"Sudah kubilang kan kalian tidak boleh camping di lokasi ini!" ucap Kenzo Wijaya meluapkan kemarahannya. Wajahnya terlihat muram. Nampak jelas kekecewaan di wajahnya. Sesaat kemudian setelah menutup sambungan telefon, kepalanya sudah dipenuhi dengan berbagai beban tanggung jawab. Soal keselamatan siswa dan pertanggungjawabannya kepada orang tua. Belum lagi, reputasi sekolah dipertaruhkan malam ini. Menjadi guru muda yang menangani bidang kesiswaan memang tidak semudah yang dibayangkan.
Kenzo  bergegas mendatangi lokasi camping yang berjarak sekitar 11 Km dari rumahnya. Sebuah lokasi perkemahan yang sudah sangat lama ditinggalkan para aktivis pecinta alam karena banyaknya insiden yang terjadi dan cerita seram di dalamnya.
Axel yang merupakan ketua pelaksana kegiatan tertegun di pojok kamar. Sebuah ruangan kecil tempat imam masjid melakukan persiapan sesaat sebelum naik ke mimbar ketika akan memberikan khutbah. Tubuhnya begitu lemas, karena baru saja mengalami kejadian aneh ketika survey rute untuk perjalanan jurit malam. Sebuah kegiatan yang selalu ada di tiap tahun sebagai penentuan kelulusan anggota baru Palang Merah Remaja. Perkemahan ini sekaligus wahana untuk melatih mental para anggota PMR Wira di sekolahnya.
Axel sadar diri, beberapa puluh menit kemudian ia harus menerima amukan Kenzo yang memarahinya di sambungan telepon barusan. Berkali-kali dirinya menyalahkan diri sendiri menyesali keadaan, mengapa ia harus mengikuti perintah Danang sang senior alumni yang memintanya membuat keputusan untuk memilih tempat camping itu. Dan lihatlah, dimana lelaki bossy itu? Saat axel dan semua panitia panik kerepotan menangani kerasukan., Danang malah menghilang begitu saja.
Kekesalan memuncak di kepala Axel, "awas saja kalau ketemu lagi nanti, aku patahkan lenganmu!" geramnya dalam keadaan tubuh yang terkulai lemas.
"Jangan dulu kemana-mana, istirahat dulu di sini. Peserta lain aman, ditangani penduduk," ucap Arin yang terlihat berusaha tenang.
"Aku beruntung memiliki partner kerja sepertimu, Arin. Aku percayakan semuanya padamu," ucap Axel jujur. Arin dan dua rekannya berlalu membiarkan Axel me;lanjutkan istirahatnya. Tubuh pemuda itu terlalu lemah setelah mengalami kejadian yang sangat menakutkan. Seolah telah melewati pertempuran sengit di medan perang, tuhun Axel lemas tidak bertenaga. Meskipun begitu, kesadarannya masih normal. Ia masih mampu mengendalikan dirinya. Tidak terkecuali menerima telepon dari Kenzo yang tersambung melalui Arin.
Sesaat kemudian, bulu kuduknya kembali meremang ketika mengingat sosok hitam tinggi besar yang menghalangi jalannya ketika hendak membuat rute jurit malam tadi.
**