Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana PAI UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Jajan Kue Serabi Sambil Belajar Ilmu Sabar

30 Desember 2024   21:19 Diperbarui: 31 Desember 2024   10:14 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean jajan (dokumen pribadi)

Saya hanya bisa menelan ludah menyaksikan itu semua. Surabi matang 4 buah giliran saya sudah diambil orang tanpa antre. Sambil tersenyum ibu penjual meminta maaf, "maafkan ya, Teh. Abang itu suka begitu," katanya. Saya tersenyum tipis, dan berlagak tidak apa-apa.

Sesaat kemudian surabi yang baru sudah matang dari panggangan sebanyak delapan buah. Saya merasa senang, karena sebentar lagi bisa pulang. Orang di rumah pasti sudah menunggu. Namun tiba-tiba bu Rudi pulang kembali mendatangi ibu penjual.

"Bu, ternyata saya hitung di rumah serabinya kurang 6. Aduh, mana udah mau berangkat pula," keluhnya.

Saya memberikan kode kepada ibu penjual agar memberikan surabi itu kepada yang lagi buru-buru.

"Gak apa-apa, Neng?" tanya perempuan paruh baya itu. Saya mengangguk. "Ibu duluan saja, sedang buru-buru bukan?"

Akhirnya diambillah kue serabi jatah saya itu. Saya kembali duduk di bangku tunggu yang terbuat dari kayu.

Tidak lama kemudian 3 orang anak remaja datang, bertanya harga per satuan. Mereka memesan masing-masing dua buah. Dengan ramah ibu mrminta ketiganya antre. Remaja tersebut pun tampak tidak keberatan mengantre.

Surabi yang tersisa langsung dipisahkan untuk saya oleh ibu penjual lalu menuang adonan kembali dalam cetakan yang berjumlah delapan cetakan. Beberapa diisi dengan yang polos, pedas dan yang versi telur karena ada pembeli yang pesan sejak pagi. Yang pakai telur memang lebih lama proses masaknya.

Baru saja saya merasa senang karena sebentar lagi bisa pulang, seorang ibu muda menggendong anak kecil dengan sigap menyambar kue serabi yang baru saja disimpan ke tampungan oleh ibu pembeli.

"Buru-buru nih, Bu. Saya ambil buat anak-anak sarapan ya," katanya sambil memasukkan surabi satu per satu. Saya menghela napas panjang berusaha mengisi ulang stok kesabaran yang hampir habis. Sekali lagi ibu penjual bilang, kalau kue serabinya ada yang punya.

Dalam hati saya menggerutu, "kenapa tidak inisiatif bertanya? Kan yang antre ada empat orang?" Surabi di tampungan habis. Pesanan saya masih kurang. Lalu datang seorang ibu dengan anak kecil usia tujuh tahunan. Dengan rasa penasaran, anak lelaki itu bergerak begitu aktif ingin melihat proses pembuatan surabi bahkan nyaris mengambil surabi yang masih di cetakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun