapar, caranya mencuci bajunya sendiri saat seragam sekolahnya sudah harus dicuci, atau caranya menyetrika pakaian agar pakaiannya tetap rapi saat pergi ke sekolah. Bahkan membantu ibunya yang sibuk di rumah membereskan sisa-sisa piring kotor bekas dirinya makan pun tidak dihiraukannya.
Mereka tumbuh dengan didikan media sosial. Hanya tahu bagaimana caranya cantik saat bertemu teman tongkrongan. Padahal kamar masih sangat berantakan saat ditinggalkan. Selimut belum dilipat, baju bekas pakai tersimpan sembarangan, bekas cemilan berserakan.
Lalu, bagaimana jika kelak mereka menjadi sosok orang tua bagi anak-anak mereka?
Sementara itu, anak remaja lelaki sibuk dengan main games online. Adu pencapaian dan memasang target-target untuk mengalahkan lawan mainnya. Mereka lupa untuk belajar bagaimana caranya melakukan hal-hal yang dilakukan oleh lelaki. Tidak memiliki waktu untuk belajar bagaimana caranya bersikap sebagai lelaki yang bertanggung jawab atas hidupnya. Bahkan ketika ayahnya sibuk mencuci motor sang jagoan malah ongkang-ongkang kaki sambil main game online.
Tanpa mereka sadari hal-hal seperti itulah yang justru akan menjadi bekal ketika hidup dewasa nanti berkeluarga dan benar-benar terpisah dari orang tuanya.
Mampukah mereka membawa diri dengan mental yang sebegitu lunaknya?
Sementara itu orang tuanya bukan tidak mengajarkan. Bukan pula tidak mengingatkan. Nasihat dan teguran tetap disampaikan dengan berbagai cara. Namun ketergantungan mereka kepada media sosial dan kehidupan dunia maya membuat mereka terlampau santai dan enggan untuk mematuhi peraturan.
Padahal sejatinya secara hukum agama Islam, kewajiban untuk mematuhi orang tua adalah sebuah hal yang paling prinsip. Birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) sendiri menempati urutan yang utama setelah menegakkan tauhid atas Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Berbakti kepada orang tua jauh lebih penting dibandingkan dengan jihad di medan perang. Berbuat baik kepada orang tua merupakan kewajiban setiap muslim, merupakan amalan yang paling mulia karena menjadi salah satu sebab seseorang masuk surga dan sebab mendapatkan keridhaan Allah. Adalah sebuah dosa besar jika seseorang mendurhakai dan mangkir dari perintah orang tuanya.
Maka dari itu, tugas orang tua kini semakin berat. Karena saingan dan tantangan terbesar yang ada bukan lagi hanya tentang ego dan sifat dasar anak-anak yang susah diatur. Melainkan sesuatu yang sangat sukar dikendalikan yang berasal dari benda pipih yang selalu ada di tangan anak-anak itu sendiri.