"Astagfirullah, maksudnya bang Danang ketua umum beberapa angkatan di atas kita yang terkenal sadis itu?" tanya Arin yang sejak tadi hanya menyimak percakapan.
"Iya, dia yang sengaja mengintimidasiku dan mengatakan bahwa aku bukanlah apa-apa dibandingkan keberhasilannya memimpin perkemahan beberapa tahun lalu," jawab Axel.
"Axel, kamu tidak tahu kalau bang Danang sudah meninggal?" tanya Arin.
"Apa? Jangan ngarang deh kamu Arin! Jelas-jelas dia selalu menemuiku setiap malam ketika kita selesai rapat persiapan," jawab Axel bersikeras. Kepalanya lalu memutar setiap pertemuan dan percakapan yang terjadi di antara dirinya dan Danang. Tidak terkecuali malam tadi ketika Danang meninggalkannya sendirian di tengah hutan.
"Axel, perkemahan delapan tahun lalu adalah perkemahan terakhir baginya. Ketika kalian belum masuk SMA, Danang mengalami kecelakaan saat survey rute jurit malam. Kakinya terperosok ke dalam jurang sempit yang dalam. Semasa hidup Danang memang sangat senang mengerjai juniornya dengan alasan melatih mental dan keberanian. Nyatanya dia  pun terperosok karena lari pontang-panting akibat melihat sosok yang menakutkan.
Bapak sendiri mendengar cerita mengerikan itu dari teman satu angkatannya yang juga memutuskan untuk tidak pernah berkemah lagi. Angkatan mereka lalu menutup rangkaian kegiatan perkemahan. Hingga vakum beberapa tahun. Baru ketika ketuanya kamu, Axel. Perkemahan semacam ini ada lagi. Ya, saya pun sangat menyesali kegiatan itu," ucap Kenzo  dengan rasa penyesalan yang begitu dalam.
Kejadian beberapa tahun lalu sangat membuatnya terpukul. Ia pun nyaris dipecat dari jabatannya sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan. Beruntung kesaksian siswa yang kuat menolong dan menyelamatkannya.
"Jadi, alasan itu juga yang membuat Bapak begitu melarang kami berkemah?" tanya Axel.
Kenzo  mengangguk pilu. Axel menyatakan penyesalannya kepada gurunya itu. Hujan sudah berhenti. Fajar menyingsing di ufuk timur. Azan subuh berkumandang. Mereka perlahan beranjak dari tempat duduk masing-masing tanpa sempat memejamkan mata dan beristirahat. Langkah kakinya gontai menuju tempat wudhu.
Axel tersenyum lega melihat para peserta dan rekan-rekannya yang kerasukan sudah sehat seperti semula. Beberapa di antara mereka berpapasan ketika akan mengambil air wudhu.
Sementara di kepalanya masih menggantung pertanyaan besar, siapa sosok Danang yang kerap ditemui Axel? Sebab ia akhirnya baru tahu wajah asli Danang yang ditunjukkan oleh gurunya dari media sekolah. Paras rupa Danang sangat jauh berbeda dengan Danang yang selalu menemui dan meninggalkannya di tengah hutan tadi malam.